2

403 42 4
                                    

"Haaaah?! Nikah?! Nii-Chan dan si kuda albino?! "

"Jiro, jaga kalimatmu. Samatoki akan jadi kakak iparmu. "

Jiro mengepalkan tangan. Ia capek baru pulang dari kuliah yang tugasnya selalu tumbuh subur seperti jamur di musim hujan. Sekarang ia harus berhadapan dengan kabar yang paling tidak ingin ia dengar. Apalagi kalau ada sangkut pautnya dengan kuda liar dari Yokohama itu.

'Bagus, lelucon apa lagi selanjutnya? '

"Sebentar, karena kalian menikah. Itu berarti... Kita juga pindah ke Amerika? "

Jiro melirik sang adik yang malah tampak begitu bahagia hingga berbinar-binar. Bahkan nyaris setara saat kakak tercinta mengelus kepala mereka.

"Yaah... Begitulah. Jiro, Saburo, segeralah berkemas. Tidak perlu membawa semuanya, cukup bawa yang penting saja. " Samatoki bilang kita akan berangkat seminggu dari sekarang. "

Jiro terdiam, sementara Saburo sudah beranjak ke arah kamarnya, masih dengan aura cerah yang membuat Jiro gugup.

"Nii-Chan, seminggu itu... Bukankah terlalu cepat? "

Ichiro menghela nafas dan mengusap kepala Jiro. Tersenyum lembut seakan mengerti perasaan adik pertamanya.

"Samatoki yang meminta. Aku juga sudah menerima. Maafkan aku ya, Jiro. "

Jiro tersenyum tipis.

"Tidak masalah! Selama Nii-Chan senang, aku tidak apa-apa! "

Ichiro merasa makin tak enak hati, tapi ia kadung memilih untuk membiarkan hatinya bicara.

"Kalau mau berpamitan, masih ada waktu kok! "

Jiro bingung, tidak mengerti dengan ucapan Ichiro. Seakan mengerti dengan ekspresi kosong sang adik, Ichiro melanjutkan kalimatnya sembari menyusun koleksi manganya ke dalam kardus.

"Kau pikir aku tidak tahu hubungan kalian sejauh mana, Jiro? "

Wajahnya memerah perlahan.

"A, a, aku akan mengemasi barang-barangku... "

Jiro berlari ke kamarnya dalam sekejap. Ichiro tersenyum bahkan hampir tertawa. Sedikit yang Ichiro tahu, bahwa Jiro menerka-nerka apakah Ichiro juga tahu seberapa tentang ia yang pergi keluar dengan alasan menginap di rumah teman, namun malah berakhir di kamar apartemen di Yokohama.

~

Tidak tahu harus berkata apa. Saat ini, ia bolos kelas. Pikirannya melayang kemana-mana, memaksakan untuk pergi kuliah pun hanya akan membuatnya semakin frustasi.

'Jadi.. Bagaimana aku harus memberitahunya?'

" 'Jyuto-San, aku ingin bilang sesuatu!' Tidak, tidak. Buat apa sok akrab dengannya. "

" 'Pak tua, aku akan pergi.' Tidak, kalimat macam perpisahan apa itu?! "

"Uhm.. Jyu..Jyuto-San a, aku... Aaaaarrrghhh!! Kenapa susah sekali bicara denganmu Jyuto-San?!! "

Kehilangan kesabaran membuat ia marah dan mengacak-acak rambut sebelum akhirnya terduduk pasrah di bangku taman.

"Ya, aku di sini. Kau merindukanku ya? Serindu apa sampai menyebut namaku terus? Kita baru tidak bertemu seminggu loh, Jiro-Chan. "

Sosok yang dari tadi Jiro sebut-sebut kini duduk tepat di sampingnya, bahkan tengah menghisap rokok dengan tenang sementara ia melayangkan tatapan horor. Antara malu dan ingin menghajar, Jiro tidak yakin yang mana.

"Sedang apa kau di sini?! "

"Bocah, ini tempat umum. Semua orang bebas berada dimana saja. "

"Tch! Kau seharusnya bekerja! "

HomeWhere stories live. Discover now