(UrataxSakata) Sick?

435 32 14
                                    

Di cuaca yang terlihat cerah dengan cahaya mentari yang amat terik, kini apartemen Sakata diisi tiga makhluk yang bahkan Sakata sendiri susah membedakan mana yang Terong, mana yang Nanas, dan mana yang Kayu Manis.

Oh, tidak tidak. Untung saja Sakata masih tahu yang Kayu Manis. Ia bisa saja kehilangan kepalanya kalau sampai tidak mengenalinya. Ah, mengingat itu membuat Sakata bergidik di tengah tubuhnya yang terus gemetaran sejak tadi.

"Suhunya masih belum turun, ya?" Surai Nanas itu menatap khawatir temannya yang sedang berbaring dikasur, dengan kompres es di atas dahinya dan selimut yang menutupi seluruh tubuhnyaーkecuali wajah.

Sementara surai Ungu yang berdiri di sebelahnya menggeleng dengan alat pengukur suhu di tangannyaーyang menunjukkan angka 41°.

Itu suhu tubuh atau suhu di Surabaya, ya?

"Hm? Apa, kenapa?"

Mendengar suara seseorang yang paling tua diantara mereka, Senra dan Shima menoleh ke arah sumber suara yang tampak membawa satu kantong belanjaan besar. Membuat yang paling tinggi sedikit kebingungan, "Kau habis belanja apa, Urata-san?"

Surai Kayu Manis itu kemudian menatap apa yang Senra tunjuk, lalu mengangkat kedua bahunya tanpa minat, "Hanya membeli apa yang Sakata mau ketika sakit aja. Kenapa, kalian juga mau? Kalian sudah bukan bocil, kan?"

Shima terkekeh, "Apakah terlihat kalau kami mau?" Kemudian setelah melihat jam yang menggelantung di pergelangan tangannya, ia lantas pamit dengan Senraーada pekerjaan paruh waktu sih, katanya.

Blam.

Dan kini di kamar apartemen milik Sakata, hanya berisi dua manusia. Terdengar helaan Urata ketika ia menatap wajah Sakata yang sudah menyerupai warna rambutnya. Bahkan Urata benar-benar mengira yang ada di depannya ini adalah sebuah tomat raksasa. Ah, Urata terlalu banyak mengkhayal.

Melihat orang yang lebih tua darinya menggeleng kepala berkali-kali, Sakata bergumam kecil, "Ura-san. Go. Men."

"Hm?" Kepalanya ia tolehkan menatap lelaki yang terbaring lemah di kasur itu. "Kenapa harus meminta maaf? Itu bukan salahmu."

"Ta, pi... aku. Membuat Ura-san. Re, pot..."

Mendengar itu Urata terkekeh, "Lebih baik sembuhkan saja dirimu dulu. Cara bicaramu jadi aneh, tahu."

Wajah Sakata terasa kembali memanas. Ia palingkan wajahnya menghindari tatapan Urata, membuat sang surai Kayu Manis itu lagi-lagi terkekeh.

Ia taruh kantong belanjaannya di atas nakas, kemudian ia duduk selonjoranー menyilakan kakinya kemudian menggenggam sebelah tangan Sakata.

"Nah, sekarang waktunya tidur siang, my Big Baby."

.
.

|

Rasanya ia seperti pernah merasakan kejadian ini sebelumnya. Tapi... kapan?

Ah, Sakata ingat. Itu dulu, ketika tak sengaja ia ambruk dan Urata menggendongnya ke apartemen ini. Bahkan merawatnya dan terus menunggu dirinya hingga sembuhーseperti seorang Ibu.

Dan sekarang ini, sifat Urata yang paling Sakata sukai kembali ditunjukkan. Sebuah perhatian yang hanya tertuju untuk dirinya. Ketika akhirnya Sakata dapat bermanja seperti anak kecil kepada sosok yang paling ia sayangiーmungkin yang paling ia sayang se dunia.

Dan berkat itu, Sakata tersenyum di tengah mimpi indahnya. Dengan tangan Urata yang menggenggamnya, seolah tak ingin kehilangan dirinya.

|

.
.

Urata terbangun ketika di luar sudah menunjukkan langit sore. Menguap sejenak, ia kemudian mengucek kedua matanya.

"Urata-san, kau sudah bangun."

Manik hijau daunnya lantas menatap manik Ruby milik Sakata. Melihat wajah lelaki muda itu sudah cerah kembali, tak sadar kedua sudut bibirnya terangkat keatas, menciptakan ukiran senyuman hangat di bawah langit jingga.

Bahkan sampai membuat Sakata sendiri terperangah.

"Ah, kau yang seperti ini memang sangat merepotkan." Urata menghela napas pelan, merenggangkan kedua lengannya ke atas seraya ia kembali menguap sekali.

Sakata sontak terkejut, lalu menunduk dengan rasa bersalah, "A-aku kan sudah minta maaf sebelumnya... Unn, gomen..."

Melihat itu, Urata terkekeh, "Lagian semua sudah terlewati, bukan? Kini kau sudah sehat, yokatta naa."

Kemudian sang surai Kayu Manis itu beranjak berdiri, mengambil sekotak susu dari kantong belanjaannya, lalu memberinya pada Sakata.

Melihat itu, Sakata sumringah, "Arigatou, Urata-san!" Ah, lelaki yang sudah mengenalinya ini memang benar-benar tahu apa yang dapat membuat Sakata terlalu bahagia seperti ini.

"Heh, kau yang seperti ini memang seperti anak kecil, Sakata." Menyeringai, Urata menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Menatap wajah Sakata yang mulai memerah lantas memanas.

Sakata menggeleng pelan, "U-unn, itu memang sudah menjadi sifatku, tahu!"

Lagi-lagi Urata terkekeh. Ia memang tidak tahan untuk selalu menggoda Sakata, membuat lelaki dengan surai tomat itu memerah. Terlihat imut di pandangan Urata.

Kemudian, tangannya menggenggam kasur, menahan tubuhnya yang menunduk, mendekatkan wajahnya dengan wajah manis Sakata.

Dan kemudian, kedua bibir mereka menyatu untuk beberapa saat. Menghapus jarak dan rasa sakit yang mulai menguap dari tubuh Sakata.

Lantas, setelah tautan keduanya terlepas, Urata kembali menyeringai.

"Tapi, aku suka sifatmu yang seperti itu, kok."


×××
TBC.

Oke, aku lelah dengan semua ini. Aku hanya ingin dapat asupan UraSaka, hiks.

Dan betapa hebatnya diriku membuat ini, padahal hari ini aku sudah mulai UTS. HAHAHAHAHA /slap.

Oke, selamat hari Senin dan semangat untuk yang hari inu U
Ujian UwU.

Salam hangat,
Eirin Ellena.

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Sep 15, 2019 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

Utaite FanficDove le storie prendono vita. Scoprilo ora