🔸 k e t i g a b e l a s 🔹

604 87 3
                                    

Hari demi hari berganti. Sekarang sudah lebih dari satu bulan Seokjin dan Sojung tinggal di California.

Setiap kali pergi ke luar, mereka harus menggunakan Bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan para pelayan tempat makan yang mereka kunjungi.

Seokjin sebenarnya pandai berbahasa Inggris, tapi karena dia lebih bangga menggunakan Bahasa Indonesia, dia jadi bosan kalau terus berlama-lama menggunakan Bahasa Inggris. Lagipula, pekerjaannya di Indonesia pasti sudah menumpuk, lantaran dibiarkan selama satu bulan lamanya.

Hari ini Sojung ada panggilan dari rumah sakit. Seokjin tidak begitu paham, itu panggilan untuk menolong pasien atau hanya rapat pertemuan. Tapi yang jelas, istrinya tadi terlihat lumayan buru-buru.

Biasanya sembari menunggu Sojung pulang, Seokjin selalu membuatkan Sojung beragam makanan. Porsinya tidak banyak, cukup untuk satu kali makan.

Hari ini Seokjin berencana untuk membuatkan Sojung nasi goreng. Makanan klasik memang, tapi Seokjin dan Sojung sudah lama tidak makan makanan itu.

Seokjin sudah membeli semua bahan yang diperlukan, bahkan dirinya sudah mulai memasak. Sampai tepat saat makanan disajikan, Sojung datang dari luar dan mengucapkan salam.

Seokjin tidak bingung lagi dengan ekspresi wajah istrinya yang terlihat lumayan kesal. Sudah beberapa hari ini Sojung memang jadi lebih sensitif, setiap hari ada saja yang membuat Sojung kesal. Bahkan tak jarang, mereka berdua bertengkar karena kesalahan kecil.

"Aku kesal dengan temanku! Dia bilang dia akan pulang bersama denganku naik bus, jadi aku menunggunya selesai menangani pasien sampai sekitar dua puluh menit. Tapi ternyata saat keluar dari gedung rumah sakit, dia justru dijemput oleh pacarnya. Menyebalkan sekali," cerita Sojung pada Seokjin yang sedang menata piring di atas meja makan.

"Harusnya temanmu bilang padamu kalau pacarnya yang akan menjemput," timpal Seokjin.

"Harusnya memang begitu, jadi aku bisa cepat sampai di rumah dan beristirahat."

Seokjin tersenyum melihat Sojung. "Sekarang cuci tangan, kita makan malam bersama."

Sojung mengangguk kemudian berjalan melewati Seokjin, pergi ke belakang untuk membasuh wajahnya kemudian mencuci tangannya.

Makan malam mereka tidak pernah berlangsung sunyi. Seokjin selalu membuat obrolan. Pertanyaan apapun, akan Seokjin keluarkan. Demi suasana hangat yang tercipta di atas meja makan selama makan malam.

Malam ini, mungkin karena Seokjin lupa kalau Sojung sedang berada dalam emosi yang buruk, jadi dia meminta Sojung untuk segera mempercepat proses perpindahannya ke Indonesia.

"Aku 'kan sudah bilang, minggu depan baru akan selesai prosesnya! Memangnya kau tidak bisa lebih sabar sedikit lagi? Aku perhatikan dari kemarin kau terus membicarakan tentang ini, aku bosan asal kau tahu!"

Saat itu Sojung marah, dia berbicara dengan nada yang cukup tinggi.

"Aku hanya bertanya, kau tidak perlu berbicara dengan nada begini."

"Bagaimana aku tidak marah? Dengan perkataanmu yang begitu, kau membebani pikiranku! Apa kau sadar akan itu? Tidak 'kan! Lagipula untuk apa sih, kau memintaku untuk buru-buru kembali ke Indonesia?"

"Bukan hanya dirimu, aku juga punya pekerjaan. Sudah satu bulan kutinggalkan pekerjaanku. Mana bisa aku meninggalkan pekerjaanku lebih lama lagi?"

Sojung benar-benar kalut akan rasa marah. Dia menggebrak meja di hadapan suaminya. "Coba sekarang lihat, siapa yang lebih terobsesi dengan pekerjaan! Kau atau aku?"

Sojung sudah tidak ada lagi selera makan. Menurutnya, Seokjin lah yang menghancurkan selera makannya. Jadi Sojung segera berdiri, akibat gegabah, perutnya tak sengaja membentur ujung meja.

Benturan itu lumayan keras, sebenarnya...

Sojung meringis kesakitan.

Seokjin yang melihat itu, spontan membelalakan matanya. Mengkhawatirkan keadaan istrinya. "Sayang, kau tak apa-apa?"

Sojung memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang amat luar biasa. Dia hanya mampu berkata, "perutku... Sakit sekali..."

◾▪▪▪◽

Di rumah sakit, Sojung dan Seokjin sudah duduk di kursi sebrang dokter. Setelah sebelumnya, Sojung diperiksa dan diberi beberapa tindakan.

Wajah dokter wanita di hadapan mereka, terlihat begitu menyesal. Sampai akhirnya dia berkata, "I'm really sorry. I have to say something bad about Ms. Sojung."

Dokter itu tampak meneguk ludah sebelum akhirnya dia bilang kalau, "Ms. Sojung was miscarried."

"What? Miscarried? So far, I was pregnant?" kaget Sojung yang sembari menatap dokter dan Seokjin bergantian.

Dokter mengangguk. "The age of your fetus is still not long, around sixteen days."

"Why did my wife miscarry?" tanya Seokjin yang kian penasaran akan penyebab gugurnya janin dalam kandungan Sojung.

"The strong impact experienced by Ms. Sojung, was one of the consequences."

Setelah itu Sojung benar-benar lemas, setelah mengetahui fakta bahwa dia hamil dan dia harus kehilangan janin pertamanya. Wanita macam apa dia ini? Bahkan dia tidak sadar bahwa beberapa hari sebelum ini, dia sedang mengandung anak pertama.

Sojung benar-benar kehilangan semangatnya. Bahkan untuk sekedar berjalan menuju apartemennya, dia harus dibantu Seokjin yang jelas memiliki perasaan sama dengannya. Hancur. Benar-benar hancur.

Usai mengantar Sojung sampai di kamar, Seokjin pamit untuk keluar dari kamar sebentar. Sojung tak menanggapi, bahkan dia benar-benar tidak peduli. Yang ada dalam pikirannya hanyalah penyesalan...

Begitu Seokjin menutup pintu, Seokjin berjalan menuju sofa, membanting dirinya di atas sana. Rambutnya ia remas, air mata tak enggan ia keluarkan.

Dia merasa gagal menjadi suami. Dia bahkan juga merasa tidak pantas untuk menjadi seorang ayah. Karena dia, baru saja membunuh calon anaknya.

Kalau saja, Seokjin bisa lebih sabar sedikit. Dan tidak mengatakan hal-hal yang membuat Sojung naik pitam, pasti yang sekarang ia dengar hanyalah kabar bahagia, yang mengatakan kalau Sojung sedang mengandung anak pertama. Bukan kabar buruk, yang juga mengatakan kalau istrinya telah keguguran.

Seokjin menggebrak meja yang ada di hadapannya, tak segan pula ia berteriak. Tak peduli akan Sojung, mau dia mendengar atau tidak. Yang jelas, Seokjin kini benar-benar menunjukkan kalau dia merasa hancur.

"Bodoh, kau benar-benar bodoh Seokjin!"

Seokjin menyumpahi dirinya sendiri, melontarkan segala kalimat-kalimat yang seharusnya tak pantas ia ucapkan. Apalagi untuk dirinya sendiri.

Tapi mana peduli, dia sedang putus asa sekarang, lantaran gagal menjadi suami yang baik untuk Sojung, wanita yang selalu menjadi dambaan hatinya.

◾▪▪▪◽

A/N:
Kalau aku buat target bintang kayak dulu, kalian bakal sanggup, nggak ya?

Minimal dua puluh aja, kalau nggak ada halangan, aku bakal langsung update. Apalagi, ini udah masuk konflik pertama.

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang