Prolog

22 3 2
                                    

Di sebuah ruang kelas 11 SMK...

Bel tanda masuk usai dzuhur sudah berdering-dering dari tadi. Ruang kelas kami masih ribut dan berantakan karena guru pengisi mapel Bahasa Inggris hari itu datang terlambat.

Hampir semua anak laki-laki sedang berkumpul untuk custom main ML. Sedangkan beberapa anak perempuan terbagi dalam beberapa genk, ada yang bahas K-Pop/Drakor, berdandan, membahas kehidupan sehari-hari dan yang lain tertawa cekikikan membahas tentang cowok.

Aku yang sedang bêtê hanya diam sambil membuka-buka halaman mushaf pink, hadiah milad dari abi dua tahun lalu. Kucium mushaf tersebut sambil membukanya secara asal. Surat An- Nur keluar pada halaman pertama, kubaca perlahan. Beberapa ayat sedikit menghibur hatiku.

"Oh... jadi Sobri ini diem-diem deket ya sama Miqdad...!" teriak seorang anak perempuan cempreng, Kayla, sambil menatap hpnya. Seperti biasa, juga gara-gara Miqdad namaku jadi di sebut asal oleh teman-teman sekelas.

"Cie yang makan bareng nggak ngajak-ngajak" desis Kayla. Sontak semua kelas menjadi diam.

"Maksudnya Kay?" tanya beberapa anak cowok yang akhir-akhir ini sok dekat denganku dan menggodaku dengan Fatih Akan. Kayla menunjukkan foto tak sengaja yang diambil oleh Miqdad, aku sedang minum , mukaku gak jelas.

"Ini lho, kemaren gue nanya Pe eR ke Miqdad, eh malah di jawab, 'gue lagi makan berdua sama Sobri' gitu. Terus di pap nih foto. Dih ceweknya jilbab udah lebar, cowoknya kelakuan kaya Pak Ustadz masih ya tertarik 'anu' hahahaha..." cerita Kayla sambil menggerakkan 2 jarinya di kedua tangannya, mengisyaratkan tanda petik dua. Ia tersenyum mengejek padaku.

"Eh mana ada, itu acara makan bareng sama beberapa alumni ekskul kok.... Itu ramean... demi Tuhan... gak berdua, itu ditraktir sama alumni! Plis deh jilbab Cuma pakaian, jilbab gak salah." ungkapku.

"Alah, jangan bohong sab, jadi sebenernya lu pilih siapa diantara mereka berdua? Lu emang deketkan sama mereka berdua?" seorang anak laki-laki bertubuh gempal, Rudi, Menimpali dan datang menghampiriku, bersama Edi yang kulihat ada kekecewaan di matanya.

"serius... aku menyukai keduanya, mereka berdua sahabatku" ujarku datar.

Sebenarnya sahabatku hanyalah Fatih Akan. Aku menganggap Miqdad juga sahabatku, karena aku tahu dia menyukaiku.

Sementara itu beberapa anak mengerubungi Fatih Akan. Miqdad hanya diam, pasrah, ia menatapku dengan perasaan bersalah. Miqdad duduk disamping Fatih Akan. Entah kenapa hatiku serasa perih ketika Fatih Akan menjawab pertanyan mereka dengan :

"Aku sudah relain Sabrina, sama sahabatku Miqdad" jawabnya, ia tersenyum padaku. Hatiku perih, aku marah. Salahkah aku merasa tertolak? Aku merasa tertolak bahkan rasa itu belum dimulai. AKU INGIN MENINJUNYA.

"Enak saja main nyerahin anak orang seenaknya!" kataku dengan gaya tangan kanan mengepal menunjukkan tinjuku.

"Memang aku ini barang yang bisa kau serahkan seenaknya? Memang aku ini milikmu? Dasar sok ganteng!" hatiku menjerit.

Fatih Akan terus menjawab seperti itu kepada siapapun yang menanyakan tentang perasaannya. Dia juga bilang kalau dia sudah ada yang lain. Sementara itu beberapa anak cewek yang baru menyimak cerita menanyakan apa yang terjadi padaku, bahkan mereka mengira Fatih Akan menembakku. Aku sedikit tersentak, ku beberkan saja pada mereka apa yang terjadi, agar tidak terjadi salah paham.

"Tapi lo lebih cocok sama Fatih tau Sab, sama nama, sama-sama pinter, terus dari gaya sampai pinternya dan sikap apa adanya kalian itu cocok banget." kata Ester, cewek pecinta make-up di kelas.

Ester mengomentriku berlagak bak juri X Factor.

Kulit Ester yang hitam membuatnya tak pernah PD bila tak bermake-up.

Fact / Fake = Fuck !Onde histórias criam vida. Descubra agora