titik nadir

6.4K 161 37
                                    

Kehidupan memang seperti ini, tidak dapat di duga duga atau diprediksi. Kita sebagai makhluk ciptaan-Nya hanya bisa menerima takdir yang sudah di tentukan olehnya. Termasuk soal kematian. Aku masih tidak menyangka sosok yang dahulu menyakiti fisik dan mentalku, saat ini tubuhnya terbujur kaku. Wajahnya pucat, matanya terpejam, namun wajahnya tersenyum. dan aku bisa merasakan betapa dinginnya tubuhnya. Tangisan dan air mata sudah tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat ini, karena aku sudah letih untuk menangis. Untuk apa menangis? Bukannya kemarin aku menginginkan sosok ini untuk pergi dari kehidupan ku, dan sekarang ia benar benar pergi. Aku menyesal karena menginginkan hal itu. Dasar bodoh, katai aku saja, Aku akan terima. Entah sudah berapa banyak tetesan air mata yang susah aku keluarkan, entah sudah berapa banyak jeritanku padanya supaya ia bangun kembali. Ia benar laki laki pecundang yang pernah aku kenal, ia yang telah membuatku menangis suka dan duka, ia yang membuat putriku tidak lagi mempunyai ayah, ia yang membuat kondisi putriku saat ini sedang kritis. Kepergian nya membawa mala petaka untukku. Lihatlah, di saat ia sudah pergi saja, masih membuat diriku susah payah. Kau jahat mas, kau benar benar menghukumku tanpa ampunan. Tidakkan kau puas atas apa yang telah kau lakukan padaku dulu, dan sekarang kau meninggalkan semuanya. setelah apa yang telah kau janjikan. Aku menagih janjimu, janji untuk terus bersama putriku, dia sakit, lebih sakit ketimbang sakitnya diriku. Aku tidak mengerti lagi dimana hati nuranimu. Semalam kau mengatakan bahwa kau akan mengunjungi dia lagi bukan?, tapi apa sekarang? Justru kau meninggalkan nya.

Cukup, aku muak, muak dengan sandiwaramu, berhentilah bersandiwara seperti apa yang sering kita lakukan di pernikahan kita. Aku tidak ingin ada sandiwara lagi, bangun lah mas, putrimu membutuhkanmu. Ia sangat menyayangimu, terbukti dengan keadaannya sekarang. Aku memohon demi putriku, dia putrimu juga.

Batinku menjerit, aku tak kuasa mengatakan nya secara nyata, seakan mulut ini susah untuk mengatakan hal itu semua.

Aku tidak lagi memperdulikan perasaan cintaku padamu, sekarang yang aku pedulikan adalah putriku sangat membutuhkanmu, aku tak kuasa untuk menjawab jika nanti ketika ia besar, dan mengerti, akan bertanya dimana sosok ayahnya? Kenapa dia tidak pernah bertemu ayahnya? Apakah dia mempunyai ayah? Apakah, dan kenapa, pasti itulah yang ia tanyakan nanti ketika ia sudah besar.

Aku tak sanggup harus merawatnya seorang diri, aku tidak bisa menjadi seorang ibu sekaligus ayah untuknya. Aku tak sanggup melakukan itu.

Hari ini, entah kenapa, aku merasa dunia sedang menertawakan aku, apakah ini karma untuk seseorang yang tamak sepertiku, untuk wanita seperti aku? Hukumanmu memang sangat menyakitkan, tuhan. Semuanya tidak ada bandingannya.

Sudah cukup. Aku tidak ingin mengatakan hal apapun padanya sekarang, karena semuanya akan sia sia, dia tidak bisa lagi mendengar jeritan batinku, dia tidak akan mengetahui apa yang terjadi ketika di pergi. Dia tidak akan mengerti kondisi sekarang bagaimana.

Lebih baik aku pergi, ketimbang harus melihat tubuhnya yang kaku.
Dan sekarang, mataku merasa panas ketika ketika melihat putriku, wajahku memanas, melihat semuanya. Melihat putriku tertidur dengan alat medis yang berada di tubuhnya. Aku ingin menangis, tapi kenapa air mata ini tak kunjung menetes, mungkinkah air mataku tidak lagi menetes karena aku sudah sering menangis?

Ku genggam tangan mungil itu, dingin tangannya, tapi tak sedingin tangan milik laki laki pecundang itu.

Beberapa jam yang lalu, semuanya masih baik baik saja, tidak ada sesuatu hal yang harus di khawatirkan, tetapi semenjak aku mengangkat sambungan telphon dari nomer yang tidak di kenal, semuanya berubah, kondisi nya semakin mencekam, menakutkanku dengan apa yang akan terjadi.

Ketika aku mengetahui berita menyeramkan itu, aku merasa seakan waktu sedang berhenti, tidak ada lagi kehidupan untukku, semuanya benar benar hancur. Lebih hancur lagi ketika tiba tiba, bayiku berhenti menangis, seharusnya aku senang bukan bayiku berhenti menangis, pasalnya aku sudah mencoba untuk mendiaminya, tangisanku tak kunjung reda, tapi bukan seperti ini berhentinya. Tangisannya memang berhenti dan pada detik itu juga, bayiku tiba tiba menutup matanya. Menutup matanya bukan berarti ia lelah menangis, lalu tertidur. Tidak, itu salah besar, kondisinya pada detik itu, kritis, secara tiba tiba organ organ tubuhnya tidak berfungsi dengan baik.

Tuhan masih memberikan satu kebaikan hatinya untukku, dan itu adalah ketika aku tidak telat membawa putriku ke rumah sakit. Rasanya semua tubuhku sudah letih, aku tak kuasa menopang bobot tubuhku lagi, tapi ketika aku melihat wajah cantik dan menggemaskan putriku, seakan menyadarkanku, bahwa aku harus sabar, dan kuat. Aku masih mempunyai dia, yang harus ku jaga.

Ujianku tidak sampai di sana, ketika putriku sudah di diagnosa oleh dokter tentang kondisinya sekarang, aku mendengar, laki laki itu pergi meninggalkan semuanya. Aku ingin teriak pada saat itu, namun mulut ini terasa kelu, kata kata yang ingin aku lontarkan tercetat di tenggorokan ku. Hidupku benar benar hancur. Kalian bisa bayangkan bukan? Bagaimana perasaanku saat ini, kalut, gelisah, takut, emosi semuanya menyatu.

Pada saat itu juga, aku berlari ke arah ruangan icu, tidak. Aku tidak menangis pada saat itu, sudah ku katakan bukan, air mataku tidak akan  keluar lagi. Aku hanya bisa pasrah dengan semuanya.

Wanita itu ada di sana, wanita yang di cintai oleh laki laki pengecut itu, memberikan aku semangat, ia mengatakan akan baik baik saja. Aku berfikir dimana letak baik baik saja, hidupku sudah hancur, laki laki yang ku cintai pergi, dan putriku sedang kritis di usia yang masih beberapa bulan. Apa itu bisa di katakan baik baik saja.

Aku sadar, semua yang terjadi saat ini awal biang keladi nya adalah aku, jika saja dari awal aku tidak melakukan hal nekat, tidak memisahkan pasangan yang saling mencintai, tidak menjadi wanita perusak hubungan orang, mungkin jalan ceritanya tidak akan seperti ini.

Aku meminta maaf sebesar besarnya dengan wanita itu, dan ia mengatakan bahwa ia sudah memaafkan segalanya sejak dari dulu, lantas kenapa tuhan masih menghukumku.

Aku masuk ke dalam ruangan itu, mataku melihat dia yang terbujur kaku di atas matras rumah sakit. Hatiku sakit, aku ingin menjeritkan sesuatu, ingin menangis seperti yang sering aku lakukan di kala sedih, tetapi kenapa sekarang semuanya susah untuk di keluarkan.

Aku merasakan pundakku di rengkuh dengan seseorang, dan masih sama, wanita itu berusaha untuk menguatkanku. Aku rasa semuanya percuma, karena saat ini aku sudah berada di titik yang paling bawah, aku lelah, letih, dan aku pasrah dengan semuanya.

Semua hukumanmu, akan aku terima karena inilah balasannya untukku. Aku tak akan mengeluh, aku janji. Kehidupan ku benar benar mati, tidak ada warna lagi di hidupku, semuanya berubah menjadi abu abu.

Sekali lagi aku ingin menjerit

Kenapa tuhan tidak mengambil nyawaku saja?

TAMAT

Aku nangis serius pas ngetik ini, ngerasa sesak juga. Kalian juga ga sih? Apa cuman aku doang ya?

Ceritanya udah tamat ya zheyeng, nanti akan ada epilog dan satu extra part. Jadi di tunggu saja. Vote dan komentar kalian akan aku tunggu, dan ketika itu semua udah cukup, aku akan update secepat mungkin.

Sad wedding #wattys2017حيث تعيش القصص. اكتشف الآن