PART 28

920 83 17
                                    

"Ga..." Suara dingin Khandra, yang tidak seperti biasanya, membuat Auriga menghentikan langkahnya. "Aku lihat kamu hari ini keluar makan siang lagi sama Anindiya." Ia menekankan kata lagi itu dengan nada yang tak biasa bagi Auriga.

Auriga memutar tubuhnya menghadap Khandra.

"Iya."

"Iya?" Khandra membeo. "Kamu selalu nggak punya waktu buat aku, Ga. Jangankan jam makan siangmu, hampir setiap waktu kau tidak ada untukku. Kau kembali ke rumah dalam keadaan lelah, dan kau mengabaikanku. Seolah aku tidak ada."

"Khandra come on." Auriga mencoba membela diri. "Kau tau aku memang sibuk. Dan kebetulan saja Anindiya bekerja di tempat yang sama denganku. Dia temanku. Wajar kami makan siang bersama."

"Kalau itu alasanmu, Ga... Begini saja... Aku juga akan bekerja di Izora. Bagaimana?"

"Kau apa-apaan sih?"

"Aku benar kan?"

Auriga diam. Ia berjalan menjauh dari Khandra menuju kamar mandi. Mengabaikan gadis itu sepenuhnya, tidak perduli dengan apa yang akan dikatakannya.

Ditutupnya pintu kamar mandi. Dan Auriga menghilang di baliknya.

Sedangkan Khandra masih gusar bukan main.

"Rigaaa...!!" Seru Khandra kesal. "Kau tau betapa menyebalkannya dirimu? Kau terlalu sering mengabaikanku, sehingga rasanya aku akan meledak dengan semua perlakuanmu itu." Khandra mengetuk pintu kamar mandi dengan berang.

"Aku tidak ingin menghitung berapa kali kau telah mengecewakanku dengan sikapmu. Tetapi, Ga... Ini benar-benar menyakitkan untukku. Aku butuh kau menghargaiku selayaknya seorang suami menghargai istrinya. Riga... Aku sangat mengenalmu untuk tau bagaimana dirimu. Aku bahkan bisa melihat dari sorot matamu betapa berharga Anindiya bagimu. Jangan jadi pengecut dengan bersembunyi disitu, keluarlah dan katakan padaku siapa gadis itu."

Khandra menunggu.

Tak ada reaksi apapun dari dalam kamar mandi.

Auriga nampaknya tidak akan keluar dan menjelaskan satu hal apapun padanya.

"Kau tau, Ga.. Mencintaimu ternyata benar-benar berat dan melelahkan. Aku begitu ingin meraihmu, menggapaimu. Hingga aku harus menanggung kondisi yang menyusahkan seperti ini. Untuk sesaat aku percaya bahwa rumah tangga kita akan berjalan baik-baik saja. Tetapi kemudian aku akhirnya tersadar, hingga detik ini hanya aku yang percaya dan berusaha untuk hal itu. Sedangkan kau? Tidak pernah perduli."

"Mungkin aku salah... Seharusnya aku memperjuangkanmu. Bukan memaksakanmu mencintaiku. Tapi bagaimana caranya, Ga? Aku tidak tau. I love you so damn much that it is starting to steal other words meanings. Kulakukan segala cara untuk membuatmu mencintaiku, bahkan meski aku harus merubah banyak hal dalam diriku."

Klik.

Akhirnya pintu kamar mandi terbuka, Auriga berdiri disana, masih mengenakan pakaian lengkapnya yang tadi. Rupanya ia memang tidak mandi. Hanya kabur dari amarah Khandra.

Khandra bisa melihat di dalam mata Auriga, seperti ada yang kurang. Seolah ada yang tidak tepat.

"Ga.." Suara Khandra melembut. "Siapa Anindiya?"

"You've asked a very difficult question, Ndra." Auriga akhirnya bersuara. "Begini, Ndra... Kalau kau tanya siapa Anindiya, jawabanku masih sama. Tetapi kalau kau tanya bagaimana perasaanku pada gadis itu... Aku mencintainya, Ndra. Dan aku tidak ingin kau tau karena itu akan menyakitimu."

Khandra jatuh terduduk dengan memegang bagian dadanya. Ia merasa sesak nafas dan sakit teramat perih. Air matanya bercucuran tak tertahan.

Sesuatu di dalam hatinya telah terkoyak parah. Memberikan rasa sakit tak tertahankan.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang