15. Daur Ulang - Mafumafu

159 18 0
                                    

"Masih gak cocok!!"

Kertas, yang baru saja ditulisi, digumpal sembarang. Tentu akhirnya dilempar ke tempat sampah terdekat–yang sudah penuh dengan gumpalan kertas lain. Tampang yang tadi terlihat kesal dan sedikit marah langsung hilang, seolah turut dibuang ke tempat sampah. Namun, malah berganti dengan tampang frustrasi bercampur sedih.

Kepala langsung diletakkan pada meja dengan dahi sebagai tumpuan. Hela napas panjang dapat terdengar dari pemuda frutrasi itu. Lelah dengan yang dilakukan sejak tadi.

"... Padahal nada-nadanya udah bagus."

Mengerang frutrasi, kepala kembali diangkat. Tubuhnya pun bangkit dari bangku. Mulai menyusuri pelan-pelan ruang klub ini–klub musik yang sudah bubar, karena hanya menyisakan dirinya sebagai anggota. Inspirasi berusaha dicari seiring dengan langkahnya.

Walau ruangan ini sudah tak terpakai, si pemuda tetap melakukan kegiatan seolah-olah klub musik masih ada. Seperti sekarang, coba menulis lirik lagu dari nada-nada yang sudah rampung sejak beberapa jam lalu. Sulit sekali menemukan lirik yang cocok dengan nadanya.

Dan lagi, tak biasanya ia berkali-kali tak puas dengan lirik tulisannya, melebihi yang sudah-sudah.

Jendela menjadi tujuan sang pemuda. Hembusan angin di penghujung siang melambai-lambaikan helaian rambut putihnya. Diperhatikan kegiatan di bawah sana dengan saksama. Mungkin saja menemukan inspirasi yang dicari-cari.

Klub basket yang masih sibuk dengan kegiatan. Sekumpulan murid perempuan sibuk membicarakan entah apa itu. Beberapa murid lain berjalan menuju gerbang untuk pulang. Kucing tampak turut berada di area sekolah.

"..."

Tidak ada.

Kepala sudah terasa ingin pecah hanya karena memikirkan lirik lagu yang cocok. Ingin saja rasanya melompat dari lantai tiga ini. Namun, akan terlihat bodoh nantinya. Jika alasan bunuh diri adalah tak menemukan lirik yang cocok untuk lagu buatan sendiri.

Belum sempat menghela napas lelah, suara feminim yang tenang menyapa indera pendengaran. "Wah, kata-katanya bagus. Kenapa malah dibuang ke tempat sampah?"

Seingatnya, hanya dirinya yang ada di ruangan ini. Dengan perasaan sedikit kesal–karena orang lain masuk tanpa izin–langsung saja menoleh pada sumber suara. Siap melancarkan rentetan pertanyaan yang terbersit di pikiran.

Didapati seorang gadis berseragam hampir mirip dengannya. Kini tengah berdiri di dekat tempat sampah penuh kertas lirik lagu. Membuka dan membaca salah satunya dengan binar kagum bercampur senang.

Iris merah tua langsung membulat.

Deg!

"E-eh-?"

"Ah, maaf aku langsung masuk ke sini." Gadis itu membungkuk sebentar dan memasang tampang tidak enak hati. Tersenyum simpul pada si pemuda yang kebingungan. Kertas lirik yang digenggam masih tak dilepas. "Aku udah ketuk pintunya. Tapi Mafumafu-san kayaknya gak denger. Jadi, kupikir gak ada orangnya."

Mafumafu dapat merasakan wajahnya sedikit memanas. Mungkin karena panggilan itu. Biasanya orang yang baru ditemui pertama kali akan memanggil 'Aikawa-san'. Saat Mafumafu memberitahu memanggil dengan nama panggilan saja, baru akan dipanggil dengan itu.

Namun, gadis ini langsung memanggilnya 'Mafumafu'.

Entah memang karena panggilan itu Mafumafu jadi merasa aneh. Atau karena gadis itu, yang tadinya sempat memberikan sengatan aneh di hati kala pertama melihatnya.

"U-uh, gapapa. Salahku juga gak denger." Tengkuk digaruk dengan kikuk. Tidak tahu harus bersikap bagaimana. Rasanya aneh. Tak pernah dirasakan sebelumnya. Biasanya Mafumafu bisa bersikap normal dengan siapapun. Entah apa yang menyebabkannya sekarang begini. Akhirnya mengukir senyum canggung. "Anu... Ada apa yah ke sini...?"

Seolah melupakan hal paling penting sedunia, gadis itu langsung tersentak dengan agak panik. Bahkan suaranya kemudian terdengar cukup nyaring. "Ah! Iya! Tadi itu, aku disuruh ke sini buat minta ruangan ini dari Mafumafu-san."

"... Minta ruangan ini...?"

Perasaan aneh langsung berganti dengan kesedihan. Ruang klubnya mau diambil? Memang, sih. Klub musik sudah tidak ada lagi. Ruangan ini pun sebenarnya ruang kosong, bisa dipakai oleh yang lebih butuh. Namun, rasanya tak rela jika Mafumafu benar-benar harus meninggalkannya. Terlalu banyak kenangan di sini.

Menyadari ekspresi sedih yang langsung terpampang di hadapan, si gadis melanjutkan pelan-pelan. Takutnya jika salah bicara akan makin melukai Mafumafu. "Iya. Soalnya aku habis bikin klub baru, klub sastra. Anggotanya baru empat, sih. Tapi udah menuhin syarat buat bikin klub. Jadi, ruangan ini yang mau kami pakai. Apa boleh, Mafumafu-san?"

"Ah, begitu..." Mafumafu tersenyum simpul, berusaha menyembunyikan kesedihan yang sempat terlihat. Walau sorot mata tak dapat menipu. "... Oke, boleh. Pakai aja. Aku juga cuma lakuin hal gak berguna di sini."

"Itu gak bener!!"

Terkejut, hampir saja si albino melompat mundur jika tidak menahan diri. Walau tak terlalu nyaring, tetap saja dengan suara feminim bernada tinggi begitu tak mungkin tidak ada yang terkejut. Setelahnya, gadis itu kembali membaca kertas lirik yang dibuang Mafumafu tadi. Hendak merebutnya, tetapi ucapan lain langsung menghentikan.

"Ini Mafumafu-san yang tulis, 'kan? Ini bagus, lho! Aku suka."

Deg!

Sebenarnya itu apa, sih?!

Pandangan iris merah tua bergerak gelisah, yang selalu berakhir pada gadis yang tengah bersamanya ini. Perasaan aneh tadi kembali hinggap di hati. Entah mengapa kata-kata, 'Aku suka,' itu terus terngiang di kepala. Padahal yang dimaksud adalah lirik lagu yang ditulis. "... Uh, i-iya. Aku yang tulis itu... Tapi aku ngerasa itu gak cocok dengan nada lagu yang kubuat. Jadi kubuang."

"Bikin lagu yah."

Gadis itu tersenyum seolah sudah menyangka. Kertas di tangan dibaca sekali lagi. Mafumafu merasa malu tulisannya dibaca begitu, oleh anggota klub sastra lagi. Namun, sama sekali tak mencegah. Perasaan aneh tadi semakin menjadi saja.

Aura yang lebih cerah tampak pada wajah cantik itu. Sedetik, membuat Mafumafu tertegun melihatnya. "Gimana kalau kubantu buat liriknya? Mafumafu-san juga masih boleh kok ngelakuin hal kayak biasanya di ruangan ini. Anggota kami juga masih sedikit. Nambah satu orang di ruangan yang cukup luas ini kurasa gak masalah."

"Uh, hah?"

Oke­­, otak Mafumafu hari ini tidak bisa bekerja dengan normal seperti biasa. Tadi masalah lirik lagu. Sekarang agak sulit mencerna kata-kata yang sudah sangat jelas maksudnya apa. Mafumafu sendiri juga tak mengerti.

"Aku mau bantu buat liriknya. Dan Mafumafu-san boleh ngelakuin hal kayak biasanya di ruangan ini."

Diulangi dengan sabar juga senyum maklum, hati rasanya langsung menghangat serta bahagia. Gadis ini baik sekali menawarkan sesuatu yang bagus seperti itu. Tentu tak mungkin ditolak begitu saja. "Ah, makasih banyak..."

Dan lagi...

"... Gi-gimana kalau bantu aku sekarang? Kebetulan... aku... baru aja dapat inspirasi buat liriknya."

"Boleh. Kegiatan klubku juga baru mulai besok. Jadi hari ini aku gak ada kegiatan."

"M-makasih banyak!! Itu bakal bantu banget."

Drabbletober 2019 (Utaite | 歌い手)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang