2 - Hate To Be Love

47 8 3
                                    

Karya ainaraksloka
Genre: Teenfiction

"Ish, balikin botol minum gue!" bentak Alea pada Rivan.

Mereka adalah rival, bagai tiada hari tanpa ribut.

Selalu ada saja ulah yang dibuat oleh Rivan untuk memancing amarah Alea. Rivan suka saat Alea marah karena menurutnya itu lucu.

"Pelit banget sih lo, gue kan haus." Dengan rasa tak bersalahnya Rivan langsung meneguk setengah isi botol minuman milik Alea.

Melihat itu membuat emosi Alea memuncak."Rivan balikin!!"

Alea berusaha mengambil botol minumnya yang masih berada ditangan Rivan yang sengaja di tinggikan mengingat postur tubuh Alea yang tidak terlalu tinggi, membuat Rivan semakin merasa lucu.

Saat Alea berusaha mengambil botol minumnya dengan cara melompat, dirinya tak sengaja menubruk tubuh jangkung Rivan sehingga membuat Alea kehilangan keseimbangan.

Alea memejamkan mata, bersiap menanggung malu sekaligus sakit. Lama, tetapi Alea tak merasakan sakit atau sekedar mendengar tawa murid lain jika dirinya jatuh.

Perlahan Alea membuka matanya. Mata Alea semakin melebar saat mendapati wajahnya hanya berjarak beberapa senti saja dengan Rivan.

Cukup lama mereka seperti itu, dengan posisi berdiri yang cukup dekat, Rivan memegang pinggang langsing Alea, sampai Rivan memberikan kedipan sebelah mata pada Alea. Entah kenapa Alea merasa darahnya berdesir, jangtungnya berpacu melebihi ritme.

"Gue benci lo," bisik Rivan.

Saat itu juga wajah Alea yang merah tersipu kini tergantikan oleh merah padam tanda murka,
"Gue juga benci lo!" Alea menjawab perkataan Rivan dengan emosi yang berkobar.

Namun l, kejadian sahut menyahut tadi seolah mereka tengah saling membalas perasaan masing-masing seperti, "gue suka lo," ungkap Rivan. "Gue juga suka lo," jawab Alea.

Seiring berjalan waktu, mereka semakin dekat walau harus lewat pertengkaran.

Namun, siapa sangka, bahwa Rivan begitu hanya agar dirinya bisa selalu dengan Alea.

Hari ini, Alea ada pelajaran olahraga, saat hendak mengambil baju olahraganya yang berada di loker, tiba-tiba ada tangan seseorang yang lebih dulu merampas baju olahraga milik Alea dan membuat Alea membalikkan badan.

"Balikin," pinta Alea.

"Gak mau," jawab Rivan dengan enteng.

"Van, gue gak mau bercanda, ish."
Alea mulai kesal.

"Gue juga gak mau bercanda, Leaa."

"Balikin ih!"

"Ambil dong kalo nyampe." Rivan meninggikan tangannya yang tengah memegang baju olahraga milik Alea.

Alea paling tidak suka jika sudah seperti ini, Takut kejadian beberapa waktu lalu terulang lagi.

"Rivan, balikin!" Rivan semakin ngeyel dan malah semakin jadi, karena dirinya sudah punya ide.

"Gak mau, abis gue sebel sama lo."

"Gue juga sebel sama lo?"

"Gue kesel sama!"

"Gue juga kesel sama lo!"

"Gue benci sama lo!"

"Gue juga benci sama lo!"

"Gue suka sama lo!"

"Gue juga suka sama lo!" Sepersekian detiknya Alea langsung menyadari kata-katanya barusan, sedangkan Rivan yang mendengar itu, kini raut wajahnya penuh kemenangan.

"Yhaaaa, ngaku juga lo akhirnya."

Wajah Alea kembali memerah karena malu.

Rivan mengambil tangan Alea dan menggenggamnya."Al, gue cinta sama lo." Dan saat itu juga, rasanya Alea ingin berlari secepat mungkin, tetapi pikirannya kembali mengingat bahwa Rivan adalah orang yang jahil, siapa tahu dirinya hanya ingin bercanda atau menjebak Alea saja.

"Gue kan udah bilang, gue gak mau bercanda." Alea melepas genggaman tangan dari Rivan, namun segera digenggam lagi oleh Rivan.

"Al, cinta ga sebercanda itu. gue jail, tapi gue tau kapan harus bercanda dan serius. dan sekarang gue serius, Al."

Alea bisa melihat keseriusan dari seorang Rivan, itu terlihat dari raut wajahnya yang biasa menjengkelkan karena jahil kini berubah menjadi tegas, nada bicara yang biasanya seperti tanpa dosa kini berubah menjadi sangat lembut, seolah butuh kepastian.

Alea tak tahu, haruskah ia menerima atau menolak. tapi disisi lain, Alea juga bingung mengapa debaran jantungnya selalu melebihi ritme saat bersitatap dengan Rivan.

"Al, gue capek berantem terus sama lo. Lo tau, apa alasan gue ngajak lo ribut mulu?" Alea terdiam. "Itu gue lakuin, supaya gue bisa deket terus sama lo, karena gue ga punya cara lain, Al." Wajah Alea kini seperti kepiting rebus.

"Apa alasan lo suka sama gue?" tanya Alea.

"Al, gue gak punya alasan kenapa suka sama lo, karena gue gak suka sama lo, tapi cinta. dan cinta gak butuh alasan Al, yang dia butuhin cuma balasan. jadi?"

"Buat gue percaya sama lo, Riv." Rivan menganggukkan kepalanya.

"Lo, terima kan?" desak Rivan

"Ga." Seketika raut wajah Rivan menjadi datar.

"Heuu, capek-capek gue ngomong panjang lebar sama lo curut. emang gue se-enggak meyakinkan itu ap–"

"Gak salah lagi." Alea tersenyum setelah memotong ucapan Rivan.

Tanpa basa-basi Rivan langsung mengganti genggamannya menjadi sebuah pelukan, bahkan lupa bahwa ini masih disekolah.

"Riv, lepas ish. malu, ini masih disekolah dongo." Alea mencoba melepaskan pelukannya, namun tak kunjung lepas.

"Makasih ya, Al." setelahnya Rivan melepas pelukannya. Alea hanya menganggukan kepala sambil tersipu.

"Yaudah yuk ke kantin, Bep."

"Ih jijik."

"Biarin wleee." Rivan menjulurkan lidah lalu berlari menjauh karena tahu akan di pukul oleh Alea.

"Sini lo!" Alea terus mengejar Rivan.

Hari itu, ruang loker, juga Tuhan, telah menjadi saksi dari awal kebahagiaan mereka berdua.



–End–

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now