14 Tolol

1K 218 51
                                    

LATHEA

Gue akan merasa sebagai orang paling jahat sedunia kalau menolak kebaikan hati seorang Januar Pahlevi. Cowok dengan kulit yang sedikit lebih gelap itu benar-benar menemani gue lembur hingga pukul delapan malam, di saat rekan-rekan gue yang lain bahkan pulang lebih awal. Kaget banget gue, pas jam enam dan ruangan udah sepi sementara, gue harus menyelesaikan laporan, tiba-tiba Levi datang bawa kue apek atau akrabnya, sih, dipanggil kue tetek yang entah dia beli dari mana.

Sekarang, gue berjalan berdampingan sama Levi menuju ke motor baru Levi yang katanya baru dia beli bulan lalu. Yamaha Vixion.

"Nih, gue niat banget ngajak lo pulang bareng. Gue bawa helm dua."

Gue terkekeh dan meraih helm yang Levi sodorkan ke gue. Helmnya masih kelihatan baru, warna merah polos. Tangan gue hendak melepaskan kaitan helm dan mengenakannya saat silau cahaya tiba-tiba mengalihkan perhatian gue dan Levi. Gue menahan napas saat sebuah mobil berhenti di dekat gue dan Levi, kepala gue pening saat kaca belakang mobil terbuka dan menampilkan wajah sosok yang sedang paling gak mau gue temui sekarang.

"Baru pulang?" tanyanya, dengan mata fokus menatap gue dan seakan mengabaikan fakta jika ada Levi di samping gue.

Gue melirik Levi sekilas sebelum mengangguk ke Athaya. Iya, Athaya Rasi Gaputra. Siapa lagi?

"Ayo, naik. Biar saya yang antar. Udah malam, bisa masuk angin kamu."

Lagi, gue melirik ke Levi yang memasang wajah keras. Gue memejamkan mata dan menggeleng kepada Athaya. "Makasih, Pak. Saya bareng Levi aja." Gue mengenakan helm yang Levi berikan, lalu memberi isyarat ke Levi untuk segera pergi menggunakan motornya tanpa mendengar seruan selanjutnya dari Athaya.

"Lev, beneran gak apa-apa gue nebeng lo? Rumah kita aja berlawanan, Lev."

Levi terkekeh, "Kan, gue emang mau antar lo, The. Gak peduli rumah lo di mana, gue bakal tetap antar lo."

Gue memejamkan mata, merasakan hembusan angin menyentuh kulit wajah gue. Beruntung, gue selalu pakai jaket saat pergi ke manapun, jadi gue pastikan gue gak bakal masuk angin kayak yang Athaya cemaskan. Gue menghela napas dan membuka mata dengan tangan memeluk erat perut Levi yang tiba-tiba menoleh terkejut dengan sikap gue. Gue pun gak sadar apa yang gue lakuin, saat gue menyandarkan kepala gue di punggung Levi dan...air mata gue mengalir.

"Thanks, ya, Lev."

Levi gak berkomentar apa pun, membiarkan gue larut dalam kegelisahan gue sendiri.

💧

LEVI

Haahhhh...

Rasanya pengin menghela napas terus saat semakin jelas kelihatan apa yang terjadi. Gue dan Athaya lagi-lagi jatuh hati ke orang yang sama. Bedanya, kayaknya kali ini, Dewi Fortuna lebih berbaik hati pada Athaya.

Emang, sih. Siapa yang bisa menolak pesona Lathea? Oke, Lathea emang mungkin gak secantik Disa atau secakap karyawan lain di kantor, tapi Lathea punya pesona sendiri yang gue yakin bisa bikin cowok mana pun yang pernah lihat dia senyum pasti jatuh hati. Tiap lihat Lathea, rasanya adem gitu.  Cantiknya natural, tutur katanya halus, pintar dan yang paling penting, dia punya sisi misterius yang selalu bikin penasaran.

Gue kira, jalan gue mendekati Lathea cuma ya, tinggal runtuhin tembok pertahanannya aja. Haha, ternyata depan tembok itu udah ada anjing penjaga alias si Athaya. Gak apa-apalah gue ibaratin Athaya anjing. Emang kayak anjing dia karena udah buat Lathea nangis di sepanjang perjalanan setelah berpapasan sama dia.

Kok gue bisa tahu? Ya, tahulah. Orang gue pake hoodie bahan katun yang otomatis nyerap air mata Lathea yang netes, ditambah sesekali cewek cantik itu terisak. Hati gue kayak teriris. Si bego Athaya itu ngapain Lathea, sih, sampai bisa kayak gini?

AfterglowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang