[🐤] Satu

69 11 22
                                    

Beri jeda sejenak untuk hatimu, jangan terus-terusan berpatok pada rasa.

---

"Fyuuhhh!" Tanda penat, letih, dan lelah. Keringat mengucur, mengitari wajahku yang kering, menari di atas kening.

"Ini lagi Lo, piringnya masih banyak. Kok gak dicuci sih?" ujar ibuku sembari memungut piring yang tersisa di atas meja makan.


Pagi ini, aku sedang berdiri di depan wastafel sambil mencuci piring yang hanya ada di dalam wastafel saja. 'Lupa' melanda dan yang benar saja, 'lupa' itu membuat hariku penuh omelan dari ibu yang tak henti-hentinya melontarkan kalimat pedas yang membuat kepalaku panas.

Aku benci situasi ini, sungguh.

Ku cuci semua piring. Tanpa sarapan, aku tinggalkan ibuku yang sedang duduk manis di ruang tamu dan ayahku yang tampak terjaga dari lelapnya. Sontak ibuku k-geat dan menghampiri aku yang sibuk memakai sepatu, yang berharap segera keluar dari Rumah Hantu ini.

"Pergi tanpa sarapan? Nanti pulang ibu hadiahkan rotan untukmu, spesial, plus ibu bantu pukulkan. Oh iya...."

... luka di lengan sudah membaik, ya?" sambung ibuku sesekali menampilkan senyum menyeringai andalannya.

Aku ingat luka memar di lenganku, bekas pukulan hebat ibuku saat aku lupa pulang ke rumah sendiri sebab lupa alamat rumah dan terpaksa tidur di dalam kelas sekolahku, bermalam di sana.

Tanpa ku jawab, aku pergi berlari dari situasi yang ku anggap ngeri, berharap ibu tak ikut mengejar sambil membawa rotan serta harapan agar ayah tak ikutan bangun lalu mempromosikan produknya kepadaku sambil berlari menyusul.

Aku berlari dan terus berlari. Tak peduli tali sepatu lepas menghampiri. Dan yang benar saja, aku terlambat kali ini. Ah, sial!

Pagar tertutup rapat, suasana hening tak bergeming. Ku lihat kiri-kanan, seperti seorang pencuri saja. Takut ada yang memergoki aku yang sedang memanjat pagar yang tampak pasrah dinaiki.

"HEI BERHENTIIII!!!!" teriak seorang laki-laki tinggi, berkumis, dan berjambang.

Waduh, di sekolah ini juga ada akhi-akhi yak, tapi bentar, wajahnya kok gak asing.

Setelah berpikir keras, aku baru ingat, dia adalah satpam sekolah yang sudah siap sedia melaporkan aku ke BK.

Tanpa pikir panjang, aku langsung turun dari pagar itu dan pura-pura pingsan. Peran ini sangat menguntungkan untukku yang tadinya begadang seharian, dan ya, ini kesempatan untuk tidur lelap.

Samar-samar kudengar satpam itu panik dan meminta pertolongan, entah kepada siapa. "Toloong toloongg!! Siapa saja tolong bantu sayaa!!" satpam itu menjerit keras, memekakkan telingaku.

Tap tap tap.

Ku dengar langkah itu, ku hayati, menebak siapa dia.

"Mang Dudung, dia kenapa?" tanyanya, entah siapa.

Ah gawatt!! Aktingku nanti ketahuan. Aku harus tidur beneran!

"Ndak tahu nih dek, bantuin mang Dudung gih bawa Eneng ini ke UKS."

Ha? Dek? Dih, seusia aku dong berarti. Siapa ya? Ah, bodo amat!

Perlahan kupaksa diri ini tidur, agar tak ketahuan nantinya.

🐣🐣🐣

HOAMMM!! Aku menguap lebar. Puas dengan tidurku, tanpa belajar, tanpa matematika, ah, bagai di surga.

Obfuscate [HIATUS] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant