31. (Un)Fortune Teller

3.4K 278 14
                                    


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Rendezvous (?)

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



Dari celah terkecil penutup jendela di sebelah kiri badan, sinar mentari mulai menusuk mata. Bagaimana tidak? Waktu sudah bergulir hingga sejauh ini ternyata, pukul enam lewat sepuluh sesaat setelah binar bulat itu terbuka. Terkejut? Sangat. Selamat datang, pagi ini ada kuliah hari pertama- dan telat bukanlah ide bagus untuk dirinya yang berstatus maba.

"Sialan kenapa bisa bangun telat sih?! Alarm bob-"

"Sstt-Anak perawan ngga boleh ngomong gitu, ah. Nanti jodohnya jauh, hih, amit-amit.." potong lelaki yang kini beriringan langkah dengan si manis berkemeja oversize di sebelah. Jari telunjuk dari salah satu sisi tangan ia gunakan untuk memblokade umpatan dan desah. Senin masih cukup panjang untuk di buat sambat pun adu resah.

Menepis sedikit kasar, bibir merah itu tanpa sadar ia majukan, "Apasih Haechan, laki-laki mana ada yang perawan?! Jejaka lebih tepat-"

"Sejak kapan mulut lelaki selemes punya mu, Njun? Aku saja yang admin gosip kampus kalah sama itu.."

"Bangsat ya, mentang-mentang pacarnya kating.."

Benar, Lee Haechan, lelaki berjuluk Fullsun ini memang sudah menjalin hubungan spesial dengan anak Fakultas Teknik satu angkatan lebih dulu di atas mereka. Bisa di bilang cinta pandangan pertama. Si gembul itu pernah bilang bahwa saat ospek ia pernah di tolong oleh lelaki bermotto 'cobain kuy' sewaktu hampir pingsan dahulu. Kalian tahu kan siapa tambatan hati si happy virus itu?

Setelah umpatan berhasil lolos dari mulut mungilnya, Renjun sedikit lega. Kekesalannya akan telat bangun terlampiaskan pada sang kawan yang baru saja unjuk gigi sebab puas tertawa. Tapi jujur, meski terlihat sangat siap akan segala konsekuensi yang bakal dosen beri, putera mama Huang tentu masih enggan memasuki kelas dengan lapang hati.

Dalam keheningan yang tercipta sepanjang jalan menuju gedung kuliah bersama, dua anak Adam sesekali melempar canda ketika salah satu tersandung batu atau tak sengaja dengan awkward bertegur sapa sesama mahasiswa. Tak selevel dengan lelaki Lee di kanan, Renjun tak se-terkenal itu di wawasan teman-teman sebayanya.

"Oh ya, Njun.."

"Hn? Mau minta ku ramal lagi?" celetuknya jengah. Yang membuka percakapan merotasikan bola mata lelah, "Aku sedang tidak bercanda by the way.."

"Of course me too.."

"Sialan, mentang-mentang kelas internasional ngomong ke temen pake bahasa Inggris. Sekalian saja besok-"

"Bacot ya pacarnya kak Lucas, lagian yang ngawalin tadi siapa.." keluh Renjun ketika penghidup suasana itu cengengesan disana. Bukan apa-apa, namun terkadang Haechan menyebalkan juga- sepertinya bukan kadang-kadang lagi, tapi selalu.

Siapa yang tidak sebal ketika teman merengek meminta untuk di dengarkan tapi pada akhirnya ia tengah mengerjai dirimu yang sudah fokus akan apa yang ia sampaikan. Begitulah Lee Haechan, seseorang dengan tingkat kebobrokan lebih dari separuh menyeluruh persen kewarasan.

Haechan baru saja hendak membuka mulut mengatupnya ketika sebuah bayangan seseorang tiba-tiba bergabung dari belakang dan menjadi orang ketiga di antara bayangan yang kedua, "Ah, boleh aku bergabung?"

"Eh? Siap-"

"Lee Jeno, FISIP, Hubungan Internasional, kelas A, NIM 423.." potong si surai gelap bermata bulan sembari menatap penuh hangat pada lelaki berjuluk pure boy di sebelah kanan.

[✓] Rendezvous | Oneshoot CollectionWhere stories live. Discover now