Permintaan

2K 194 8
                                    

Pagi ini semua kembali menyenangkan. Papa kembali di sisi Ihsan. Bersama Ihsan, menemani Ihsan lagi. Bahkan pagi ini, semua ikut gembira. Angin berhembus menyenangkan. Burung-burung bersiul seakan menyambut papa yang kembali dari Medan perang. Papa berdiri di belakangku. Berjalan sembari memperhatikan aku berjalan di depannya. Tidak seperti biasa, pagi ini papa mengantarkan aku berjalan kaki. Katanya, ia ingin lebih dekat denganku. Katanya ia ingin menunjukan aku sesuatu yang baru. Yah, benar semuanya terasa baru dan menyenangkan. Rumah kami memang sedikit jauh dari sekolah. Untuk itu kami harus berjalan menuju halte terlebih dahulu. Ini adalah pertama kalinya aku naik kendaraan umum. Aku memang pernah sesekali di ajak berjalan-jalan oleh ibu Anna.

Wanita itu mengajakku pergi ke pasar ketika teman-teman belajar. Bu Anna juga pernah mengajakku pergi ke kolam di depan sekolah. Sekolahku memang berada di dekat pasar. Ada kolam luas di sebrang sekolah di samping masjid. Ibu Anna suka membawaku kesana. Hanya kami berdua. Ia akan memperhatikanku. Caraku berbicara, caraku berjalan, bahkan caraku menghafalkan semua benda-benda yang mungkin belum pernah aku jumpai. Aku yakin sekali bahwa alasan papa membawaku seperti ini atas permintaan Bu Anna. Yah, benar. Aku mendengarnya kemarin ketika makan malam di rumah Bu Iffah. Mereka membicarakan aku.

Caraku begitu dekat dengan udara bebas. Caraku menikmati air dan menatap ikan-ikan di kolam sana. Caraku beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Aku menciptakan duniaku sendiri. Hanya ada aku dan papa itu sebabnya Bu Anna mencoba meluaskan duniaku dengan cara seperti itu. Selama ini aku hanya mengenal rumah dan papa itu saja. Bahkan aku terlalu asing dengan jalan di sekitarku. Aku hanya hafal rumah sakit. Karna kedua tempat itulah yang selalu aku kunjungi.

"Hati-hati Ihsan", kata papa.

Aku hanya mengangguk. Sesekali berhenti kemudian melambaikan tanganku ke udara. Terasa begitu dingin. Ada angin-angin yang berjalan tanpa aku bisa melihatnya. Aku tertawa. Itu terasa sangat lucu bagiku. Hingga aku bertepuk-tepuk. Menggelengkan kepalaku karna takjub.

"Ihsan, bus kita datang", seru papa.

Pria itu merengkuh tubuhku. Ia menggenggam tanganku begitu erat. Kemudian kami mulai naik kendaraan yang begitu besar. Bukan hanya kami. Tapi beberapa orang yang ada disana juga ikut naik ke atas bus. Tak lama kemudian bus mulai melaju. Aku sedikit takut. Ku eratkan genggaman tanganku. Ku sembunyikan wajahku pada pinggul papa. Yah, aku masih kecil. Sekali lagi, umurku baru 5 tahun.

"Kenapa?"

"Takut papa... Takut... Takut papa... Takut... Ihsan takut papa... Takut... Ihsan takut papa... Takut..."

Papa terkekeh. Mungkin baginya wajar aku merasakan hal semacam ini. Aku tak pernah sering keluar bersama papa. Duniaku sekitar apa yang papa pijak. Aku pun tau bagaimana resiko menjadi seorang anak prajurit. Banyak waktu papa yang tersita. Aku tak pernah mengeluh padanya. Meskipun dalam hati aku ingin seperti anak yang lainnya. Aku ingin papa selalu di sisiku, bermain bersamaku seperti ayah mereka. Aku ingin papa menatapku tumbuh dan berkembang. Sebab, hanya papa yang aku punya. Hanya papa lah satu-satunya orang tua yang aku miliki.

"Assalamualaikum", sapa Bu Iffah ketika kami telah sampai di gerbang sekolah.

"Wa'alaikumsalam"

Aku mencium tangan wanita paruh baya itu. Papa pun melakukan hal yang sama. Ia kecup juga punggung tangan Bu Iffah. Aku mulai berlari. Menuju permainan-permainan yang telah di sediakan di halaman sekolah. Hanya satu tempat yang aku tuju. Perosotan warna-warni yang ada di ujung sana. Tidak, aku tidak suka naik perosotan. Aku hanya ingin bernaung di bawahnya. Aku ingin menghitung batu, atau menerka berapa banyak pasir yang ada disana. Atau menghafal warna-warna yang di cat pada perosotan itu. Tidak seperti anak lain, aku tidak suka bermain. Aku hanya suka berlari. Itu saja.

Sekeping Cinta Buat Papa *SUDAH TERBIT*Onde histórias criam vida. Descubra agora