03 Pembuat Onar

1.4K 266 50
                                    

LATHEA

Napas gue tertahan. Jantung gue berdegup gak karuan saat melihat sosok tinggi nan jangkung itu berada di posisinya yang biasa, saat gue masih ada di eskalator turun. Punggungnya dia sandarkan pada tiang penyangga bangunan yang kokoh. Hari ini, dia gak pakai pakaian formalnya yang biasa melainkan pakai kaus lengan panjang dan celana jeans hitam. Masker masih menutupi hidung hingga mulutnya dan...tangannya menenteng plastik kecil Alfamart yang gue tahu isinya apa.

Mata gue benar-benar gak bisa teralihkan dari dia, hingga akhirnya dia natap gue balik. Seperti biasa, pasti bibirnya tersenyum dan menular ke mata sipitnya yang sekarang berbentuk bulan sabit. Jantung gue masih berdegup gak karuan saat gue melangkah mendekat, berhenti di hadapannya yang langsung nyodorin plastik yang dia bawa. Isinya udah pasti: Sari Roti rasa keju dan Aqua botol 150 ml.

"Bukannya, lo―,"

"Pesawat jam setengah satu siang." Dia seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran gue.

"Ngapain ke sini? Gak langsung ke kantor?"

Tangan kekarnya mulai terangkat dan dia mengelus puncak kepala gue, seperti biasa. "Gue udah izin buat gak ke kantor. Gue baru mau packing."

"Kenapa gak packing dari semalam?"

Tangannya berhenti mengelus puncak kepala gue, dia menjatuhkannya di sisi celana. "Gue balik jam sebelas semalam."

Sontak, gue melotot. Pantas aja dia gak balas pesan gue. "Malam banget."

Dia mengangguk. "Iya. Harus nyelesaiin beberapa kerjaan. Kan, gue baru masuk kantor lagi hari Senin depan."

"Oh, oke."

"Jangan kangen."

Bibir gue mengerucut. "Ogah."

Lagi, tangannya beralih menyentuh puncak kepala gue. "Jangan lupa sarapan. Gue udah bilang Pak Iman buat nyediain Sari Roti rasa keju sama air hangat buat lo sarapan selama gue ke Singapura. Pokoknya, jangan sampai lo gak sarapan." Gue tersenyum tipis mendengar titah khasnya.

Awal mula dia bawain gue sarapan adalah hampir empat bulan lalu. Kerjaan gue lagi hectic dan ditambah ada masalah di rumah. Hari itu, hari Selasa. Senin-nya gue lembur sampai jam delapan malam dan besoknya, gue berangkat pukul lima pagi. Awalnya, biasa aja, tapi di kereta, tiba-tiba gue lemas. Pala gue pusing bukan main dan kereta lagi padat-padatnya. Napas gue kayak udah tinggal setengah dan sesampainya di stasiun tujuan, gue kesandung sebelum akhirnya jatuh. Untung gak jatuh ke bawah, tapi ke peron yang beralaskan aspal. Lutut gue berdarah. Petugas di peron datangin gue dan nawarin bantuan, tapi gue nolak. Gue berusaha kuat dan lanjuti perjalanan menuju ke tempat GoJek biasa jemputan gue sampai sebuah mobil berhenti di depan gue.

Athaya Rasi Gaputra yang ngendarain mobil Pajero Sport hitam itu dan turun untuk ngehampirin gue. Saat itu, dia terus-terusan nanya gue kenapa sementara, gue gak bisa berkata-kata. Athaya kemudian nuntun gue masuk ke dalam mobilnya dan dia gak melajukan mobil itu ke kantor, tapi ke sebuah klinik. Lebay, sih, emang. Cuma luka lecet yang sedikit berdarah, tapi gue dibawa ke klinik. Selesai diobatin, perut gue dengan lancangnya bunyi di hadapan Athaya yang sontak ketawa.

"Udah sarapan belum lo?" tanyanya dengan mata yang jelas-jelas godain gue.

Gue kekeuh bilang gue udah makan, tapi perut gue gak bisa diajak kompromi dengan terus-menerus bunyi. Athaya menyarankan beberapa tempat makan dan gue dengan tegas nolak. Tapi dia tetap maksa buat gue sarapan sampai akhirnya, gue nyeletuk air putih dan Sari Roti rasa keju ke dia. Itu emang kesukaan gue. Sari Roti rasa keju, yang sandwich dan Athaya benar-benar minta gue nunggu kurang lebih lima belas menit sebelum akhirnya datang lagi bawa pesanan gue.

AfterglowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang