1

609 47 0
                                    

Cahaya matahari menembus kisi-kisi jendela. Dering alarm membangunkan dirinya.

Melirik ponsel, berharap seseorang menelpon atau mengiriminya pesan. Tiada kabar apapun nyaris 6 bulan.

'Mungkin dia sibuk. Aku juga sibuk. Ah!! kelas pagi! '

30 menit kemudian, ia sudah rapi. Seperti bukan dirinya saja. Padahal dulu tidak karuan. Mungkin karena di negeri orang.

Sejenak menatap pantulan diri di cermin.

"Rambutku semakin panjang. Apa ku potong saja ya? "

Rambutmu halus...

Aku suka menyentuhnya...

Ia bahkan belum mendengar keributan lain pagi ini tapi pipinya telah bersemu.

"Hmm.. Mungkin lain kali saja. "

"Jiro! Saburo! Turunlah! Sarapan sudah siap! "

"Tu, tunggu sebentar Nii-Chan! "

Menyambar tas, berebut menuruni tangga dengan sang adik. Hanya agar dapat menikmati sarapan di samping kakak tercinta. Namun tak peduli sepagi apapun, mereka tidak akan bisa mengalahkan seorang Aohitsugi Samatoki, yang kini sudah berstatus sebagai suami dari sang kakak.

Tapi dasar brocon. Tak dapat duduk di samping di seberangnya juga bisa. Namun kali ini, Jiro mesti mencium lantai terlebih dahulu sebelum menikmati sarapan pagi

"Jiro-Chan?! Kau tidak apa-apa?! "

"Aduhduh, tidak apa-apa, Nemu Nee-San. "

"Pffft! Dasar bodoh. Sarapan itu roti. Bukan lantai kayu. "

Setelah saling sikut menuruni tangga kini ia di katai bodoh. Urat kesabaran Jiro putus. Keributan lain akan segera di mulai.

"Haaah?! Jelas-jelas kau yang menyandung kakiku duluan! "

"Salahmu sendiri ceroboh dan berlari-lari menuruni tangga! "

"Itu karena kau menghalangi jalanku, bodoh! "

"Siapa yang bodoh?! Kau atau aku? Sudah tahu sibuk, malah bangun telat, kau sendiri yang kerepotan. Saking repotnya tidak sempat bersenang-senang. Sampai lantai pun kau cium, kasihan sekali.."

"Saburo...! "

"Eeh.. Sudah, sudah, lebih baik segera sarapan atau kita semua akan terlambat. "

Jika saja tidak ada kakak ipar mereka, keduanya akan benar-benar terlambat, dan dalam masalah karena membuat keributan pagi-pagi, mengganggu agenda, atau mungkin lebih tepat kalau di sebut adegan bermesraan si kuda albino dan kakak tercintanya.

Jiro mengusap sudut bibir sembari mendaratkan diri di kursi.

'Perih... Kurasa sedikit memar. '

Melirik jam, ia mempercepat sarapan dan pergi lebih dahulu. Sungguh, ia tidak bisa santai di masa-masa semester akhir.

Di subway sembari mendengar melodi dari earphone, Jiro menatap keluar, menyadari sesuatu. Sudah hampir 3 tahun sejak terakhir kali mereka bertemu.

'Aku merindukanmu... '

To be continued

HomeUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum