Chapter 74 - Decision

2.3K 228 12
                                    

Koga lalu terdiam.

Tien adalah soulmate Koga. Sedangkan Songnam adalah soulmate Koma. Em adalah soulmatenya sendiri. Ketiga orang ini, Tien, Songnam dan Em, tak bisa disentuh dan Gama ataupun Koma sekalipun tak akan melakukan sesuatu kepada mereka.

Bukankah menurut Pulau, Ujian Tahap Ketiga ini harus dilakukan bersama-sama dengan soulmate masing-masing?

Hanya tinggal empat orang saja yang bisa menjadi ‘incaran’ Gama, Sako, Tulan, Aso dan Aen.

Sako adalah soulmate dari Songlan, sedangkan Aen adalah soulmate dari Duma. Untuk bisa lolos ke tahap selanjutnya, Gama harus memburu sepasang soulmate lainnya. Itu artinya hanya ada satu pasangan yang akan menjadi sasaran Gama maupun Koma. Dan mereka adalah pasangan Tulan-Aso.

Jika Koga bisa memikirkan semua hal diatas, maka semua orang yang ada di Gedung dan juga Koma juga bisa menganalisa hal yang sama.

Gama tersenyum menyeringai ketika memperhatikan raut wajah Koga yang berubah-ubah sejak tadi karena larut dalam pikirannya sendiri.

“Kamu lambat sekali,” gumam Gama pelan.

“…” Koga hanya diam tanpa membalas kata-kata Gama, sesaat kemudian, Koga melirik ke arah Gedung, lebih tepatnya ke lantai satu dimana pasangan Tulan-Aso berada.

Saat Koga bertatapan mata dengan Tulan, saat itulah tubuh pasangan yang sedang ditatap Koga itu bergetar ketakutan. Mereka tahu maksud tatapan mata Koga. Koga berniat untuk mengorbankan mereka berdua.

“Ko.. Koga… Kami melakukan semua perintahmu selama beberapa tahun ini tanpa pernah membantah. Inikah balasanmu?” tanya Tulan dengan suara bergetar.

Koga hanya terdiam, sedangkan Gama melipat kedua tangannya di depan dada dan seolah-olah sedang melihat sebuah pertunjukan sandiwara.

Koga melirik kearah Gama dan kembali diliputi kebingungan. Dia bingung, karena dia tahu, disaat dia dengan terang-terangan menyerahkan Tulan-Aso ke tangan Gama, Koga tahu kalau kerajaan yang dibangunnya selama bertahun-tahun ini akan runtuh.

Siapa yang akan percaya lagi kepada Koga setelah ini kalau dia tega mengorbankan anak buahnya sendiri.

Sekalipun Koga menyadari kalau dirinya adalah orang yang egois, tapi dia tak bisa melakukan tindakan itu secara terang-terangan. Tidak setelah dia menikmati reputasinya sebagai South King.

Ketika Timnya runtuh dan bercerai berai, apa yang akan terjadi pada dirinya? Apakah dia akan menjadi lone fighter seperti monster-monster lainnya seperti Gama dan Koma?

Ketika membayangkan dirinya hidup di tengah hutan dan harus melakukan semuanya sendiri, Koga sedikit bimbang. Dia tak akan sanggup. Tidak akan, setelah apa yang selama ini dia alami. Mendapatkan semua kemudahan hanya dengan telunjuk jari karena status yang dia ciptakan dan dia miliki.

“Humph!!”

Tiba-tiba terdengar suara dengusan napas kesal dari depan Koga.

Koga melihat kearah darimana suara itu berasal dan melihat Gama menatap Koga dengan tatapan dingin tanpa senyuman, “Kamu membuang waktuku. Aku beri kesempatan terakhir. Kamu serahkan Tulan-Aso kepadaku atau aku akan memburumu dan Em. Kalian juga pasangan utuh kan?” tanya Gama dengan nada dingin.

Deg.

Tulan-Aso vs Koga-Em.

Saat dihadapkan pada pilihan itu, sifat pengecut dan egois Koga yang selama ini dia coba tekan sedalam mungkin tanpa sadar keluar dengan sendirinya. Dia kembali dihadapkan pada kenyataan pahit.

Pulau tidak diciptakan untuk hidup berkelompok.

Semua Kandidat hanya bisa bergantung pada dirinya sendiri.

Dia tak peduli jika setelah ini dia dicap egois dan keji, tapi demi nyawanya sendiri, Koga akan melakukan apa saja.

Tanpa berkata apa-apa, Koga melesat dan berlari ke arah Gedung, bayangannya menghilang dari tempat ini hanya dalam beberapa detik. Semua orang terpana untuk beberapa saat sebelum akhirnya sebuah seringai tersungging di bibir Gama.

Gama lalu melirik ke arah lantai dua Gedung tempat Tien dan Songnam berada. Gama lalu melihat kearah Tien dan sebuah senyuman penuh cibiran tersungging di bibir Gama, seolah-olah dia ingin mengatakan, ‘Inikah orang yang kau andalkan untuk melindungimu?’

Tubuh Tien bergetar hebat saat dia menerima tatapan mata Gama dan dia tahu benar apa maksud yang ingin dia sampaikan. Tien lalu memutar tubuhnya dan membelakangi Gama. Dia menundukkan wajahnya ke bawah dan sebuah rasa yang tak pernah dia alami tiba-tiba datang menyergap ke dalam dadanya.

Tien tahu apa itu.

Penyesalan.

Gama tak lagi peduli terhadap soulmatenya dan menutupkan Armor kepala yang tadi terbuka. Lalu, dengan langkah tegap tapi pasti, Gama berjalan ke arah Gedung, menuju ke arah Tulan dan Aso yang sekarang bergetar dengan ketakutan.

Tulan menatap soumate di sebalahnya dan mengenggam tangan Aso dengan erat.

“Koga meninggalkan kita. Mungkin ini takdir kita karena telah memasrahkan keselamatan kita kepada pemimpin yang salah,” gumam Tulan.

“Kita tak pernah tahu masa depan,” jawab Aso lirih.

“Let’s run. Setidaknya, kita berusaha maksimal untuk survive,” bisik Tulan.

Aso hanya menganggukkan kepalanya dengan sedih dan tak lama kemudian pasangan itu berlari keluar dari gedung. Tanpa peralatan apa-apa. Tanpa persiapan apa-apa. Dengan seorang monster yang bernama Gama mengejar di belakang mereka.

=====

Tien dan Songnam masih terdiam di dalam ruangan yang berada di lantai dua.

Tak ada percakapan di antara mereka. Mereka melihat sendiri pertarungan tadi antara Koga dan Gama. Siapapun yang menjadi lawan mereka, baik Tien ataupun Songnam tahu kalau level para monster itu bukanlah lagi masuk dalam kategori manusia.

Bahkan bagi Songnam sekalipun yang sudah menggunakan enhancement serum yang diberikan oleh Koga.

“Huft,” Songnam menghembuskan napas panjang.

“Apakah kamu menyesal?” tanya Songnam beberapa menit kemudian setelah mereka berdua kembali terdiam.

Tien menganggukkan kepalanya perlahan. Sejujurnya, Tien tidaklah seperti Songnam. Songnam memang sedari awal menyukai Koga bahkan sebelum konsep soulmate diperkenalkan oleh Pulau, sedangkan Tien, dia mendekati Koga karena mengincar benefit yang mungkin akan dia perolah dari sang Monster.

Jadi, di saat Tien melihat sendiri bagaimana Gama kini tumbuh menjadi seorang petarung yang kuat dan bahkan sanggup mendominasi Koga, tak bisa dipungkiri, penyesalan tumbuh dalam diri Tien.

Songnam hanya melihat ke arah Tien dengan pandangan sedikit merendahkan. Dia tahu kalau gadis cantik yang memiliki paras wajah mirip dengan Tian sang Angel ini memang tidak memiliki perasaan yang tulus kepada Koga.

Songnam tahu kalau Tien adalah typical seorang gadis yang terlalu mencintai dirinya sendiri hingga dia tak punya ruang lagi untuk mencintai orang lain.

Seorang gadis yang merasa bahwa dia berhak mendapatkan semua yang terbaik untuk dirinya karena dia merasa kalau dirinya sendiri lebih dari yang lain.

Seorang gadis yang merasa kalau dunia berputar karena dirinya. tanpa dia dunia akan runtuh dan berhenti berputar.

Songnam hanya menarik napas dalam dan mencoba menekan perasaan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Rasa jijik kepada Tien. Gadis yang berdiri di sebelahnya ini.

Tien melihat ke arah Songnam dan ketika dia menemukan sorot mata Songnam, tanpa sadar, amarah muncul tak terkendali dalam dadanya.

“Kenapa kau melihatku seolah-olah aku ini sesuatu yang menjijikkan bagimu?” geram Tien penuh benci.

“Tien. Kamu itu adalah manusia yang paling egois yang kukenal,” jawab Songnam pendek.

“Egois? Kita sama!! Kalau kau memang wanita sempurna, kenapa kau berada disini? Kenapa kau tak bersama Koma? Jangan seenaknya sendiri menilai orang lain. Lihat bayanganmu sendiri di depan cermin. Pantaskah kau menilaiku dan menatapku jijik seperti itu!!” teriak Tien histeris.

Gaju - The Survivors (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang