13. Mulai menghangat

98 14 3
                                    

Sebelum baca, alangkah baiknya vote terlebih dahulu

Saat istirahat kedua tadi, Elden dan Ara pergi kerumah Rea untuk mengambil motor Elden dikarnakan pulang nanti mereka tidak lagi harus memikirkan Adilla. Akan lebih bebas jika mereka pulang naik motor. Selain cepat, mereka juga bisa menghemat uang jajan.

"Itu tadi mereka nyangka kita berantem?"

Elden menoleh pada spion motornya sekilas, lalu mengedikkan bahu. "Atas dasar apa mereka mikir gitu?"

"Kalo gue tau, gue gak bakal nanya."

"Sensi amat."

Rea melengos. "Tapi si Nizar sama Adilla kayaknya berantem beneran." Rea mengangkat tangan kirinya. Setelah melihat angka yang tertera dijam hitam miliknya, kembali ia turunkan. "Denger gak?" sewotnya saat Elden tidak juga bersuara.

"Telinga gue masih normal buat denger omongan dari jarak sedeket ini." sindirnya.

"Diem diem bae lo. Jawab kek."

"Ngapain juga ngurusin hubungan orang lain. Mau jadi pelakor?" motor Elden berhenti dilampu merah. "Aww! Gila. Sakit bego!" tubuh Elden menggeliat saat Rea mencubit pinggangnya.

"Mulutnya jaga."

Elden masih sibuk mengusapi jejak cubitan Rea dibalik jaket hitam miliknya. "Eh gila. Sakit beneran anjir."

Rea berdecih meremehkan. "Cemen banget."

Elden delik tak suka. Baru saja ingin mengeluarkan protesannya, lampu diatas sana berubah warna menjadi kuning yang tak lama berubah menjadi hijau. Dengan wajah enggan akhirnya Elden menelan semua kata katanya dan kembali melanjutkan perjalanan.

Selama perjalanan hanya hening yang menyelemuti keduanya. Tak lama motor berhenti tepat didepan gerbang rumah Rea.

Sang pemilik pun turun. Setelah membuka helm miliknya, Rea diam mengamati pergerakan Elden yang tengah menstandarkan motornya.

Merasa diperhatikan, Elden pun mengangkat wajahnya. "Apa?" Rea menggeleng. Melihat itu, Elden pun ikut menggelengkan wajahnya.

"Lo kenapa bisa se ganteng ini, Den?"celetuknya tiba tiba.

Elden manusia. Dia normal, diserang pertanyaan semacam itu tentu berhasil membuatnya malu bercampur bangga.

Dengan gaya so keren, Elden menyisir rambutnya kebelakang. "Takdir."

Namun tiba tiba Rea menggosok wajahnya dengan satu tangan bebasnya. "Kayaknya gue butuh aqua." Elden mengerutkan keningnya. "Apapun yang tadi gue omongin, jangan lo anggap. Gue ngantuk jadi mulutnya ngelantur."

Sial.

Dengan cepat Elden memutar kunci dan menghidupkan kembali motornya. "Tidur sana lo! Yang lama biar mulut lo gak ngefly lagi." gerutu Elden yang disambut oleh tawa puas Rea.

Motor Elden pun melesat kearah barat meninggalkan Rea yang masih sibuk dengan derai tawanya. "Ah gila. Si Elden bisa blushing juga?" tanya nya pada diri sendiri. Setelah itu ia kembali tertawa sambil berjalan kedalam rumah seperti orang gila.

Faktanya, kedua kutub yang telah lama saling menutup kini mulai menampakkan kehangatannya dengan cara tersendiri.

"Assalamu'alaikum."

Arshita datang dari arah dapur dengan sepiring kue kering ditangannya. "Waalaikumsalam. Tumben cepet. Gak eskul dulu?"

"Enggak, ma. Lagi libur." lalu ia mencium tangan Arshita. "Mama bikin kue lagi?"

IK HOU VAN JEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora