14. Flashback - We Shall Meet Again

3.9K 513 133
                                    

Anak laki-laki berjas hitam itu berdiri mematung. Bibirnya tertutup rapat. Pandangannya kosong. Menatap sang ayah yang memejamkan mata. Terbujur kaku di dalam sebuah peti.

Tangisan sang ibu di sisi peti lainnya tidak mengusiknya. Tangis dan isak yang memenuhi ruangan itu tidak mampu membuatnya mengeluarkan setitik air mata. Saat mata mereka mulai sembab dan memerah, matanya justru terlihat kosong. Mata beningnya seolah tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Saya akan mengantar Tuan Muda pulang."

Ia masih tidak bereaksi. Membiarkan salah satu orang dewasa menggenggam tangannya. Menuntunnya keluar dari rumah duka.

Di dalam mobil sedan mewah yang ditumpangi, ia masih terdiam. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari seseorang yang tengah menyetir.

Saat pintu mobil itu dibuka dari luar, ia masih betah dalam kebisuannya. Menatap rumah mewah yang ada di depannya. Dua orang dewasa di sisi kanan dan kirinya hanya mampu menunduk. Tidak mampu melihat lebih lama tatapan tuan muda kecil mereka.

Kaki yang dibungkus sepatu mahal itu mulai melangkah. Masuk ke dalam rumah mewah yang sudah dihuni sejak lima tahun yang lalu. Langkah kakinya disambut keheningan. Sepi dan dingin semakin menyeruak saat kakinya semakin melangkah masuk.

"Tuan Muda." Seorang laki-laki yang juga berjas hitam mengeluarkan sepasang baju dari lemari. Dan lagi-lagi ia terdiam saat orang itu melepas jasnya dan mengganti dengan pakaian kasual.

Anak laki-laki tujuh tahun itu duduk di tepi ranjang. Memandang keluar jendela dengan pandangan kosong. Membiarkan salah satu orang dewasa memakaikan kaos kaki dan sepatu untuknya.

"Tuan Muda mau main bersama kami?"

"Atau Tuan Muda mau mencoba ice cream varian terbaru."

Laki-laki berjas hitam itu menoleh ke arah pintu. Menggelengkan kepalanya pada salah satu rekan kerjanya. Membuat mereka berdua hanya menghela nafas dan menundukkan kepala.

#-#-#

Anak laki-laki berkemeja biru masuk ke salah satu ruangan. Mendekati sebuah kandang yang berisi seekor kelinci putih. Ia membuka kandang dan mengeluarkan kelinci itu dari dalamnya.

Dengan hati-hati ia memeluk kelinci miliknya. Berjalan keluar yang diikuti dua orang dewasa. Ia menghentikan langkahnya di taman belakang rumah. Duduk di ayunan sembari memangku kelinci putihnya.

"Tuan Muda, Anda butuh ini?" seorang laki-laki menyerahkan beberapa wortel segar. Meski enggan menjawab, namun ia mengangguk. Mengambil salah satu wortel dan mendekatkan ke mulut kelincinya.

Meski samar, mereka berdua bisa melihat senyuman tipis di bibir tuan mudanya. Membuat mereka menghela nafas lega bersamaan.

"Kita biarkan tuan muda bermain bersama kelincinya untuk beberapa menit." Rekannya mengangguk. Mereka sedikit menjauh dari anak laki-laki tujuh tahun itu.

"Apa tuan muda tidak mau bermain dengan teman-teman seusianya?" tatapan mereka tertuju pada sang tuan muda.

"Kau belum lama kerja dengan keluarga ini, jadi kau belum tahu tentang tuan muda. Sejak kecil tuan muda tidak mau berinteraksi dengan siapapun selain orang tua, pengasuh dan orang-orang yang bekerja dengan keluarganya. Tuan muda lebih suka bermain dengan kelinci kesayangannya."

"Bagaimana mungkin anak sekecil itu bisa menutup diri dari dunia luar?"

Mereka sama-sama diam. Bahkan sampai saat ini orang tuanya tidak mengerti kenapa sang putra enggan berteman. Bahkan di sekolah hanya memilih berbicara sesekali dengan para guru.

The Precious BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang