Chapter 5

4.6K 487 170
                                    




Seperti apakah nyanyian dan melodi di surga?
Apa benar kata orang bahwa mereka lebih indah?
Aku ingin tahu, seperti apa lantunannya?
Apa lebih mempesona daripada  tatapan cinta Appa?

Tuhan, terima kasih telah memberi Hana kesempatan untuk dapat melihat berbagai pesona dari setiap belahannya.
Tuhan, terima kasih telah memberi Hana kemampuan untuk mendengar seluruh nyanyian puja-puji dari rasa syukur setiap Hamba-Mu.
Lalu, bolehkah Hana mengatakan sebuah kejujuran?
Bahwa tiada yang lebih mempesona dari kasih sayang dan cinta dari Eomma.
Dan tiada yang lebih berharga daripada mendengar Appa melafalkan nama Hana.

Tuhan..
Hana tidak pernah marah, sedikitpun.
Hanya saja, tolong izinkan Hana mengeluh.
Hana kesakitan Tuhan.
Rasanya Hana sudah tidak kuat menggerakkan tubuh Hana yang lemah.
Tolong, sekali saja beri Hana kesempatan untuk mendapat cinta dari Appa.
Hana berjanji akan kembali dengan senyuman.
Hana berjanji tidak akan meninggalkan penyesalan.
Hana berjanji tidak akan menjadi Hamba yang nakal.


Hana ingin sekali menangis di pundak Appa.
Hana ingin Appa yang mengusap air mata Hana.
Hana ingin tangan besar Appa menggengam tangan dan mengelus kepala Hana.
Hana ingin Appa tersenyum kepada Hana.
Hana ingin memakan beberapa permen gulali bersama Appa.
Beri Hana sedikit saja kekuatan untuk melakukan semuanya dengan Appa.
Tolong beri hati Appa kepada Hana, sedikit saja.
Hana berjanji, setelah ini tidak akan membuat Appa kembali repot dengan semua permintaan Hana.
Tolong jangan pernah bosan dengan kalimat permintaan yang Hana ulang-ulang, Tuhan.

Beri Hana waktu, Tuhan.





















23 hari berlalu mata rusa yang menduplikat mata Ibunya dengan bulu mata lentik itu tak kunjung terbuka, meski hanya sekedar mengintip cahaya yang bergumul ingin menyeruak masuk ke dalam korneanya.

Luhan terus terdiam menggenggam tangan mungil nan kurus milik puterinya. Hatinya tidak pernah tertidur untuk terus merapalkan doa-doa demi kesembuhan Hana. Ia yakin Tuhan masih mau berbaik hati memberi keajaiban kepada nasibnya untuk tidak secepat ini mengambil kembali anugerah yang dititipkan kepadanya.

Sehun menghela nafas lelah, Ia menjadi saksi nyata atas kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya. Kondisi Hana juga turut mempengaruhi kondisi Luhan. Selama Hana dirawat, keteraturan makan isterinya tidak terjaga dengan baik. Luhan tidak mau mendengarkannya, setiap titahnya hanya dianggap angin lalu. Untungnya, isteri keras kepalanya masih mau mendengar bujukan Ibunya untuk tetap memasukkan asupan nutrisi ke dalam tubuhnya dengan dalih bahwa jika Luhan sakit, siapa yang akan memberi energi untuk kesembuhan Hana.

Hangeng dan Heechul sudah mengetahui kondisi cucu tercintanya. Jika berbicara perihal reaksi keduanya, tidak perlu dibahasakan secara eksplisit. Heechul menangis hebat di pelukan suaminya, sedangkan Hangeng diterpa shock luar biasa mendapati kenyataan bahwa cucu kebanggaannya membawa penyakit ganas di dalam tubuhnya selama ini.


“Luhan..”. Sehun menyerukan nama isterinya lalu berjalan mendekat ke Luhan, mengambil tempat di sebelah isterinya yang sedari tadi tidak henti memperhatikan wajah Hana.

“Aku membawakan makanan, buah-buahan dan minuman sehat untukmu. Berhentilah menangis, dan isi tubuhmu agar berenergi”. Hati Sehun juga ikut iba melihat kondisi isterinya sekarang. Meski sebelumnya Ia memang membenci Luhan, lambat laun karena perhatian, ketelatenan, dan cara Luhan memperlakukannya dengan baik mampu sedikit menghadirkan rasa simpati di hatinya.

“Luhan..”. Panggil Sehun lagi agak keras, karena respon seperti inilah yang selalu didapat saat Ia menyuruh isterinya untuk makan.

“Aku akan menyiapkannya”. Sehun kembali menghela nafas lalu kakinya Ia bawa ke meja yang berada di pinggir kanan tengah ruang rawat puterinya. Ia menaruh sedikit nasi dan beberapa lauk, sayur dan daging. Ini masakan Eommanya yang mejadi favorite isterinya, semoga saja selera Luhan tergugah agar tubuhnya mendapat asupan gizi yang baik.

“Cha.. makanlah”. Sehun menyodorkan piring penuh ke hadapan isterinya, namun hanya dilihat tanpa minat oleh Luhan.

“Luhan.. ambil ini”. Sekali lagi, Sehun menyodorkan piring  makanan, namun respon yang sama diberikan Luhan.

“Baiklah, Aku akan menyuapimu. Aa.. buka mulutmu..”. Titah Sehun yang sudah siap dengan sesendok makanan di tangannya untuk dimasukkan ke dalam mulut isterinya, namun bibir mungil itu belum ingin bergerak.

“Luhan.. ayolah. Kau tidak lihat Aku sedang berbaik hati bersedia menyuapimu?”. Sehun sedikit jengkel dengan sikap bebal isterinya. Padahal Ia sudah menawari diri untuk menyuapi makanan untuk isterinya. Lagi-lagi Ia menggeleng atas sikap aneh yang ditunjukkan beberapa hari belakangan kepada Luhan. Ahh.. mungkin saja sikap anehnya hanya segelintir bentuk rasa simpati atas kondisi isterinya yang sedang meratapi Hana.

“Aku akan memakannya nanti”. Jawab Luhan pada akhirnya. Bukan apa, Ia bosan mendengar nada memerintah Sehun yang kerap kali menyapa telinganya belakangan ini.

‘Tidak, itu hanya ucapan kosongmu. Kau sudah sering mengatakan akan memakan nanti, tapi pada akhirnya Kau akan melewatkan jadwal makanmu”.

“Taruh saja dulu”. Ucap Luhan lemah.

“Tidak.. Turuti perintahku, Luhan..!”.

“Aku akan memakannya nanti”.

“Sekarang Kubilang”. Titah Sehun tegas.

“Bisakah Kau berhenti berbicara? Puteriku bisa terganggu”.

“Aku akan berhenti berbicara jika Kau sudah memakan makananmu”. Mutlak Sehun.

“Kau tidak akan mengerti”. Lirihnya yang masih bisa didengar oleh Sehun.

“Aku mengerti, karenanya Aku menyuruhmu makan agar Kau kuat merawat puterimu”. Ujar Sehun memberi pengertian sedikit bijak.

“Kau tidak akan pernah mengerti, karena Kau tidak pernah sedikitpun menaruh cinta untuk Hana. Kau tidak akan pernah mengerti perasaanku”.

“Luhan.. makanlah. Kita sedang tidak membahas itu..”.

“Oh Sehun.. Aku memohon kepadamu. Tolong kabulkan permintaanku tempo lalu”.

“Aku mohon berikan cinta untuk puteriku. Aku bersumpah akan membayar dengan apapun asal Kau bersedia mengabulkan permohonanku”. Luhan menautkan kedua tangannya meminta sedikit kerelaan Sehun sebagai seorang suami untuk memberi cinta kepada puteri yang telah mereka hadirkan ke dunia.

“Kubilang jangan bahas ini, Luhan”. Sehun berusaha menghindari topik yang menggodam hatinya sedari kemarin, sebisa mungkin Ia menghindar meski rasanya mulut isterinya akan berbusa dalam permohonannya.

“Aku mohon, Sehun. Aku berjanji akan melakukan apapun yang Kau suruh jika Kau mengabulkan permohonanku”. Luhan sudah menjatuhkan lututnya di hadapan Sehun. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam benaknya bahwa akan mengemis permohonan di depan lelaki yang telah banyak memberikan luka kepadanya selama ini. Hari ini, Ia rela menjatuhkan egonya hanya demi memungut sedikit cinta seorang Ayah terhadap puterinya.

“Tolong berikan cinta di sisa hidup puteriku, maka Aku berjanji akan memberikan kebahagiaan yang setara kepadamu”. Negoisasi yang secara mantap Ia mampu ajukan kepada suami super sempurnanya.

“Kebahagiaan apa yang akan Kau berikan padaku?”.

“Aku berjanji akan membuatmu bersatu dengan kekasihmu atas restu Eomma dan Appa. Aku berjanji akan melepaskanmu selamanya. Demi Tuhan, Aku berjanji akan menghilang dari hidupmu asal Kau memberi sedikit cintamu untuk Hana. Aku berjanji.. Hiks..”. Tidak kuasa didera rasa sedih yang membumbung cepat jika mengingat kesakitan puterinya, pada akhirnya Luhan menjatuhkan air mata yang sangat jarang Ia tunjukkan di depan orang lain.

“Apa yang Kau katakan..!”. Desis Sehun merasa tidak suka atas kalimat yang ditawarkan oleh isterinya.

“Aku tidak berbohong, Aku berjanji akan melakukannya untukmu”. Ujar Luhan dengan keyakinan penuhnya namun diiringi rasa putus asa yang besar.

“Bangunlah..!”. Sehun membantu isterinya untuk berdiri. Ia memegang erat kedua pundak isterinya yang bergetar.

“Kumohon”. Mata rusanya yang selama ini selalu berbinar tengah mengembunkan banyak bulir kesedihan yang Sehun yakini sangat besar ketakutan bertahta di dalamnya.

“Berhentilah berbicara sembarangan, puterimu sedang membutuhkan Ibu yang kuat agar Ia punya alasan untuk bangun”. Sehun membawa Luhan ke dalam pelukannya. Selama ini, tubuhnya sangat sensitive jika bersentuhan dengan Luhan. Namun, hari ini mungkin saja hati nuraninya tengah mengambil peran besar untuk memberikan rangkulan kepada perempuan yang sudah bertahun-tahun mengabdikan hidup untuk melayaninya.

“Hiks.. Kumohon Sehun. Kumohon cintai puteriku”. Tangisan Luhan melebur pasrah dalam pelukan suaminya. Tidak apa, cukup saat ini Ia menunjukkan kelemahan terbesarnya di depan orang lain. Sekalipun orang yang memberinya bahu untuk menangis adalah lelaki yang kerap kali memberinya luka yang bekasnya tidak pernah mengering.

“Tenanglah..”. Sehun mengusap punggung sempit yang bergetar hebat dalam pelukannya. Seolah Ia juga merasakan kesedihan luar biasa yang dirasakan oleh isterinya. Tidak apa, Sehun akan memaklumi sikapnya kali ini. Ini bentuk empatinya kepada wanita yang berstatus sebagai isteri sahnya.




























My Precious Flower (HunHan GS) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang