18. Spesial Reon

14.8K 761 40
                                    

**Reon Telat**

Reon mengerjapkan matanya beberapa kali, rupanya ia baru bangun dari tidurnya. Reon menggeliat santai dan semakin memeluk erat boneka jerapah-nya. Namun, ayam tetangga yang berisik membuat Reon mau tidak mau harus bangun.

Reon duduk sebentar sambil mengumpulkan nyawanya. Reon mengambil gelas berisi air putih di atas nakas lalu meminumnya sampai habis. Reon menguap dengan sangat nikmat. Rasanya ia ingin menjatuhkan tubuhnya lagi ke tempat tidur ternyamannya. Hal itu mungkin akan terjadi jika Reon tidak melihat jam beker-nya.

"AAAAAA ... MAMA, PAPA, REON TELAT..!!" teriak Reon panik. Ia melempar bonekanya ke sembarang arah. Jam sudah menunjukkan pukul 04.55 pagi.

Ran sempat menghentikan kegiatan memasaknya, ia kemudian tertawa pelan, "Pasti mendramatisir keadaan lagi," kata Ran.

"Reon, ya?" tanya Shion.

"Iyalah, siapa lagi? Kamu? Ngomong-ngomong kamu juga pernah kayak gitu, bikin Leon panik saat di rumah sakit. Eh, ternyata kamu cuma pingsan. Antara bersyukur karena kamu baik-baik aja dan kesel pengin botakin rambut kamu," jelas Ran.

Shion menyesap kopi hangatnya dengan santai, "Membuat orang panik itu seru, Ran. Lain kali kamu harus coba. Ah, aku tiba-tiba kangen saat anak-anak masih kecil. Nggak nyangka sekarang mereka sudah dewasa. Apalagi Leon sudah berkeluarga. Aku rindu saat dimana anak-anak sampai menangis karena minta es krim," Shion tertawa renyah setelahnya.

Ran menunduk, ia tersenyum dalam diam. Jujur, ia merasa kesepian sekarang. Leon sudah menikah, Reon sibuk sekolah, Shion juga harus bekerja. Ah, rasanya Ran ingin kembali ke masa dimana Leon dan Reon masih kecil.

Mungkin jika Reon sudah kuliah nanti rumah akan semakin sepi. Tidak ada lagi Reon yang cerewet. Apalagi saat Reon sudah bertemu dengan gadis pilihannya dan akan menyusul Leon untuk menikah. Baik Shion maupun Ran, keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing. Sampai-sampai ada suara nyaring yang memecah keheningan.

"Mama, papa, gawat nih, Reon telat!" kata Reon sambil berlari dan langsung mengambil tempat duduk di meja makan.

"Santai, Reon. Ini baru jam setengah enam," kata Ran.

"Iya sih, tapi kan ..." Reon menggantung kalimatnya.

"Tapi apa?" tanya Shion.

Reon kaku seketika. Ia harus bagaimana? Tidak mungkin jika Reon mengatakan hal itu sekarang pada papa dan mama. Reon mencoba mencari alasan yang logis.

"Err ... Ehehe, Reon mau pakai wi-fi di sekolah untuk download film, Pa," kata Reon berbohong. Reon itu tidak pintar berbohong, kalau dia berbohong, Reon akan menggaruk pipi kanannya dengan jari telunjuk seperti yang ia lakukan barusan.

"Kan di rumah sudah pasang wifi," jawab Shion enteng.

Nah, kan. Kena kan Reon. Mau beralasan apa lagi dia? Mau beralasan kalau wi-fi sekolah lebih nyaman, bersahaja, merakyat, dan ... Ah, tidak mungkin Reon bilang seperti itu.

"Ehehe," pada akhirnya Reon hanya menjawab dengan tawa garingnya saja.

Saat makanan sudah tersedia, mereka bertiga pun sarapan bersama. Kadang Reon mengajak Shion dan Ran mengobrol, tetapi selalu dinasihati kalau makan tidak boleh bicara. Reon hanya merengut.

"Pa, anterin Reon, ya," pinta Reon setelah selesai sarapan.

"Tumben mau dianter," kata Shion heran.

"Capek, Pa ..." jawab Reon dengan nada yang sengaja ia buat memelas agar papanya bersedia untuk mengantarnya.

"Iya, iya," kata Shion pada akhirnya. Reon bersorak gembira.

Berkat diantat Shion, Reon bisa sampai di sekolah pukul 06.20, Reon bersyukur. Setelah berpamitan pada Shion, Reon segera melangkahkan kakinya menuju ke kelas.

**Reon Risih**

Reon berjalan dengan santai, tetapi sedikit tergesa-gesa. Reon berusaha untuk tidak berlari karena ada peraturan dilarang berlari di sepanjang koridor sekolah. Saat hampir sampai di kelas, Reon terkejut.

Di depan kelas Reon, sudah banyak barisan para siswi penggemar Reon, baik adik kelas, seangkatan, bahkan sampai kakak kelas. Mereka membawa barang yang berbeda-beda, mulai dari boneka, cokelat, sampai mainan anak-anak seperti robot, mobil, puzzle, bahkan ada yang dibungkus rapi dengan kertas kado.

Oke, mungkin Reon masih bisa memaklumi yang membawa puzzle karena dia memang suka bermain itu. Namun, yang membawa robot dan mobil ... Bukankah itu sedikit ... memalukan untuk Reon.

Reon masih tetap tersenyum seperti biasa. Reon melangkah mendekati mereka. Tidak! Sebenarnya Reon bertujuan untuk masuk ke kelas, tapi terpaksa harus menghampiri mereka dulu karena mereka menunggu Reon sampai di depan pintu kelas.

"Selamat pagi," sapa Reon yang disambut dengan suasana riuh dari para penggemarnya.

"Aww ... Baby Rechan!!" teriak kakak kelas.

"Rere cute!!" teriak teman seangkatan Reon.

"KAK RE, AKU PADAMU!!" teriak para adik kelas paling keras dan berhasil membuat kelas XI dan XII melirik tajam ke arah mereka.

"Aduhh, brisik amat sih!" protes Rika dari dalam kelas sambil menutup kedua telinganya.

"KAMU BILANG APA?" tanya Raka dengan berteriak.

"MEREKA BERISIK!!" jawab Rika juga dengan berteriak.

Sedangkan Ricki hanya diam. Walaupun begitu, Ricki tidak bisa berbohong kalau dia memang benar-benar terganggu dengan penggemar Reon. Ricki tidak bisa berkonsentrasi belajar!

Lima belas menit telah berlalu, Reon masuk kelas dan menaruh hadiah dari para penggemarnya di belakang kelas. Si kembar tiga menghampiri Reon.

"Reon, kamu baik-baik aja kan? Mereka nggak ngapa-ngapain kamu kan? Kamu nggak luka kan? Mereka nggak main kekerasan kan? Cih, mereka itu benar-benar mengganggu ketenangan orang lain," tanya Rika khawatir. Bagaimanapun, Reon sudah seperti adiknya sendiri. Eh. Mungkin efek karena Rika anak bungsu?

"Hehe, Reon baik-baik aja kok. Kalian nggak perlu khawatir," jawab Reon manis. Rika bernapas lega.

"Terus hadiah yang banyaknya bukan main itu mau kamu kemanain? Mau dibuang, dibakar, dihanyutkan di sungai, atau mau kamu kubur aja didalam tanah biar jadi pupuk kompos suatu hari nanti?" tanya Raka. Abaikan tentang yang menjadi pupuk kompos.

"Eh, jangan," Reon menggelengkan kepalanya. "Reon mau kasih itu ke temen Reon di panti. Mereka pasti seneng," jawab Reon. Sayang tahu kalau dibuang. Mainan itu pasti mahal.

"Oh, gitu," kata mereka bertiga.

"Hehe, i-iya gitu. Um, R-Reon mau ke toilet sebentar. Hehe, kebelet," tanpa menunggu jawaban dari ketiganya, Reon langsung berlari ke toilet.

"Dia memang udah kayak adik kita sih," kata Ricki.

"Setuju," jawab Raka dan Rika bersamaan.

Toilet sekolah kebetulan sepi. Baru saja ada satu siswa yang keluar. Tapi Reon tidak kenal, jadi Reon hanya tersenyum saja. Reon masuk ke salah satu bilik toilet. Reon menghembuskan napas beratnya. Reon menyisir poninya kebelakang dengan menggunakan tangan kanannya.

Tangan kiri Reon menggenggam erat, "Tch, merepotkan."

.

.

.

.

.

Tbc

REON PUNYAKU..!!
#bekap Reon - ikat Reon - karungin - bawa pulang

My Childish Husband : Leon's Love Story (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang