8. Wellcome to Baduy

40 2 0
                                    

Dari Terminal Mandala—Rangkasbitung, Oom Rys dan Bobi menaiki mobil jenis L-300 yang penuh sesak dengan penumpang, menuju Ciboleger, base camp penyambutan bagi pengunjung yang ingin menikmati wisata alam dan budaya Baduy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari Terminal Mandala—Rangkasbitung, Oom Rys dan Bobi menaiki mobil jenis L-300 yang penuh sesak dengan penumpang, menuju Ciboleger, base camp penyambutan bagi pengunjung yang ingin menikmati wisata alam dan budaya Baduy.

Banyak penumpang yang nekat naik di atas mobil bersama barang-barang mereka. Alasannya macam-macam, bukan hanya soal mobil yang penuh, tetapi kebanyakan mereka merasa mual dan takut muntah jika di dalam mobil. Maklum orang desa, alergi dengan bau mobil. Makanya mereka lebih memilih naik di atas punggung mobil, membiarkan angin segar menerpa tubuh mereka. Dengan kondisi alam pedesaan yang segar dan jalan menuju Baduy yang meliuk-liuk, naik turun seperti di puncak, memang pilihan yang asik menikmati perjalanan di atas punggung mobil.

"Dulu, era 80-an, saat aku dan Bob ayahmu masih muda, kita sering menjelajahi kawasan di Banten Selatan ini bersama kawan-kawan lain dengan menumpang truk-truk besar yang mengangkut barang tambang sampai ke Cikotok."

"Sekarang zamanya udah beda, ya Oom?"

"Ya, begitu deh! Biasanya kami menjadikan kawan-kawan cewek sebagai umpan. Sementara para lelaki bersembunyi di warung. Sopir-sopir truk itu bakal melek matanya kalau ngeliat cewek-cewek genit minta tumpangan di jalan. Mereka langsung berehenti, dan kami para lelaki segera berlompatan ke dalam truk."

"Kasih umpan cewek BIBIR MERAH-PAHA MULUS-BODY SEKSI, eh yang nongol malah KUMIS, JENGGOT, sama JAKUN SEGEDE JENGKOL, ya Oom?" Bobi terkekeh menimpali.

Oom Rys ikut tergelak mengenang masa-masa mudanya.

Sepanjang perjalanan, Bobi berdecak mengagumi pemandangan alam yang masih asri, dominasi pepohonan dan semak di pinggir jalan, sawah-sawah yang menghijau bergoyang-goyang dihembus angin, dan perempuan-perempuan desa yang tengah menjemur ikan asin di halaman rumahnya. Beberapa penduduk ada yang asik mengobrol di warung kopi pinggir jalan, sementara di lain tempat Bobi tersenyum menyaksikan sekelompok gadis desa tengah berkumpul, mungkin asik ngerumpi, sambil berderet mencari kutu rambut di kepala mereka.

Matahari masih bersinar ramah saat Oom Rys dan Bobi sampai di Ciboleger. Sebuah tugu selamat datang yang sengaja didirikan di tanah lapang, menyambut siapa saja yang hendak menikmati alam dan budaya masyarakat Baduy. Warung-warung makan sederhana dan toko-toko penjual souvenir mengelilingi tanah lapang ini.

Penumpang segera berhamburan turun sesuai keperluannya masing-masing. Sebagian mereka adalah penduduk setempat, sebagian lagi sengaja datang untuk berjualan, dan beberapa orang seperti Oom Rys dan Bobi adalah pengunjung yang ingin melongok dari dekat kehidupan masyarakat Baduy.

Karena penampilan mereka yang agak berbeda dan sudah dipastikan orang kota, maka Oom Rys dan Bobi segera dirubungi para guide amatiran dan penjaja souvenir.

Oom Rys mengajak Bobi bereteduh di sebuah toko penjual souvenir, kerajinan khas Baduy. Mereka melihat sekelompok orang Baduy juga di tempat itu, memakai pakaian serba hitam, ikat kepala hitam, dan sebuah jarog (anyaman tas dari kulit ari kayu tereup) berisi berbagai macam perbekalan mereka. Kelompok orang Baduy itu terdiri dari orang-orang muda, sebagian mereka senyam-senyum saja saat para pengunjung menjadikan mereka tontonan dan memotret mereka. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan suasana seperti ini.

SAKIT 1/2 JIWA (GagasMedia, 2006)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang