Sembilan

1.8K 156 18
                                    

Tak ada yang mau membuka suara lebih dulu. Melvan masih terserang virus ngambek, sedangkan Dave enggan mengeluarkan energi lagi. Jika diingat-ingat, memang tidak banyak yang ia lakukan jari ini, tetapi sungguh tubuhnya penat.

Tiba di halaman rumah, mobil Rendra sudah terparkir. Tak biasanya lelaki gila kerja itu sudah di rumah siang-siang begini. Usai menurunkan standar, Dave melewati mobil dengan tak peduli.

"Tumben bokap lo udah ba—" Melvan keceplosan. Aksi ngambeknya hampir saja gagal karena keingintahuan yang selalu bergerak pertama saat melihat hal aneh.

"Enggak tau."

Dave berjalan dua langkah di depan Melvan sambil menenteng kantong jajan milik Melvan. Dirinya memang tak sadar dengan apa yang ia sendiri lakukan. Tadi, ia melarang keras Melvan datang ke rumahnya hingga merelakan sejumlah uang jajannya untuk membayar itu, tapi nyatanya Melvan ia bawa ke rumah. Kemudian jajan Melvan pun tangannya refleks membawanya masuk. Lagipula, sahabatnya itu pun tak mengatakan apa-apa, ya sudah.

Baru memegang gagang pintu utama, pecahan entah benda apa, terdengar nyaring hingga menusuk telinga dua anak di luar. Perasaan Dave mulai tak enak. Tanpa salam, Dave masuk dan mencari dari arah mana bunyi itu berasal.

"Keputusan kita udah bulat! Kita cerai!"

Teriakan Rendra meluruhkan hati Dave yang berdiri tak jauh dari posisi mereka berada, ruang keluarga, tempat semalam dua orang dewasa itu memulai keributan.

"Aku dijebak, Mas! Aku enggak mau kayak gini. Kamu harus percaya sama aku."

"Percaya? Apa yang harus aku percaya? Kamu hamil sama laki-laki lain! Itu faktanya!"

"Pa!" Dave tak tahan lagi. Kantong di tangannya sudah lebih dulu jatuh sebelum ia melangkah menghampiri Stevi.

Dengan tubuh yang seolah berontak merasa sakit yang tak berujung, baik fisik juga hatinya, Dave membantu ibunya bangun. "Mama enggak pa-pa?" tanyanya khawatir.

Stevi menggeleng. Sungguh melihat ibunya terluka seperti ini, sesak merajai diri. Tangannya terulur menghapus air mata yang turun ke wajah cantik perempuan yang pernah mempertaruhkan nyawa demi melahirkan dirinya. "It's ok, Dave di sini."

"Biarin dia sendiri, Dave!" Perintah tegas itu tak Dave hiraukan. Mau bagaimana pun, ibunya tetaplah ibunya. Ia tak bisa membiarkan wanita paling ia sayangi mendapat perlakuan tak baik dari orang yang seharusnya menjaga dan melindungi.

"Kamu dengar apa yang papa bilang, kan?!"

Brak!

Cerita selengkapnya tersedia di Karyakarsa, ya💙

Yang nanya link di Karyakarsa, bisa cek di notifikasi dariku, ya🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang nanya link di Karyakarsa, bisa cek di notifikasi dariku, ya🤗

Come To Leave (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang