Bekal Makan Siang - Muhajir Arroysid

68 7 0
                                    

Judul : Bekal Makan Siang 

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Judul : Bekal Makan Siang 

Penulis : Muhajir Arroysid

Koran/Tanggal: Media Indonesia, 29 September 2019

Cuplikan:

JIKA saja ia tidak terbakar nafsu, keluarganya tidak akan terkena imbas begini. Mulanya hidupnya baik-baik saja. Apotek, bisnis yang ia jalankan bersama istrinya berjalan lancar memberi pemasukan tetap. Ia memiliki keluarga yang pantas. Punya rumah, punya mobil keluarga, setiap minggu bisa makan ke luar. Pengeluaran dan pemasukan seimbang. Bahkan, ia masih bisa menabung.

Kesan Pembacaan

Secara garis besar cerpen ini mengisahkan seorang suami dan ambisinya. Bagaimana ia terjatuh lalu bangkit dari keterpurukan.

Suami tersebut hidup berkecukupan, punya mobil, dan usaha sendiri. Sampai akhirnya musim pemilu tiba, teman-temannya datang menghasut bahwa ia orang yang tepat untuk duduk di kursi dewan. Kewibaan dan pengalamannya sebagai ketua organisasi kepemudaan tingkat provinsi membuatnya diyakini memiliki banyak pengikut yang menguntungkan.

Maka jadilah ia menggadaikan aset serta menguras tabungan. Di babak penentuan, namanya kalah sedikit. Teman-teman yang memanggilnya Bos pergi menjauh sementara tukang kaos dan sablon menagih utang hingga si suami mengalami kebangkrutan.

Untungnya, sang istri masih setia. Ia pun berusaha memperbaiki kehidupan seperti sebelum kampanye terjadi. Mencari arti di balik musibah.

Kekurangan

Kekurangan cerpen ini adalah, endingnya nanggung. Ketika si suami mendapat hidayah, ia hanya diceritakan menjadi lebih lapang dada dan tidak berusaha lebih keras. Tidak ada naik-turun yang ekstrim dari awal sampai konklusi cerpen. Rasanya lempeng karena di awal, kejadian pemilu diberitahukan lewat narasi sekilas, begitu pun bagian mendapat ceramah dari sang guru ngaji.

Ada sesuatu yang kurang mengena dan tidak menonjok. Ibarat sup ayam, rasanya tidak istimewa kendati enak-enak saja dimakan setiap hari sebagai teman makan siang. Konflik tentang bekal yang dianggap menjadi titik balik pun, hanya mendapat sorotan sekilas. Sang tokoh seperti sudah tahu kehidupannya akan baik-baik saja, makanya tidak terlalu cemas. Minim emosi.

Saya mengira akan ada twist di akhir, sebuah kejutan untuk menaikkan tensi cerita sehingga cerpen menjadi berkesan. Namun, penulis memilih mengakhirinya dengan gantung. Tidak buruk, tetapi kurang memuaskan pembacaan sehingga terasa seret di tenggorokan.

Kelebihan

Meski demikian, saya apresiasi betul cara penulis memainkan diksi dan kalimat-kalimatnya. Rasanya sangat halus dan terasa cepat habis saja sampai akhir cerita. Tuturannya jelas, runut tanpa perkelokan yang membuat cerpen bertingkah aneh-aneh. Kesederhanaan dan kelurusan cerpen ini justru sangat membantu gaya kepenulisannya yang tidak macam-macam.

Kesimpulan

Akhir kata, cerpen ini bagus walau tidak memberi kejutan yang berarti. Ceramahnya generik, tetapi tetap bisa membekas jika dimaknasi sebagai renungan sehari-hari.

00.24/13-10-2019

A P R E S I A T O R  [Kumpulan Review]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora