Who are You?

263 48 7
                                    

Kali ini berbeda.

Gadis berkucir dua itu agak panik saat ia terbangun di keramaian.

Tak hanya itu. Di sisi jalan, ia dapat melihat bangunan rumah yang tak biasa. Kalau yang ia temui biasanya adalah rumah modern yang dibangun teratur sepanjang jalan, kali ini berbeda. Rumah tersebut tampak lebih tradisional.

Bentuknya seperti rumah lama dan terbuat dari kayu. Bahkan, rumah tersebut terlihat lebih tinggi dibanding rumah yang biasa ia temui. Di depan rumah itu juga terdapat tangga yang terbuat dari kayu.

Lia melirik ke sana kemari dengan perasaan bingung.

"Di mana ini?" batinnya.

Banyak orang dewasa yang berlalu lalang di sekitarnya mengobrol dengan bahasa yang tak ia mengerti, meski terasa familier untuknya.

Yang membuatnya semakin gelisah adalah, ketika ia melihat orang-orang di sekitarnya menggunakan baju adat khas betawi, kontras dengan gaun biru cerah yang dikenakannya.

Sambil menggenggam erat ujung roknya, ia mulai berjalan mengikuti arus. Suasananya ramai, tapi tak ada satu kata pun yang ia ketahui maksudnya.

Langkah kecilnya ia percepat agar ia bisa sampai di ujung jalan lebih cepat. Ia hanya tak ingin terinjak di antara kerumunan orang dewasa ini-- sementara hal itu yang terpikirkan olehnya sekarang.

Dengan wajah pucat dan sedikit berkeringat, Lia tak kunjung  menemukan ujung jalan, atau tempat yang bisa ia gunakan untuk berteduh dari kerumunan orang asing di sekitarnya.

Jantungnya berpacu kian cepat. Wajahnya juga kian memucat beserta keringat dinginnya yang bercucuran lebih deras.

Mata bulatnya berkedip-kedip cepat. Siapa saja yang melihatnya pasti tahu, bahwa gadis kecil itu sedang menahan tangisnya.

Tak sampai di situ. Kesialannya berlanjut saat ia terantuk sesuatu dan jatuh ke tanah. Ia mengaduh dan mengusap pelan air matanya yang akhirnya turun dari pelupuk matanya.

Dengan pandangan kabur, sepasang matanya mendapati sebuah replika rumah yang mirip dengan yang ia lihat beberapa waktu lalu.

Rupanya, ia tersandung benda mungil tersebut.

Sambil menyeka kembali air matanya, ia mengambil benda tersebut dan segera bangkit. 

"Lia!"

Gadis berkucir dua itu lantas menoleh.

Tapi ia tak berhasil menemukan sang empunya suara.

"Siapa?"

"Lia!" panggil suara itu lagi.

Sambil terus mencari, akhirnya Lia berhasil mendapati sesosok anak kecil  sebayanya agak jauh dari tempatnya berdiri.

"Apa anak itu yang memanggilku?"

Namun ia tak bisa melihat dengan jelas karena banyak orang dewasa yang berlalu lalang di depannya, menghalangi pandangannya untuk melihat sosok orang yang memanggilnya.

Tetapi, langit menggelap seketika. Lia tahu, kalau ini adalah akhir dari mimpinya.

***

Petir menyambar di sela hujan deras yang membangunkan Lia dari mimpi.

Dalam keremangan kamar tidurnya yang hanya bermodalkan cahaya lampu tidur, ia menyingkap selimutnya dan bergegas menyalakan lampu kamar.

Dalam genggaman mungilnya, ia menaruh replika rumah yang ia temui dalam mimpinya dalam rak di sudut kamarnya.

Ia menghela napas lega saat tahu mimpi buruknya berakhir. Ia bersyukur mimpinya berakhir, walau ada sedikit kekecewaan karena ia penasaran dengan anak sebayanya yang memanggilnya dalam mimpi.

Dibukanya lembaran kedua buku bersampul biru pastel itu.

Hari kedua.

Aku mimpi buruk.

Aku benci keramaian. Tapi aku bertemu seseorang dan menemukan benda unik.

Aku penasaran, siapa dia. Tapi belum bisa bertemu dengan anak itu.

Semoga, besok aku tidak bermimpi buruk lagi dan bisa bertemu dengannya.

.
.
.
Tbc

************************************
Day 2
2nd November 2019

Tema : Artikel pilihan wikipedia Indonesia - Rumah Adat Betawi, Rumah Panggung

Hzzzz... sebenernya aku nulis apa sih? //cengo part 2

Yah pokoknya nyambung lah ya. Meski ini udah rada random //lirik a/n sebelumnya

Meski begitu, Rina sangat bersyukur karena di hari kedua ini tidak tewas //tebar bunga

Hmm mari kita lihat, apakah Rina akan terus hidup sampai 28 hari ke depan?

See you tomorrow ~

Wonderland : 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang