05.

8.3K 875 1
                                    

"Eomma." panggil Haechan ke arah orang yang membukakan pintu rumahnya. Bergegas memeluknya dengan erat, membiarkan air mata membasahi baju ibunya.

"Yaa ampun, sebegitu rindunya dengan Eomma ya? Salah sendiri kau jarang pulang ke rumah." Doyoung membalas pelukan Haechan dengan menepuk pantat putra sulungnya itu.

"Appa di mana, Eomma?" tanya Haechan sambil melepaskan sepatunya, masuk ke dalam rumah, tapi tidak mendapati sang ayah menyambutnya.

"Ada di dapur. Seperti biasa, sedang mencoba resep baru untuk restorannya." Doyoung lalu memanggil Taeil untuk bergabung di ruang tengah, sesuai dengan permintaan Haechan.

Menelan ludahnya gugup, Haechan sedikit kehilangan keberanian yang sudah dikumpulkannya sejak seminggu yang lalu saat melihat ayah dan ibunya duduk berseberangan dengannya.

"Appa, Eomma, aku hamil." kata Haechan lirih, menundukkan kepalanya dalam. Tidak sanggup melihat reaksi kedua orangtuanya. "Maafkan aku."

"Bagaimana bisa? Kenapa kalian melakukannya bahkan sebelum menikah?" seru Doyoung murka karena kalimat si sulung. Tidak menyangka anak yang dibanggakannya akan melakukan hal yang selama ini selalu dilarangnya.

"Maaf." gumam Haechan membalas perkataan ibunya.

"Bukan itu yang ingin Eomma dengar Chan. Katakan pada Eomma, Mark akan bertanggung jawab kan?" desaknya pada sang putra sulung yang masih tertunduk.

"Tidak Eomma." menggigit bibirnya, Haechan menanti reaksi ibunya, yang pasti akan semakin murka kepadanya.

"Apa maksudmu dengan tidak? Dia meninggalkanmu? Tidak mau mengakui anak yang kau kandung? Jelaskan Haechan." teriak Doyoung frustasi mendengar jawaban Haechan.

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang