Tujuhbelas

3.9K 663 23
                                    

Udah berhari-hari Jihoon gak liat Hyewon masuk sekolah. Tiap kali ke kelas Hyewon dan berharap gadis itu udah masuk sekolah, yang Jihoon dapat malah tatapan dingin dari Sua, Yeji, Lia bahkan Yoonbin.

Jihoon yakin kawan-kawan Hyewon udah tau soal apa yang terjadi di antara mereka berdua.

Udah beberapa kali Jihoon ngirim pesan ke Hyewon, tapi Hyewon sama sekali gak ngebalas. Jihoon pernah mikir untuk datang ke rumah Hyewon, tapi dia terlalu sungkan.

"Hyewon sakit."

Begitu kata Yeji.
Waktu liat Jihoon berdiri di depan pintu kelas dengan wajah penuh harap, entah yang ke berapa kalinya.

Waktu Jihoon nanya lebih lanjut tentang sakit apa Hyewon? Gimana keadaannya sekarang? Apa dia udah dibawa ke rumah sakit? Yeji sama sekali gak ngejawab dan malah pergi gitu aja.

Di hari berikutnya, Jihoon ikut berbaris di lapangan sama murid-murid lainnya yang datang terlambat.

"Ya ampun Kim Hyewon ...."

Jihoon langsung noleh ke belakang begitu denger Pak Sehun nyebut nama gadis yang selalu dicarinya selama beberapa hari terakhir.

"... apa-apaan penampilan kamu ini? Kaus kaki panjang sebelah, dasi nyengsol-nyengsol, rambut berantakan udah kaya sarang burung. Ck ck ck!"

Gadis itu benar-benar berdiri di sana.
Hyewon menunduk malu dengan wajah kesal, gara-gara ucapan Pak Sehun yang sukses bikin dirinya jadi pusat perhatian para murid yang datang terlambat, termasuk Jihoon. Beberapa murid bahkan cekikikan gara-gara liat penampilan Hyewon yang seperti Pak Sehun bilang barusan—berantakan.

"Tulis nama dan kelas di daftar ini, setelah itu lari keliling lapangan. Laki-laki 10 putaran, perempuan 5 putaran." Pak Sehun memberikan selembar kertas ke murid yang berdiri di barisan paling depan, untuk nulis nama dan kelas.

Hyewon merapikan dasi dan ikatan rambutnya, sebelum mulai lari keliling lapangan bareng yang lain.

Sebenernya Hyewon masih pusing, bahkan dia masih keliatan pucat. Tapi karena hari ini ada ulangan harian dan dia malas kalau harus ulangan susulan sendirian, jadinya dia maksain masuk sekolah. Walaupun datang terlambat karena bangun kesiangan.

Belum sampai satu keliling, Hyewon udah berhenti lari. Dia megangin kepalanya karena ngerasa pusing banget.

Dia terkesiap, waktu Jihoon tiba-tiba berdiri di hadapannya dengan raut wajah khawatir.

"Pak, Kim Hyewon sakit!" seru Jihoon ke Pak Sehun yang mantau dari pinggir lapangan.

"Duduk aja, gak usah dilanjutin larinya." Pak Sehun balas teriak.

Jihoon memapah Hyewon ke pinggir lapangan dan membawa gadis itu untuk duduk.

"Kenapa masuk sekolah kalau masih sakit?" tanya Jihoon makin khawatir, begitu pegang tangan Hyewon yang berasa dingin banget.

"Ada ulangan harian," jawab Hyewon, sambil ngelepas tangannya dari genggaman Jihoon.

"Pelajaran ke berapa?"

"Ke tiga."

"Abis istirahat?" tanya Jihoon lagi, Hyewon ngangguk mengiyakan. "Ya udah, ke UKS dulu aja, istirahat. Aku anterin," Jihoon beranjak, dia hendak ngambil tas Hyewon yang ditaruh di pinggir lapangan bareng tas murid lainnya, sebelum nganterin gadis itu ke UKS.

"Jihoon ..." panggil Hyewon, waktu Jihoon baru jalan beberapa langkah.

Jihoon gak langsung berbalik. Dia tertegun dan menyadari, betapa rindunya dia denger Hyewon manggil namanya.

"Iya?"

Jihoon berbalik, sedangkan Hyewon masih duduk di tempat duduk tepi lapangan. Jarak mereka cuma sekitar 2 meter.

"Andai waktu itu aku gak baca buku diary kamu, apa yang bakal kamu lakuin? Sampai kapan kamu bakal terus-terusan pura-pura macarin aku?" tanya Hyewon.

Jihoon jadi teringat sama pertanyaan Hayi beberapa hari yang lalu.

"Ujungnya kamu bakal putusin aku juga? Sama kaya yang Kak Woong lakuin?" Ada kemarahan di sorot mata Hyewon. Selama beberapa hari terakhir dia bertanya-tanya, apa rencana Jihoon kalau aja Hyewon gak baca buku diarynya waktu itu?

Jihoon menggeleng, "Aku bakal bikin kamu muak dan mutusin untuk pergi dengan sendirinya."

"Tapi waktu itu kamu nahan aku untuk gak pergi!" Hyewon mengingat waktu dirinya datang ke rumah Jihoon buat memutus hubungan. Tapi Jihoon malah minta dia buat gak pergi.

Jihoon sendiri masih gak ngerti soal itu.
Dia terus-terusan nentang perasaannya sendiri, seperti yang Hayi bilang bahwa Hyewon memang udah berhasil bikin Jihoon buka hati.

"Alesannya apa? Sama kaya yang kamu tulis di buku diary? Karena kamu udah mulai terbiasa sama kehadiran aku. Buat kamu, aku cuma seseorang yang berguna untuk gak bikin kamu ngerasa kesepian?" Hyewon menuntut jawaban, tapi lagi-lagi Jihoon diam seribu bahasa.

"Terus ciuman di taman waktu itu ... maksudnya apa?" Hyewon mengingat waktu Jihoon menciumnya di taman tepi danau waktu itu.

Yang Hyewon butuhkan saat ini cuma jawaban. Apa perasaan Jihoon ke Hyewon sama sekali gak berubah dari awal? Apa Jihoon bener-bener gak ada perasaan apapun ke Hyewon bahkan sampai detik ini?

Jihoon sama sekali gak jawab.
Karenanya Hyewon melangkah pergi, ngambil tasnya sendiri dan berjalan masuk sendirian.

"HYEWON!!"

Sua jadi yang pertama nyambut kehadiran Hyewon di kelas.

"Lo ngapain masuk, sih? Masih pucet gitu muka lo," ujar Yeji khawatir.

Hyewon cuma senyum sambil duduk di bangkunya.

"Pasti gara-gara ulangan harian, ya?" tebak Lia.

Hyewon mengangguk lesu, "Males gua kalau ulangan susulan."

Yeji, Sua dan Lia jadi gak sesemangat biasanya, karena Hyewon masih murung. Waktu jam istirahat tiba, dia bahkan nolak untuk diajak ke kantin. Yoonbin sampai ikut maksa dia buat ikut ke kantin, tapi Hyewon tetap nolak.

Tap!

Hyewon natap roti dan susu yang ditaruh seseorang di atas mejanya.

"Gua kan udah bilang, gua gak nafsu makan, Bin," ucap Hyewon langsung ngira bahwa yang naruh roti dan susu itu adalah Yoonbin.

"Kenapa gak makan?"

Kedua mata Hyewon membulat sempurna, waktu denger suara Jihoon. Ternyata bukan Yoonbin yang masuk dan naruh roti juga susu di atas mejanya.

Posisi Hyewon saat ini duduk di bangku sambil menenggelamkan wajahnya di atas meja.

Hyewon masih bergeming, waktu Jihoon narik tangan kanannya, menggenggamnya sebentar sebelum memakaikan sarung tangan ke tangannya Hyewon.

"Satu lagi," titah Jihoon, minta Hyewon buat mengulurkan tangan kirinya.

Hyewon baru menegakkan tubuhnya dan Jihoon langsung meraih tangan kirinya. Sama kaya tadi, Jihoon menggenggamnya sebentar sebelum memakaikan sarung tangan ke tangan kiri Hyewon.

Tangan Hyewon masih berasa sedingin es.

"Kamu ngapain lagi, sih? Aku kan udah bilang waktu itu, sekarang kamu boleh pergi. Aku gak butuh dikasihanin lagi." Kalau dulu, Hyewon ngerasa seneng setengah mati tiap Jihoon perhatian sama dia, sekarang Hyewon malah jadi ngerasa menyedihkan. Karena Hyewon ingat salah satu baris tulisan Jihoon dalam buku diarynya 'Tiap kali gua bersikap manis ke dia, itu semua cuma karena kasian'.


















Haihai🖐
Maap baru up, baru ada ide😭
Ada yang masih nunggu cerita ini?😂
Masih semangat gak bacanya?😂
Komen dong yang banyak:')
Voment juseyo😉

Stay || Park Jihoon✔Where stories live. Discover now