20.

6.7K 613 18
                                    

"Hyung baik-baik saja?" tanya Haechan khawatir saat Mark baru pulang bekerja. Wajahnya terlihat begitu kusut dan lelah, dengan 2 kancing teratas kemejanya sudah terbuka.

"Daddddy... " panggil Noah begitu melihat Mark. Berlari ke arah pria yang langsung tersenyum lebar ke arahnya, langkahnya terhenti oleh kesigapan Haechan menggendong Noah.

"Dengan Papa dulu. Biarkan Dad mandi ya sayang." bujuknya saat melihat ekspresi anaknya yang merajuk.

"Papaaaaaaa. Dad." rengeknya, titik air sudah hampir jatuh dari manik bulatnya. Haechan lalu meminta Mark segera membersihkan tubuhnya sebelum menggendong putra mereka. Menahan kegemasannya, Mark segera berlalu, membiarkan Haechan menenangkan tangisan Noah. Haechan lalu membawa Noah ke arah dapur untuk membuatkannya susu. Seharusnya ini sudah jam tidur bayi itu, tapi sepertinya Noah menunggu kedatangan sang ayah. Terlalu rindu karena banyak waktu yang dihabiskan Mark untuk lembur belakangan ini.

"Hai jagoan. Kenapa belum tidur? Menunggu Dad?" tanya Mark begitu dirinya selesai membersihkan dirinya. Haechan lalu mencubit lengan kekasihnya itu yang keluar dari kamar mandi hanya dengan celana pendeknya. Terlalu malas untuk mengenakan kausnya. Mata sayu Noah berubah menjadi sedikit berbinar melihat kedatangan Mark yang ditunggunya sejak tadi. Tangannya lalu mencoba meraih sosok yang mendekat ke arahnya, membuat Haechan sedikit kesulitan mempertahankan gendongannya.

"Kebiasaan sekali. Pakai bajumu dulu Hyung." protesnya kesal, disambut dengan kecupan singkat di pipi kiri pria itu.

"Panas Chan. Oh, kau sedikit pucat." ucapnya setelah merasakan pipi Haechan yang terasa sedikit dingin di bibirnya. Matanya lalu memindai wajah kekasihnya yang malah tersenyum manis ke arahnya.

"Daddddy.... " rengeknya lagi karena Mark yang tidak segera menggendongnya dan justru memilih mengobrol dengan sang Papa. Haechan memindahkan bayi di gendongannya kepada Mark sebelum bayi itu semakin merengek. Mark menerima Noah dan menepuk-nepuk pantatnya pelan. Menggumamkan sebuah lagu anak-anak yang pernah didengarnya didengungkan Haechan untuk putra mereka. Mengikuti langkah kaki Mark menuju kamar mereka, Haechan mendapati Noah sudah tertidur di bahu kekasihnya itu.

"Rindu sekali dengan Dad ya?" bisiknya, mencium pipi bayinya. Mark menolehkan kepalanya dan memandang Haechan yang sedikit pucat, sebelum kemudian meletakkan bayinya di atas ranjang mereka. Haechan buru-buru ikut membawa dirinya naik ke ranjang, menempatkan dirinya di sebelah Noah, membuat bayi itu berada di antaranya dan tembok. Sedikit berbaring, Haechan menatap ke arah Mark yang sibuk memilih kaus untuk dikenakannya.

"Daddy memintaku naik jabatan." ujar Mark, memutuskan menggunakan kaus berwarna putih, lalu ikut bergabung dengan Haechan dan Noah. Membiarkan tangannya dijadikan alas tidur kekasihnya.

"Lalu?" tanyanya dengan suara teredam karena mukanya disembunyikan ke leher Mark.

"Aku tidak tahu." jawabnya frustasi. Haechan lalu mencium leher Mark sekilas. "Kau tahu aku tidak suka naik jabatan hanya karena aku anak dari pemilik perusahaan."

"Kau selalu ingin diakui kerja kerasnya. Ya." potong Haechan cepat. Mark mengangguk-anggukkan kepalanya, menyetujui kalimat kekasihnya itu.

"Tapi Daddy memberi alasan yang cukup logis. Sekarang aku memilikimu dan Noah. Jabatan baru jelas akan memberikan tunjangan yang cukup untuk kita." erangnya lagi. Haechan mengernyitkan alisnya tidak suka dengan kalimat Mark.

"Hei. Kami sudah siap dengan apapun kondisimu Hyung. Jangan membuat dirimu sendiri tersiksa dengan melakukan hal yang tidak kau sukai."

"Tapi...."

"Bukankah tetap akan ada evaluasi dari divisi terkait jika kau akan naik jabatan?" Mark mengangguk untuk menjawab pertanyaan Haechan. "Nah, lakukan saja yang terbaik."

"Dad..." gumam Noah di dalam tidurnya. Mark terkekeh geli dengan ekspresi Haechan yang hampir mencibir, lalu memindahkan posisi Noah untuk berada di antaranya dan Mark. Gerakan gelisah dan gumaman si bayi langsung hilang begitu berada dekat dengan Mark.

"Dasar anak Dad." rutuknya kesal dan berbalik untuk tidur menghadap dinding, membelakangi posisi kekasih dan putranya.

***

Haechan mengurut keningnya pelan, pusing mendengar perdebatan dua pria di hadapannya. Niat awal Taeyong dan Doyoung membantu persiapan pernikahannya dengan Mark justru berakhir dengan pertengkaran. Mulai dari menu makanan di pesta pernikahan, pilihan jas pengantin, undangan pernikahan, hingga dekorasi acara dijadikan bahan perdebatan mereka akibat perbedaan pendapat kedua pria itu. Meninggalkan Noah yang digendong Doyoung, Haechan membiarkan Doyoung dan Taeyong memilih warna bunga untuk dekorasinya lalu pergi ke kamar mandi terdekat. Mual di perutnya kembali menyerang hingga terasa tak tertahankan. Mengeluarkan isi perutnya tak bersisa, Haechan lalu membasuh mulutnya yang lagi-lagi terasa pahit, juga membasuh wajahnya yang terasa dingin. Tangannya mencengkeram erat wastafel tempatnya berada, Haechan berusaha menstabilkan kondisinya. Suara dering telepon memecah konsentrasinya.

"Kau di mana?"

"Kamar mandi." jawabnya lemah lalu menutup panggilan teleponnya. Sejenak kemudian, Doyoung dan Taeyong sudah berada di belakangnya.

"Apakag selalu sesulit ini Chan?" tanya Taeyong. Tangannya memijat tengkuk Haechan yang lagi-lagi sudah menunduk di depan wastafel. Meski sudah tidak ada yang bisa dikeluarkan, Haechan kembali tersiksa dengan rasa mual yang mendera. Haechan lalu mengangkat tangannya cepat, menginterupsi ibunya yang ia tahu akan membalas pertanyaan Taeyong dengan pedas.

"Jangan berteriak Eomma. Aku pusing sekali." pintanya pelan dengan suara yang terdengar lemas. "Di awal memang selalu seperti ini, Mom. Tapi ini sepertinya lebih parah dari Noah. Dan tidak, tidak perlu menelepon Mark-hyung. Aku sudah membuat janji dengan dokter Irene. Kita bisa berkunjung setelah perdebatan Eomma dan Mom." sindir Haechan. Tersenyum lemah ke arah dua pria yang saling menatap tajam satu sama lain demi mempertahankan pendapatnya. Mereka akhirnya memilih mengalah dan mengajak Haechan keluar. Lalu membiarkan Haechan memilih satu dari beberapa pilihan yang ditawarkan oleh wedding organizer yang dipakainya.

"Kau masih bersama Mom? Jadi ke klinik dokter Irene tidak?" tanya suara di ujung sana, terdengar begitu lelah.

"Masih. Ini baru saja selesai dan akan segera ke dokter Irene. Kau jadi ikut?"

"Jadi. See you there." ucapnya sebelum menutup panggilannya. Mark memang baru saja menyelesaikan tes kenaikan jabatannya, sehingga dirinya bisa mengajukan ijin untuk pergi menemani kekasihnya memeriksakan kandungan. Haechan mengalihkan perhatiannya ke arah Doyoung dan Taeyong yang menatapnya khawatir. Juga Noah yang memeluk erat leher Doyoung, terlihat enggan digendong oleh papanya.

"Ayo Eomma, Mom. Kita berangkat. Mark-hyung juga sudah berangkat kok." ajaknya, tangannya menggandeng lengan bebas Doyoung dan Taeyong, membawa mereka ke arah mobil mereka terparkir.

***

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang