Part 7: Kemah Pertama

285 19 2
                                    

   Tap!

   “Ayo, kamu bisa,” ucap Hasbi mendorong Fely yang kesulitan dengan trek yang menanjak.

   Sam menoleh kebelakang. Memastikan bahwa semua temannya dalam keadaan baik-baik saja. Matanya kembali mengarah ke atas. Menatap rimbunnya pohon yang sedikit menutupi cahaya matahari untuk masuk kedalam hutan. Sesekali ia melihat arlojinya.

Sam masih berdiri dan melihat semua teman-temannya. Semua temannya ikut berhenti. Mencari posisi tanah yang bisa menahan badan mereka dari trek yang curam.

Sam terengah. Napasnya memburu. Ia mengangkat tangan kanannya. Tangan kirinya menempel pada lutut, menopang tubuh yang terbungkuk. Sam memberi isyarat pada semua temannya untuk berhenti sejenak. Rupanya, perbekalan yang banyak dalam tas carrier besarnya itu membuat Sam kewalahan menghadapi trek bukit yang semakin menanjak.

   “Biar aku yang bawa tasmu,” ucap Rizal yang berdiri di dekatnya.

   Sam menoleh. Ia mengangguk. “Sampai di atas saja. Sebentar lagi kita sampai di kubang bagong. Kita kemah di sana.”

   Rizal mengangguk paham. “Tenang saja.”

   Sam melepaskan tas carriernya, begitupun Rizal. Mereka bertukar carrier sama halnya seperti Hasbi, dan Jarsip di barisan belakang.

   Perjalanan dilanjutkan. Sam tetap memimpin barisan. Suara hutan di sore hari mulai berubah. Lebih terdengar suara tonggeret yang semakin memekakkan telinga. Selama menelusuri jalanan setapak, teman-teman Sam, terutama yang perempuan lebih memperhatikan semak, dan pohon sekitar. Yang mereka takutkan hanya serangan ular yang tiba-tiba akan datang kapan saja saat lengah.

   Kini jalanan sudah mulai landai. Mereka berada dalam suatu hutan yang hampir mirip seperti perkebunan pohon karet. Banyak pohon besar berdiri di sana. Jalanan setapak tidak terlihat lagi. Karena yang mereka pijak kini, hanyalah tanah yang luas. Dan pohon-pohon besar ikut berdiri di sana. Mereka benar-benar ada dalam tengah-tengah hutan.

   “Kita dirikan tenda di sini,” ucap Sam yang mulai berhenti melangkah. Matanya memperhatikan sekeliling hutan.

   Suara tonggeret semakin banyak. Menambah kesan hutan yang masih alami.

   “Kau yakin, Sam?” ucap Rizal terdengar ragu. Ujung matanya sama, menyapu sekeliling hutan.

   “Ya, memang di tempat inilah aku dan teman komunitasku berkemah dulu,” jawab Sam seadanya. “Kubang Bagong.”

   “Tempatnya gelap,” desis Vera.

   Brukk!!

   Jarsip menjatuhkan tas carrier besar itu dengan sangat keras, membuat semua temannya mengalihkan pandangan pada sumber suara.

   “Tempat ini benar-benar indah, teman,” celetuk Jarsip memperhatikan seisi hutan. Tangannya terentang.

   “Pacarmu ini memang selalu punya perbedaan dari pria lainnya di sini,” bisik Desi di dekat Fely.

   Fely memiringkan bibirnya. Ujung matanya melirik Desi.

   Hasbi, dan Sam mulai membuka tas carriernya. Tas yang awalnya di bawa oleh Rizal, dan Jarsip itu memang dimuat untuk memasukan tenda. Kini mereka mengambil, dan mulai mendirikan tenda.

Sam di bantu Rizal memasangkan tenda bulat yang terlihat cukup besar. Sepertinya lima orang dewasa bisa masuk di tenda itu, beserta bawaan yang mereka bawa.

Disisi satunya, Hasbi dan Jarsip tidak kalah cepat untuk mendirikan tenda yang sama besarnya. Tenda itu khusus untuk para wanita nantinya.

Sementara para lelaki mendirikan tenda, ke empat wanita di sana hanya duduk memperhatikan.

Napak TilasWhere stories live. Discover now