Hari ini adalah hari di mana Neji dimakamkan. Lelaki itu meninggal dalam perjalanan ke luar kota. Kecelakaan kereta api tempo hari menewaskan sedikitnya 23 orang penumpang, salah satunya adalah Neji. Kala itu Hinata yang baru pulang dari kampus jelas sangat terkejut dan tak percaya bahwa satu-satunya keluarga yang ia miliki sudah tiada.
"Kak Neji..."
Tangis Hinata mengiringi pemakaman Neji. Beberapa pelayat tampak memberikan ucapan belasungkawa, namun tak ditanggapi dengan baik oleh Hinata. Rasa-rasanya Hinata semakin tenggelam dalam kesedihan. Kini, kenyataan pahit itu benar-benar harus diterimanya. Tak ada siapapun lagi yang sanggup menjadi penopang dan pelindungnya, semua keluarganya telah tiada, meninggalkannya dalam kesengsaraan hidup sebatang kara.
Di usia 8 tahun, Hinata kehilangan ibunya saat melahirkan Hanabi. 3 tahun berikutnya, Hanabi sakit parah dan akhirnya meninggal. Pada usia 14 tahun, Hiashi juga meninggal karena penyakit yang dideritanya sejak kematian Hikari. Kini saat menginjak usia 21 tahun, Hinata kembali ditinggalkan. Sungguh, ia tak tahu mengapa hidupnya begitu menyedihkan seperti ini.
Selama enam tahun terakhir, Neji adalah tempat Hinata bergantung. Neji melindungi Hinata dengan sangat baik, juga merawat Hinata dengan penuh cinta dan kasih sayang. Neji yang bekerja di sebuah perusahaan di bagian pemasaran memiliki gaji yang cukup untuk membantu biaya sekolah dan kuliah Hinata, itulah sebab mengapa dirinya melarang sang adik ikut bekerja meski paruh waktu. Neji hanya berpikir bahwa Hinata adalah tanggung jawabnya, jadi menyuruh sang adik bekerja adalah hal yang tak benar. Sepatutnya, Neji menyuruh adiknya itu untuk hanya fokus pada pendidikan dan membantunya menggapai cita-cita. Sayangnya, kini Hinata sendiri yang bingung bagaimana harus melanjutkan hidupnya. Ia tak memiliki keahlian khusus selain memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.
"Hinata."
Hinata menoleh ke samping, seorang pria dewasa yang berdiri menjulang dengan raut wajah yang begitu tegas. "P-Paman?" lirih Hinata. Ia tahu siapa pria yang berdiri di sebelahnya dengan mengenakan setelan formal berwarna hitam berharga mahal.
Pria itu adalah Uchiha Sasuke, si bungsu dari keluarga Uchiha yang sudah menjadi Bos Besar di usia muda, berstatus duda tanpa anak, dan kini berusia 37 tahun. Pria itu adalah pemilik perusahaan di mana Neji bekerja. Sebelum ini, Hinata pernah bertemu dengannya dua kali. Pertama adalah ketika pria itu datang ke acara pemakaman Hiashi dan yang kedua adalah ketika Neji mengajak Hinata datang ke acara ulang tahun pria tersebut sekitar 4 tahun yang lalu.
"Mulai hari ini, kau menjadi tanggung jawabku."
"S-Sepertinya Paman ti-tidak perlu menjadikan saya sebagai t-tanggung jawab Paman. Saya a-akan bekerja paruh waktu u-untuk me-menyambung hidup saya," ujar Hinata gugup. Wajahnya kini tertunduk, sengaja tak menatap Sasuke yang begitu ia segani. "S-Saya tidak ingin merepotkan P-Paman."
"Neji adalah salah satu karyawan terbaik yang aku miliki," kata Sasuke seraya memperbaiki letak kacamata hitam yang dipakainya. "Dia juga bahkan menjadi tempatmu bergantung selama ini, 'kan? Kini dia telah pergi, siapa lagi orang yang akan kau jadikan sandaran?"
"Saya a-akan berusaha mandiri."
Sasuke terdiam menatap Hinata. Gadis itu ternyata memang cukup keras kepala, hampir sama seperti Neji. Merasa percuma jika terus memaksa, Sasuke mengeluarkan secarik kertas dari saku jasnya dan memberikan benda itu pada Hinata.
"Pada kartu nama itu tertera nomor ponsel juga alamat kantorku yang baru. Hubungi aku jika kau perlu sesuatu, atau datanglah padaku jika kau membutuhkan beberapa hal."

KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot SasuHina (Sasuke Uchiha x Hinata Hyuuga)
AcakKumpulan cerita SasuHina. SasuHina milik Masashi Kishimoto. Cerita ini milik Azurdium.