A

3K 437 60
                                    

Mulanya matahari bersinar tepat di atas kepala. Dalam cahaya yang menyentuh kaki bumi, kerikil pasir halus tampak berterbangan tertiup angin laut.

Levi Ackerman mengadah pelan. Kedua mata keabuan menyipit ketika dipaksa memandang garis cakrawala. Sangat menyilaukan, begitu panas. Merasakan sensasi teriknya mentari membakar kulit putih. Tetapi rasa itu tak membuatnya untuk meringkuk pelan, bersembunyi di bawah payung besar berwarna pelangi. Melirik ke sekitar, hanya segelintir orang yang berlindung dari sinar matahari berbekal alasan klise: takut kulitnya menghitam.

Hanya beberapa detik sebelum akhirnya pria itu memutuskan untuk kembali menantang langit dengan sorotnya. Ia menarik napas dalam-dalam. Menghirup aroma sejuk begitu khas yang orang bilang dapat menenangkan pikiran. Tak lama udara dalam paru-paru pun dihembuskan perlahan seraya jemari menyisir helaian poni. Anak rambutnya berterbangan pelan. Terus tertiup angin yang terasa sejuk ketika menghempas sisi wajah.

Saat ini ia sedang duduk bersantai di kursi kayu. Sambil menselonjorkan kedua kaki, Levi meluruskan pandangan. Menatap ujung laut yang entah seberapa luas nan jauh dibanding tempatnya saat ini. Di atas birunya ombak air, sebuah perahu besar berlayar konstan. Terus menjauh hingga akhirnya menjadi titik kecil lalu menghilang di ujung sana.

Nomad bersayap baru saja terbang melewati kepala. Pergi menjauh. Tinggi hingga tangan-tangan usil tak sanggup lagi menangkap, beranjak ke tempat dimana pemilik mata keabuan tidak bisa melihatnya.

Kelabu dirundung pilu. Tak ada lagi sorot tajam yang sanggup menakuti orang asing dengan tatapannya. Sebab kini Levi termenung sendirian. Meratapi semua gejolak peluka hati. Ia gusar. Ia nyaris putus harapan. Hantaman yang dideranya memang sangat mematikan. Cukup untuk membunuh lebih dari satu hati yang dulu sempat memberikan perasaan seutuhnya.

Dimana pria yang kata mereka bisa menundukkan siapa pun hanya dengan tatapannya? Tak ada yang tahu. Ia menghilang, bagai bersembunyi pada tempat sudut terkelam. Lalu berharap-harap kecil jika semuanya akan baik-baik saja dan ia bisa kembali seperti semula.

Levi menghela napas kasar. Penat. Semua ini terlalu memuakkan.

Tak bisakah dunia memberinya waktu sedikit lebih lama untuk berbahagia? Levi tidak habis pikir. Di saat keluarga lain menghabiskan waktu di pantai untuk bersenang-senang, mereka malah datang kemari untuk menjernihkan pikiran. Mendinginkan suasana yang belakangan ini selalu saja memanas. Hingga akhirnya mendapatkan sebuah jawaban.

Levi sudah bosan bertengkar, dan mungkin wanitanya juga merasakan hal itu. Mereka telah menyentuh fase dimana terlalu lelah berkonflik sehingga hanya bisa pasrah dengan keadaan. Pria itu selalu saja mempertahankan apa yang seharusnya ia lepas dengan embel-embel cinta sehidup semati. Walau sisi lain dari dirinya mengolok dan berkata jika sudah tak ada lagi yang bisa dipertahankan dari hubungan ini.

Mencoba mengesampingkan pikiran perusak hati, pendengarannya menangkap suara gemuruh ombak. Bergerak mencapai bibir pantai sambil membuat gelombang sedang yang memecah ketika di tepian. Riuh itu saling berbaur, meninggalkan kesan menenangkan. Ditambah dengan sedikit kicauan burung-burung yang menunggu diberi makan oleh para wisatawan.

Selain menangkap suara alam, telinganya juga mendengar sebuah tawa yang sudah ia kenal betul siapa pemiliknya.

Berjarak beberapa meter di depannya, Levi dapat melihat [Name] yang tengah asik membantu Selina membuat istana pasir. Wanita itu tertawa lepas ketika usahanya membangun menara tinggi gagal sebab pondasi yang tidak kuat. Melihat hal tersebut, si Bocah langsung cemberut. Merasa kecewa karena mamanya tak bisa membuat istana dengan baik.

Melihat [Name] tertawa lepas, Levi merasa hatinya bergemuruh kecil. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali ia menatap wajah berseri itu. Kalau tidak salah beberapa bulan yang lalu; ketika mereka berdua duduk santai di sofa sambil menonton film komedi. Ia tertawa hingga air matanya meleleh karena adegan-adegan yang ditampilkan dirasa terlalu lucu.

Before DawnWhere stories live. Discover now