Prologue

519 52 13
                                    

It All Starts From Here: Prologue

.

"Selamat bermain."

Pintu tertutup, meninggalkan keempat bocah di ruangan yang sama, tidak tahu mau melakukan apa. Hening, canggung, dan bingung menguasai, mencari cara mengakrabkan diri. Tapi, pertemuan pertama memang tidak bisa langsung diharapkan baik, kesan-kesan antara grogi, kaku, dan sungkan bercampur aduk dari mereka hingga atmosfer ikut terpengaruh.

Masih enggan membuka mulut, bunyi napas yang saling bersahutan dan membeku di udara lantaran masih musim dingin terdengar bersamaan. Sama sekali tidak tahu akan melakukan apa, ataupun bagaimana cara untuk berkenalan. Mereka berasal dari negara yang berbeda, meski fasih dalam bahasa Inggris pun mereka tak tahu apa yang mau mereka bicarakan. Hanya saling menatap satu sama lain dengan raut yang berbeda sama sekali.

"Well, uh," gadis kecil bersurai pirang itu angkat bicara setelah lama mereka berdiam diri, "hai?" dia mencoba tersenyum ramah—jatuhnya gugup.

"Hai," balas gadis lain, "juga," tambahnya kemudian dengan cepat.

"Kenapa kita harus terjebak di ruangan ini bersama-sama?" anak laki-laki dengan surai perak itu buka suara bosan, memutar mata dan duduk di kursi terdekat.

"Mereka menyuruh kita bermain," bocah terakhir yang menanggapi hanya nyengir lebar, "Ayo main!"

"Tidak, aku tak mau main dengan perempuan."

"Apa?! Aku ini laki-laki!"

"Benarkah?"

"Tidakkah kau lihat dengan baik? Matamu ke mana?"

"Mataku masih menempel, trims sudah bertanya."

Gadis pembuka percakapan paling awal tadi langsung gelagapan, "S-sudah, jangan bertengkar—"

"Percuma melerai mereka," sahut gadis bersurai gelap yang paling tenang, dengan kalem memperhatikan kedua bocah laki-laki yang kini saling melempar tatapan tajam, "hmp, orang-orang bodoh," gumamnya kemudian pelan.

Anak lelaki bersurai merah tadi pun akhirnya beralih padanya dengan pipi yang digembungkan, "Kami tidak bodoh," sanggahnya cemberut, "ya sudahlah. Ayo kenalan saja."

"Dimulai dari siapa?"

Keempatnya lalu saling bertukar pandang, melempar tatapan bingung satu sama lain. Tidak tahu siapa dulu yang harus memperkenalkan diri, dan senyap kembali menguasai ruangan itu sementara empat bocah tersebut berpikir keras siapa yang akan mulai duluan.

"Helga Hufflepuff."

Ketiga anak kecil itu menoleh bersamaan ke arah gadis pirang, yang kini tersenyum ke mereka. "Helga Hufflepuff, kalian bisa memanggilku Helga," ujarnya mengulang ucapannya.

"Helga, oke," gadis yang lain menganggukkan kepala mengerti, "Rowena Ravenclaw, panggil nama depanku saj—"

"Ro?"

"Ya, itu juga boleh," gadis itu—Rowena, menghela pasrah sementara Helga tertawa kecil, "kalian berdua? Daritadi kerjaannya bertengkar saja."

"Godric Gryffindor!" Bocah bersurai merah tadi berujar dengan sangat riang, "biasanya banyak yang memanggilku dengan 'Ric, tapi panggil aku Godric saja!"

"Oke, 'Ric."

"Godric!" Godric memprotes pada anak terakhir, "lalu kau? Angkuh dan sombong, persis ular, hih," ejeknya membuat anak itu memutar mata untuk sekian kalinya.

"Ya," tanggap Rowena menyetujui, lagi-lagi menganggukkan kepala.

Perempatan imajiner muncul di dahi anak tersebut, "Salazar," ucapnya pelan, seakan berbisik.

It All Starts From HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang