1. Refrain

448K 17.1K 393
                                    

"Kamu boleh minta tolong apa aja, asal jangan yang satu itu," tolakku. Wajah Orin berubah sendu, dia menundukkan wajahnya sambil menarik-narik selimut yang menyelimuti tubuhnya. Oh … tidak! Aku paling tidak bisa menghadapi Orin yang seperti itu. Orin memang selalu bersikap seperti itu jika aku menolak permintaannya. Wajah memelasnya ditambah kali ini dia memang sedang sakit membuatku iba. 

"Kalau aku bisa keluar dari rumah sakit ini, aku nggak bakal minta tolong kamu, Mel," katanya dengan nada mengiba. Aku menarik napas panjang sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruang rawat inap ini begitu sesak, apalagi ditambah menatap wajah Orin. Seperti perpaduan antara minta tolong dan pemaksaan. 

Sudah dua hari Orin dirawat di rumah sakit karena tifus yang dideritanya. Andai saja dia sehat-sehat saja, aku pasti tidak perlu menuruti permintaan tidak masuk akalnya. 

"Kapan acaranya?" tanyaku akhirnya. Senyum Orin mengembang. Dia bahkan memaksa dirinya untuk duduk sehingga membuat selang infusnya sedikit tertarik.  

"Hari Sabtu. Kamu tinggal bawa aja undangan Meet and Greet-nya. Mereka nggak bakal tanya identitas kamu kok. Asal kamu bawa undangan aja, itu sudah cukup," jelasnya. Aku masih saja tidak bersemangat mendengarnya. 

Refrain, band idola Orin, dan mungkin juga band idola hampir seluruh kaum wanita di Indonesia. Ya, terkecuali aku. Entah kenapa aku tidak menemukan sisi menarik dari Refrain. Sama saja seperti band-band lain yang membawakan lagu-lagu beraliran pop. Tidak ada bedanya, berpenampilan menarik, suara yang lembut dan memikat hati, serta lirik lagu yang membuat siapa pun mendengarnya serasa dibawa ke langit. 

Cih. Sama sekali bukan tipe band apalagi lagu kesukaanku. Dan saat ini tiba-tiba saja Orin mengiba-iba memintaku untuk mengikuti acara Meet and Greet band Refrain.  

"Aku sebenarnya kesal banget nggak bisa datang langsung ke acara mereka, apalagi undangan Meet and Greet itu aku dapatin dengan susah payah." Aku menghela napas panjang sambil menggaruk keningku yang tidak gatal. Cerita ini sudah berkali-kali aku dengar, tentang keberhasilannya mendapatkan tiket undangan Meet and Greet setelah beratus-ratus kali mengirimkan sms undian. Masih jaman ya di masa sekarang ini mengikuti undian dengan bersemangat seperti itu? 

"Cuma kamu harapanku, Mel," lanjutnya sambil mengelus-ngelus tanganku. Mendadak aku bergidik dan segera mengibaskan tangan Orin yang menyentuh lenganku. 

"Apa yang mesti aku lakuin di sana nanti?" tanyaku setelah beberapa kali menarik napas panjang. Aku bahkan lebih suka mengikuti ujian semester berkali-kali daripada harus mengikuti acara Meet and Greet nggak penting itu. 

"Dapatin tanda tangannya Zoe, vokalisnya. Atau tanda tangan semuanya juga boleh. Zoe, Kai, Dean, Leo, Nue." Dia mulai mengabsen nama-nama yang terdengar asing di telingaku. 

"Gimana caranya?" Tunggu ... siapa tadi nama-nama mereka? Dan keningku pun berkerut karena otakku sedang bekerja dengan kerasa mengingat nama-nama yang disebutkan Orin tadi. 

"Aduh, Mel. Masa gitu aja nggak tahu. Nanti setelah acara Meet and Greet selesai, pasti ada acara foto bareng. Di saat itu juga kamu bisa minta tanda tangan mereka," jelasnya. Aku berdecak kagum, entah sudah berapa kali Orin mengikuti acara seperti ini, dia terlihat sangat berpengalaman. 

"Umurmu sudah dua puluh tahun, tapi kegiatanmu nggak jauh-jauh dari apa yang dikerjakan ABG," sindirku. Orin meringis, entah sedang menahan sakit atau tersinggung dengan perkataanku. 

Melody At RefrainWo Geschichten leben. Entdecke jetzt