Lebih Indah

1.7K 173 7
                                    

"Ihsan...!!", Teriak papa ketika melihat aku di teras rumah.

Aku melonjak kegirangan. Papa segera memeluk tubuhku. Melambungkan tinggi ke udara. Ah, bahagianya. Akhir-akhir ini aku merasakan sebuah keluarga yang sesungguhnya. Tidak ada lagi duka dalam rumah kami yang sederhana. Sebuah rumah pemberian dari negara. Mama Anna juga memiliki rumah sendiri. Lebih besar dari rumah ini. Tapi sekali lagi aku tekankan. Mama Anna adalah perempuan baik-baik, ia memilih mengikuti papa untuk hidup sederhana. Sungguh aku begitu bangga padanya.

"Sudah pulang mas?", Kata Mama Anna dari ambang pintu.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Mama Anna mencium tangan kanan papa. Tangan kiri papa masih mengangkat tubuhku. Kemudian ia mencium kening Mama Anna. Merapatkan dirinya dengan perempuan itu. Ah, indah sekali. Aku melihat ada sebuah cinta disana. Sebuah cinta yang saling terpancar dari kedua pasang bola mata yang saling beradu.

"Bagaimana hari ini?" Kata Mama Anna.

Papa tersenyum. Kemudian menuntun mama masuk kedalam rumah. Bibirnya mulai bercerita satu persatu kisah yang ia alami hari ini. Dengan sabar Mama Anna mendengarkan kisah itu. Beberapa kali juga ia mengomentari cerita papa. Membuat papa terkekeh kemudian mereka tertawa bersamaan. Tak ada lagi cadar yang menutupi sebagian wajahnya Mama Anna. Papa bisa melihatnya dengan leluasa. Hanya saja mama masih menggunakannya ketika ia keluar rumah.

"Apa Ihsan merepotkan hari ini?" Tanya papa.

"Mas, Ihsan anakku juga. Bagaimanapun dia, dia tidak merepotkan sama sekali justru dengan adanya Ihsan aku bisa menghabiskan waktu bersamanya disini sembari menunggu kamu"

Papa mengecup puncak kepala Mama Anna beberapa menit. Cukup lama. Matanya terpejam. Kemudian air bening menetes dari pelupuk matanya. Membasahi pipinya yang begitu sangar.

"Papa... Papa... Papa... Nangis papa... Papa nangis papa..."

"Ah iya Ihsan.. papa cengeng", katanya.

Papa segera menghapus air matanya. Kemudian tersenyum padaku. Di kecupnya keningku begitu saja. Kemudian pandangannya beralih pada Mama Anna. Di genggamannya kedua tangan itu erat-erat. Seakan ia tak ingin melepaskannya lagi. Beberapa bulan terakhir ini memang papa selalu terlihat gembira. Namun tetap saja selalu ada duka dalam matanya. Bukan, bukan ia tak bahagia karena memiliki Mama Anna. Papa begitu bahagia. Justru dukanya adalah ketakutannya kehilangan Mama Anna.

"Terima kasih beberapa bulan sudah kamu menemani kami disini, Terima kasih telah  mendampingi saya menjadi istri saya. Hadirmu di hidup saya memberikan berjuta makna untuk saya. Kamu adalah karunia Allah yang maha indah untuk saya. Jika nanti saya pergi lebih dulu darimu-"

"Jangan bilang seperti itu mas. Kamu yang dulu mengejarku untuk menjadikanku istrimu lalu kenapa kamu yang akan meninggalkanku? Aku berdoa semoga aku terlebih dahulu yang akan pergi. Jangan kamu"

"An, entah berapa kali saya harus mengungkap terima kasih kepada Allah karna mengirimkan kamu dalam hidup saya. Saya ingin kamu terus menemani saya, sekarang dan selamanya bahkan jika surga-Nya terbuka untuk saya, saya ingin kamu menjadi bidadari surgaku"

"Aamiin"

Keduanya saling menatap. Beradu pandang. Terbuai dalam pancaran cinta masing-masing. Ah, indah sekali. Kemudian Mama Anna mulai menggelayut pada lengan papa. Tangannya merangkul lengan papa begitu erat.

"Mas, ada yang ingin aku sampaikan"

"Iya sayang"

"Nanti, rumah ini akan semakin ramai. Ada mas Herman, aku, kakak ihsan-"

"Kakak Ihsan?"

"Ihsan akan menjadi kakak mas"

Papa terperangah. Ia menatap mata mama dalam-dalam. Mama tersenyum begitu indah. Aku suka menatapnya. Ia menatapku kemudian mengangguk. Aku melonjak. Aku mengerti apa yang akan mama katakan. Sebelum mama mengatakannya pada papa, mama mengatakan terlebih dahulu kepada Ihsan. Mama berkata Ihsan akan menjadi seorang kakak. Ada seseorang yang tengah hidup dan berkembang dalam perut Mama Anna. Tentu aku sangat bahagia. Aku akan memiliki satu teman dalam hidupku. Bahkan telah aku kuatkan dalam hatiku. Ketika calon adikku telah menatap dunia, aku akan menjadi penjaganya. Aku akan selalu di sampingnya. Menemaninya hingga ia tidak akan pernah merasakan kesepian sepertimana yang aku rasakan. Tidak akan aku biarkan dia merasakan duka ketika pertama kali matanya menatap dunia. Menghirup udara kehidupan.

"Kamu? Kamu?"

"Ya, saya mengandung"

"Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar..."

Papa bersujud seketika. Ia menangis dalam sujudnya. Kemudian ia memelukku. Menghapus air matanya dengan kasar. Raut wajahnya begitu bahagia. Tak henti-hentinya papa terus menimangku.

"Kita akan menjadi pelindungnya Ihsan... Ihsan akan memiliki kawan sayang..."

Aku tertawa. Menjerit kegirangan. Ya Allah baru kali ini aku merasakan sebuah keluarga. Baru kali ini aku merasakan cinta dan kasih sayang. Aku merasakannya. Jangan ambil dulu semua kebahagiaan ini. Engkau maha pendengar maha pemurah. Aku tahu rencana-rencana yang Engkau siapkan begitu luar biasa. Setelah Kau kirimkan satu malaikat-Mu kini Engkau berikan lagi satu malaikat pada kami. Dalam bentuk sebuah cabang bayi yang insya Allah akan menjadi anak yang Sholeh. Yang takut akan Tuhannya.

"Jaga anak kita ya sayang", kata papa.

"Iya mas. Aku akan menjaga anak-anak kita. Aku akan berusaha mendidik mereka menjadi anak-anak Islam yang sebenar-benarnya"

"Aamiin"

"Aamiin"

Hari itu tak ada lagi yang aku inginkan. Sudah cukup bagiku. Tak ada yang aku mau lagi. Tinggal tugasku untuk menjaga hadiah terindah dari Allah. Mama Anna dan calon adikku. Ya Allah yang maha pendengar, aku tahu Engkau serba tahu apa yang aku sebut dalam doaku. Ya Allah yang maha mengetahui, yang maha tahu apapun yang aku butuhkan dan aku inginkan. Ya Allah yang maha pengasih yang maha kasih dari semua kasih. Entah bagaimana lagi aku harus berterima kasih. Entah berapa kali lagi aku harus bersyukur. Sungguh bodoh aku ketika aku mulai mengeluh lelah dengan perjalan hidup. Tanpa aku sadari ada sesuatu yang menanti diriku. Yah, sebuah kebahagiaan.

Sebuah bahagia yang aku rasakan hari ini. Sebuah cinta kasih yang aku dapatkan hari ini. Dan apa yang aku butuhkan hari ini. Allah maha baik tak ada yang menandingi baik-Nya. Yang maha sempurna dalam menuliskan sebuah kisah. Ya Allah yang maha penjaga, jagalah cinta ini agar tidak sementara. Aku ingin selamanya. Atau setidaknya aku ingin papa yang terus bahagia. Telah cukup diriku menatapnya tertawa. Telah cukup diriku melihatnya menemukan cinta.

Bahkan aku begitu bahagia meski aku hanya sebagi sepenggal paragraf dalam hidup papa. Apapun akan aku lakukan agar bisa melihatnya tersenyum. Melihatnya bersuka cita. Papa terlalu berarti untuk Ihsan. Bahkan sudah cukup air mata serta deras keringat yang ia cucurkan setiap waktu. Agar Ihsan bisa tersenyum. Agar Ihsan bisa tertawa. Agar Ihsan bisa menatap dunia tanpa adanya ketakutan. Sudah cukup bagi papa untuk menjadi seonggok tiang bagiku. Yang menegakkan aku. Meluruskan jalanku. Sudah cukup baginya dengan kesedihan itu. Menangis setiap malam melambungkan nama Ihsan dalam setiap doanya. Dalam setiap curahan hatinya kepada sang pencipta. Dan begitulah laki-laki ia tak mampu berbicara tak mampu jua berkata-kata namun tangisnya di sepertiga malam cukup menjadi jawaban atas apa yang di bebankan padanya selama ini.

Sekeping Cinta Buat Papa *SUDAH TERBIT*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang