🐼tiga - Adek Lapar

1K 180 77
                                    

"Kak, hiks ... hiks ... t-turunin Saga, hiks ... k-kakak gak capek dari tadi jalan sambil g-gendong Saga?"

Elang hanya menggeleng lalu mulai menghentikan langkah saat merasa tempat di sekelilingnya sudah cukup aman untuk dibuat bermalam.

"Berhenti menangis, nanti dadamu sesak," tegur anak itu lalu mulai menurunkan sang adik dari gendongan.

Bocah gembil itu hanya diam sembari mengusap matanya yang basah akibat terus menangis. Menoleh keheranan kesana kemari saat melihat tempat sekeliling yang begitu asing di matanya.

"Kak, kita dimana?" tanyanya dengan suara parau.

Anak yang lebih tua tak menjawab, mulai berjalan menuju beberapa kardus bekas yang terlihat bertumpuk tak terpakai di sudut tiang. Mengambil sebanyak yang bisa ia pegang lalu membawanya ke sudut tempat dimana sang adik berada.

Anak kecil yang masih terdengar terisak kecil itu pun hanya bisa memperhatikan kakaknya tanpa bersuara. Kini kakinya mulai berjongkok saat merasa dingin mulai menyapu kulitnya.

"Kak, Saga mau pulang," cicit anak itu dengan suara parau.

Si kakak yang masih asik menata kardus sampai beberapa lapis hanya diam seolah tak menghiraukan ucapan sang adik.

"Kakak marah sama Saga?" tanya anak itu lagi dengan bibir dimajukan yang membuat pergerakan sang kakak terhenti.

"Kakak mau ngapain? A-ayo pulang, Kak," ujar anak itu lagi kini diiringi isakan lebih keras.

Elang pun mulai duduk di atas tumpukan kardus yang baru saja ia susun lalu merentangkan tangan sembari mengulas senyum tipis. "Sini, Saga tidak kedinginan?" tanyanya pelan.

Anak kecil itu hanya menggeleng lalu kembali berucap, "Saga mau pulang kak, hiks ... mau ibu."

Bocah itu kembali menangis di posisi jongkoknya, membuat Elang terpaksa bangkit dan ikut berjongkok di hadapan bocab kecil itu.

"Kakak nggak punya uang untuk membayar ongkos kita pulang, bagaimana kalau kita tidur di sini dulu untuk malam ini? Besok kakak janji akan cari uang untuk biaya ongkos kita pulang," bujuk Elang penuh kelembutan dengan tatapan fokus pada surai Saga yang menjuntai kebawah akibat si empunya yang menangis dengan posisi merunduk.

Anak Itupun mendongak dengan pipi luarbiasa sembab. "Kita tidur di sini?" tanyanya lalu memandang sekitar yang tampak di huni oleh beberapa anak dan orang dewasa yang sedang tertidur pulas beralaskan kardus dan berselimutkan kain tipis.

"Iya, itu udah kakak buat alasnya," tunjuk Elang ke arah kardus yang ia susun tadi.

"Tapi di sini dingin kak, nggak ada dindingnya, di atas juga ribut suara mobil, Saga nggak suka," ucap anak itu memelas.

Elang refleks mendongak, melihat atap yang kini mereka naungi. Benar kata Saga, di sini ribut. Wajar saja, mereka tengah berada di bawah kolong jembatan arus lalu lintas yang tak ia tahu apa nama tempatnya. Tapi memang tempat inilah yang terbaik dari tempat dimana mereka dibuang tadi, ini adalah tempat terlayak untuk dijadikan tempat beristirahat.

"Nanti Saga kakak peluk biar hangat," jawab Elang.

"Nanti kalau ada pencuri?"

"Kan Saga masih kakak peluk?"

"Nanti kalau kuping Saga sakit karna bising?"

"Kan kakak peluk Saga sampai Saga benar-benar merasa hangat dan nyaman tanpa mendengar suara apapun."

"Kala---"

Grep!

Dengan cepat Elang membawa tubuh mungil Saga ke gendongannya lalu mulai merebahkannya di atas kardus bekas yang ia susun tadi. Membawa kepala sang adik untuk menempel sempurna di bawah ketiaknya lalu menepuk pantatnya dengan teratur.

Kumamon Untuk Saga Where stories live. Discover now