3. IBLIS DESA KABUT

25 3 0
                                    


"Tidaaaaaak..." Teriak Ivan yang mulai tersungkur dan bertumpu pada lututnya.

Sihir yang membunuh itupun sirna. Meninggalkan mayat mayat yang bergelimpangan di depan Lion dan Ivan. Ivan terlihat kecewa dan marah. Ia bangkit dan meremas kedua bahu Lion dengan sangat kuat.

"Kenapa... Kenapa kau lakukan itu Lion.. Kenapa?..." Ivan benar benar terlihat kecewa.

Lion hanya diam dan menundukan kepalanya. Ia mencoba membuang tangan Ivan dari bahunya dan membalik badan. Sembari melangkah ia berucap..

"Sekarang,,,, Kita tidaklah di Vistantia. Disini bukanlah kota kelahiranmu . Disini, Kondisi ini. Akan kau alami lagi dan lagi kedepanya. Kau harus siap untuk itu pangeran. Ini bukanlah dunia yang sedamai kau bayangkan dan kau cita citakan. Jika kau sudah memutuskan untuk berkelana, Maka dibunuh atau membunuh, adalah dua pilihan yang harus kau tentukan. Bahkan kau harus bisa memutuskanya dalam satu atau dua detakan jantungmu saja." Lion pun berlalu pergi. Meninggalkan Ivan yang tertunduk seakan tidak percaya akan apa yang baru saja ia alami.

Ivan atau Cranel adalah pangeran yang penuh kasih dan sangat baik hati. Sudah hal yang wajar bahwa ia tidak suka pembunuhan. Apalagi perperangan. Ia adalah seorang pecinta kedamaian. Berbanding terbalik dengan Lion. Yang tumbuh bersama bercakan darah dan telah biasa menebas dan di tebas. Membunuh adalah bagian dari dirinya. Bahkan ia pernah bergabung pada sebuah organisasi pembunuh terkenal yang bernama BlackRabbit. Hingga ia akhirnya keluar dari kelompok tersebut dan memutuskan kembali ke Vistantia. Kota kelahiranya. Dikarenakan ada ketidak cocokan akan kelompok gelap tersebut.

Sore yang indah pun berlalu. Berganti dengan malam dingin yang menyuguhkan gemerlap bintang di langit Viltaria. Lion sibuk membentulkan tenda dan membuat api unggun. Sesekali ia sibuk menghapus darah dari matanya. Ya,,, Matanya akan mengeluarkan darah dan menghasilkan rasa sakit kepada Lion jika ia memakai sihir Stigma dengan jangkauan yang luas dan sihir yang kuat. Sangat terlihat dari wajahnya. Ia sedang menahan rasa sakit. Setelah api unggun berhasil ia hidupkan. Ia pun melangkah ke tempat dimana Ivan sedang duduk santai memandangi bintang bintang. Dia pun duduk di sebelahnya dan mulai menyapa.

"Hey... Apakah perasaanmu sudah membaik.?

"Baik?... Hahahaha.. Bahkan darah mereka yang berserakan dan beberapa kepala mereka yang terpenggal masih berseliweran di benakku." Ucap Ivan sambil tertawa kecil.

"Maaf kan aku kawan. Aku sangat sulit mengatur amarahku. Sudah ku bilang kan dari awal apdamu. Berkelana bersamaku tidak akan seperti yang kau bayangkan. Hari ini, Baru bandit yang menyerang kita. Tidak tau kedepanya. Apalagi, Musuhku lumayan banyak di Negri ini."

"Aku mengerti yang kau maksut Lion. Dan maafkan responku tadi. Jujur, Membunuh bukanlah hal yang biasa bagiku. Aku sangat tidak suka dengan itu. Tapi, Setelah ku fikir lebih jauh lagi. Suatu saat, Sengaja atau tidak. Itu juga pasti akan terjadi. Aku belum pernah membunuh. Tidak tau seperti apa rasanya membunuh. Namun, dengan alasan yang tepat. Aku yakin. Aku tidak akan apa apa." Ucap Ivan sembari tersenyum tenang.

"Syukurlah jika kau mengerti. Perjalanan kita masih panjang. Mari saling mendukung dan saling melindungi. Jangan sampai kau mati dalam perjalanan ini. Bagiku. Kau adalah sosok penerus Kekaisaran selanjutnya yang sempurna. Penasaran, Negri ini seperti apa di tangan mu nantinya." Canda Lion.

"Hahahaha.... Yang jelas. Aku akan membuat Negri yang damai dan tidak ada lagi pembunuhan dan perang."Jawab Ivan sambil terus memandang langit.

"Yaaah. Terdengar bagus. Negri tampa pertumpahan darah ha?. Hahahaha.." Balas Lion

"Apakah terasa sakit?" Tanya Ivan serius

"Sakit..? Maksutmu,?"

'Jangan menyembunyikanya dariku. Aku tau efek dari sihir mu itu. " Jawab Ivan

SILVERROSE STORY "The End And The Start Of The Legend"Donde viven las historias. Descúbrelo ahora