Lembar kesebelas

9.4K 1.2K 297
                                    

Pengen tahu kalian tim baca ulang atau baru baca.

-o0o-

"Kau tidak bisa mengusirku!"

"Aku bisa! Karna aku akan menceraikanmu!"

"Tapi anak-anak membutuhkanku, Namjoon!"

"Jalang sepertimu tidak pantas mengurus anak-anakku. Mereka akan tinggal denganku, dan jangan pernah menemui mereka lagi setelah ini."

"Ya sudah jika itu maumu. Aku akan pergi, lagipula hidup dengan pria kaku sepertimu membuatku jengah."

Si sulung Kim disana, menyaksikan dengan jelas pertengkaran hebat malam itu. Yang berujung perpisahan telak antara mama dan papa. Yang Jimin tahu, mamanya kembali mabuk, kembali pulang dengan baju terbuka juga dalam pelukan pria asing, yang membuat papa benar-benar murka hingga kehilangan sabarnya.

"Mama!"

Jimin berteriak, memanggil mamanya yang tengah bersiap melangkah pergi meninggalkan rumah. Lalu berlari dan langsung memeluk lutut mamanya.

"Mama, jangan pergi. Tae sedang demam, Tae mencari mama sejak pagi. Mama temani Tae tidur ya? Kasihan Tae." Jimin tujuh tahun terus meracau dengan airmata mengalir deras. Dirinya yang hampir setiap hari menyaksikan pertengkaran mama dan papanya seakan tahu masalah yang menimpa keluarganya.

"Mama tidak bisa, Jim." Mama melepas tangan mungil Jimin, lalu mengelus singkat pipi tembam Jimin. "Mama harus pergi. Kalau Jimin sakit nanti, mama janji akan temani Jimin. Sekarang Jimin saja yang temani Tae, oke,"

Mama langsung pergi, melepas paksa cekalan tangan mungil Jimin. Lalu melangkah menjauh tanpa menoleh kebelakang.

"Mama! Jimin juga sakit ma!" Jimin berteriak histeris, memanggil mamanya. Hingga tangan mungilnya terangkat, jadi memegang dada kirinya. "Sakit ma ..., sakit sekali."

Yang Jimin ingat, dulu terakhir kali ia melihat wajah mamanya, adalah saat pertengkaran hebat yang berujung perpisahan kedua orangtuanya. Dulu sekali, setiap bertemu tatap dengan mamanya, rasa rindu Jimin akan membuncah, hingga membuat Jimin ingin selalu memeluk mamanya.

Setelah malam itu, mamanya terasa asing. Begitu jauh dan sulit ia kenali. Karna malam itu, mama dengan mudah pergi tanpa mempedulikan Taehyung yang sedang demam tinggi, yang membuat Jimin ingin sekali menghapus presensi mama saat mama begitu acuh pada Taehyung.

Tapi saat mata sipitnya kembali bersitemu dengan mata sipit yang benar-benar seiras dengannya, dinding pembatas yang Jimin bangun kuat-kuat seakan runtuh tak tersisa, saat rasa rindunya membuncah besar.

"Bagaimana kabarmu? Wajahmu pucat sekali?" Jung Sora berujar lirih, menatap Jimin yang mengalihkan tatapan padanya.

Jimin menoleh, kembali menatap Sora yang masih tersenyum manis padanya. "Aku tidak pernah baik-baik saja setelah mama pergi."

"Mama minta maaf." Yang Jimin lihat, mamanya kembali menunduk dalam, dengan jemari saling meremat gelisah. "Mama menyesal meninggalkan kalian begitu saja. Mama terlalu marah saat itu."

Jimin juga, ikut meremat kuat jemari-jemarinya. "Aku sekarat ma." Jimin berujar lirih, membuat Sora menoleh bingung padanya. "Dua tahun setelah kepergian mama, aku sakit. Mama bilang, Mama akan datang saat aku sakit. Tapi bahkan saat Paman Seokjin bilang aku akan segara mati pun, Mama tidak pernah datang barang sedetik pun."

"Jim... "

"Mama tidak tahu, bagaiamana takutnya aku saat itu. Bagaiamana hancurnya Taehyung setelah mama pergi. Bagaiamana keluarga kita rusak karna ulah mama." Jimin berujar dengan napas memburu, menatap manik mamanya dengan sorot terluka.

Mikrokosmos [Twins Brother]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang