🔸 k e t i g a p u l u h l i m a 🔹

505 77 20
                                    

Seokjin masih diam di tempatnya, pikirannya benar-benar kosong. Dia tidak siap kalau harus kehilangan Sojung sekarang.

Dirinya menoleh tatkala mendengar pintu kamarnya terbuka, Sojung masuk membawa makanan untuk menu makan siang Seokjin.

"Selama aku masih di sini, aku akan tetap melayanimu karena kau masih menjadi suamiku," ujar Sojung yang setelahnya duduk di sisi ranjang.

"Ayo buka mulutmu, jangan sampai kau sakit karena melewatkan jam makanmu," kata Sojung lagi.

Seokjin menggeleng lemah. "Aku sudah bilang, aku tidak mau berpisah denganmu. Aku lebih baik mati, dari pada harus berpisah denganmu."

"Seokjin, aku minta maaf. Tapi ini yang terbaik untuk kita berdua," kata Sojung, "setelah berpisah denganku, kau bisa menikah lagi dengan perempuan yang lebih baik dariku. Perempuan yang pandai menjaga bayi dalam kandungannya, jangan menikahi perempuan yang seperti aku."

"Aku sudah pernah bilang dulu, aku hanya akan menikah denganmu. Tidak peduli kalau ternyata pernikahanku ini tidak akan menghasilkan anak, yang penting aku bahagia bersamamu."

"Kenyataannya kita sama-sama tidak bahagia, kita justru terluka, kau sadar akan itu."

Seokjin meraih tangan Sojung, "Tuhan hanya sedang menguji kita. Kebahagiaan pasti akan datang setelah kita berhasil melalui ini semua ...."

"Aku tahu itu, tapi aku benar-benar tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ini terlalu sulit untukku," lirih Sojung.

"Apa sekarang kau tidak mencintaiku lagi, Sojung?"

Sojung menggeleng. "Aku masih sama mencintaimu, tapi aku sudah berulangkali bilang, aku terluka, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."

"Kau tadi bilang padaku, tidak ada yang tidak bisa dilakukan. Kau pasti bisa melanjutkan pernikahan ini berdua bersamaku, kau hanya perlu memberiku kesempatan. Aku berjanji akan mengobati luka yang ada dalam hatimu, percaya padaku ...."

"Ini akan sulit, Seokjin ... tapi aku akan mencoba."

Mendengar perkataan Sojung barusan, Seokjin lantas tersenyum bahagia. "Jadi kau mau memberiku satu kesempatan lagi?"

Sojung mengangguk. "Aku akan memberimu kesempatan lagi."

Seokjin membawa tangan Sojung ke hadapannya, kemudian mencium punggung tangan istrinya itu. "Terimakasih, aku janji aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."

"Aku percaya padamu. Jangan kecewakan aku."

◾▪▪▪◽

Seokjin datang menghampiri istrinya yang sedang membaca buku di taman, dia datang bersama dua cangkir teh di tangannya. Dia lantas menyapa Sojung dan bertanya, "sedang apa?"

Sojung menoleh kemudian menjawab, "baca buku."

Seokjin meletakkan satu cangkir di meja samping Sojung, kemudian duduk di bangku yang lain; masih di samping meja itu.

"Itu kubuatkan teh hangat untukmu," kata Seokjin.

Sojung bilang, "terimakasih."

Walaupun sudah berbaikan, hubungan Sojung dan Seokjin belum bisa kembali manis seperti dulu. Mereka berdua masih canggung ... maksudnya, Sojung yang enggan menerima perlakuan manis Seokjin seperti dulu.

Seokjin mengarahkan pandangannya ke depan, menikmati taman mini yang ada di sisi rumahnya. Sore ini, setidaknya Seokjin bisa merasa tenang, karena istrinya sudah kembali padanya.

"Tadi ibumu menyuruh kita untuk makan malam di rumahnya."

Seokjin spontan menoleh pada istrinya. "Kalau begitu, nanti malam kita pergi ke rumah ibu."

Sojung menyahut lagi, "mampir ke toko buah dulu. Tidak enak kalau kita datang dengan tangan kosong."

Seokjin mengangguk setuju. "Yasudah, nanti kita akan pergi cari buah."

"Ini aku minum tehnya, ya?"

"Silakan."

◾▪▪▪◽

Seokjin memberhentikan mobilnya tepat di depan toko buah. Sojung langsung turun tanpa diperintahkan.

Seokjin memilih untuk tidak ikut turun, dia memilih menunggu Sojung di dalam mobil sebentar. Tapi matanya mendelik tatkala melihat Jisoo ada di toko buah yang sama dengan istrinya.

Seokjin mau turun, tapi takut akan membuat suasana menjadi semakin keruh. Bisa-bisa kalau Sojung melihat tingkah sok akrapnya Jisoo dengan Seokjin, Sojung jadi cemburu lagi.

Jadi Seokjin memutuskan untuk tidak jadi turun, dan menunggu sampai istrinya naik lagi ke mobil.

Sampai pada saat itu, Sojung masuk dengan ekspresi wajah yang berbeda dari saat dia pertama turun. Seokjin tidak berani bertanya, jadi dia langsung menjalankan mobilnya lagi.

"Tadi aku bertemu Jisoo," cerita Sojung tiba-tiba, "dia menyapaku, dan bertanya akan kabarmu."

Seokjin hanya mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Sojung, dia tidak berani bersuara, takut salah dalam berucap.

"Dia juga bilang kalau ...."

"Kalau apa?" tanya Seokjin yang khawatir akan kalimat Sojung berikutnya.

"Kalau dia minta maaf," kata Sojung, "semua yang terjadi di taman saat itu adalah kesalah pahaman. Jisoo sangat menyesal ketika mengetahui kalau janinku gugur lagi karena hal itu."

Sojung menunduk sendu, mungkin dia mengingat kembali janinnya yang gugur pada saat itu, atau mungkin karena dia menyesal telah salah paham pada suaminya.

"Aku minta maaf, karena kesalah pahaman ini, kau jadi dibenci oleh orang tuaku, bahkan ayah dan ibumu," lirih Sojung menyesal.

"Sudah jangan diingat lagi, Sayang. Aku tidak apa-apa, jangan menyesal begitu."

"Kalau saja saat it―"

Seokjin memotong, "aku sudah bilang jangan disesali lagi. Itu hanya akan menyakiti dirimu, menyakiti aku juga. Jadi lebih baik lupakan masa itu, kemudian mulailah masa yang baru, masa yang menyenangkan."

Sojung mengangguk, dan tersenyum menatap suaminya. "Setelah ini, aku akan berusaha menjadi istri yang baik. Istri yang selalu mendengar perkataan suaminya."

◾▪▪▪◽

Seokjin dan Sojung sudah sampai di rumah orang tua mereka. Sojung mengetuk pintu, sementara Seokjin masih memarkirkan mobilnya.

Saat Ibu Seokjin membuka pintu, beliau langsung bertanya, "suamimu ke mana?"

Sojung tidak menjawab lantaran Seokjin sudah datang bergabung bersama mereka. Seokjin langsung memeluk Ibunya penuh rindu, "maafkan aku, Bu."

Ibu Seokjin membalas, "Ibu yang seharusnya minta maaf."

Seokjin merenggangkan pelukannya. "Memang di sini aku yang salah, aku yang sudah membunuh anakku untuk kedua kalinya. Ibu pantas marah padaku, tapi aku mohon jangan sampai Ibu benar-benar membenciku."

Ibu Seokjin lantas menyentuh wajah putranya, dia menitikkan air mata sendu. "Ibu tidak mungkin membenci anak yang Ibu lahirkan dari rahim Ibu sendiri."

Ayah Seokjin datang dari dalam ikut bergabung. "Anak dan menantu ayah sudah datang, ayo masuk nanti makanannya jadi dingin."

Seokjin lantas mengangguk, mengikuti langkah Ayahnya yang masuk kembali ke dalam dengan merangkul dua pinggang wanita yang dicintainya; Ibu yang melahirkannya, dan istri yang selalu setia melayani dan menjaganya selama ini.

◾▪▪▪◽

A/N:
Seokjin menang banyak😌
By the way, jangan lupa bintangnya, guis!

SOJUNG ミ°endWhere stories live. Discover now