Penjara yang Menyenangkan

34 8 7
                                    

Tema : Buat tulisan yang mengandung tiga kata ini di dalamnya : Setangkai Lily, pistol, kapur tulis.

~~~~~~~~

Warning!
Cerita mengandung unsur yang gelap.

***

Raka bilang pagi ini dia akan memberiku misi baru, itu berarti aku harus mengendap-endap ke luar rumah. Biasanya, Raka akan menaruh kotak misi di halaman rumahku. Tepatnya berada di atas pohon mangga yang kebetulan rimbun daunnya.

Pukul tiga pagi adalah waktu yang sempurna. Belum ada orang yang bangun, terutama kedua orang tua angkatku. Memanjat pohon yang tingginya dua kali orang dewasa cukup membuatku sedikit kesusahan. Kulihat, kotak merah itu berada di antara ranting dan buah mangga yang hampir matang, sejenak fokusku malah di buah mangga itu.

"Dasar perut, ya iya sih ini udah pagi. Tapi ga gini juga, belum waktunya sarapan," gerutuku sebal.

Tanganku meraih kotak itu, berusaha tidak tergoda dengan mangga. Isinya sebuah surat yang cukup singkat. Di balik surat ada setangkai Lily. Sebenarnya ini semacam tanda pengenal. Milik Raka adalah Bunga Lily, milikku Bunga Sedap Malam. Lalu, dibawahnya lagi ternyata ada sebuah pistol. Glock 20, kesukaanku.

Dear, bunga busuk yang enggak sedap sama sekali~

Besok malam ada yang sedang lembur di kantor guru di sekolah yang sudah kutuliskan alamatnya di balik surat.

Harus dihukum.

Karena dia mengurung anaknya dikamar mandi selama dua hari tanpa diberi makan. Dia kecewa nilai anaknya tidak sesuai harapannya, dia malu dengan teman-temannya.

Lengkap data dan kejahatannya ada di dokumen yang kukirimkan lewat email.

From : Raka ganteng

Aku hampir mengumpat, tapi tidak jadi ketika pandanganku teralihkan ke pistol itu. Raka menepati janjinya akan memberiku hadiah. Hadiah yang manis, dan aku sangat menyukainya. Aku langsung turun dari pohon, kembali masuk ke rumah dan mengecek dokumen orang yang harus dihukum.

Hari berjalan begitu cepat. Aku bertingkah seperti anak pada umumnya. Anak yang baik hati dan murah senyum. Banyak orang yang menyukaiku. Tetapi, aku tidak yakin mereka menyukai diriku yang sebenarnya. Aku selalu memasang topeng secerah matahari untuk menutupi kegelapan yang begitu pekat di dalam diriku.

Pukul sembilan malam aku berhasil sampai di sebuah sekolah elit. Pak satpam akan pingsan dalam beberapa jam ke depan. Dengan mudahnya ia menerima pizza yang kukirimkan lewat Raka, aku hampir tertawa keras-keras melihat Raka mengenakan seragam tukang antar pizza. Ini adalah pengalaman pertamanya menyamar. Aku adalah seniornya, dia baru sekelas teri, tapi bakatnya lumayan juga.

Tahu-tahu aku sudah sampai di kantor, bodoh sekali pintunya tidak ditutup. Lampunya juga dimatikan. Hanya cahaya dari sebuah komputer yang dinyalakan oleh seseorang di pojok belakang ruangan. Badan kecilku dengan mudah menyelinap masuk, pakaian hitam-hitam yang kukenakan membantuku berkamuflase dengan gelap.

Kulihat bapak itu sedang fokus pada layar laptop. Langsung saja ku keluarkan pistolku. "Hukuman datang," ujarku seraya tertawa kecil. Kuarahkan pistol tepat mengarah di kepalanya, kutarik pelatuknya. Bapak itu langsung jatuh berdebam ke lantai. Aku menghampirinya dengan berlari.

Aku terkikik melihatnya sudah tidak berdaya. Lantainya menjadi merah, genangan darah yang berasal dari kepalanya cukup banyak. Sepertinya ada yang kurang. Aku melihat sekelilingku, mencari suatu benda yang sudah kurencanakan sebagai suvernir.

Di sebuah meja benda itu akhirnya kutemukan di sebuah wadah, banyak yang patah. Ya, benda itu adalah kapur tulis.

"Pak, kukasih nih kenang-kenangan. Yah, aku nggak bisa mengafani sih...jadi kukasih ini saja ya." Aku memasukkan dua buah kapur tulis itu ke dalam lubang hidungnya.

"Nah sudah lengkap deh!" Seruku gembira.

"Oy wanita gila!"

Aku menoleh, kudapati Raka yang berdiri di dekat pintu. "Apasih! aku masih imut ya!" Kataku tidak terima.

"Demi celana merah mudaku yang super imut melebihimu, kamu itu sudah umur 30 tahun tapi masih saja suka menggunakan tubuh bocahmu buat sekolah," ejeknya seraya tersenyum menyebalkan.

"Mau mati ya?"

"Ampun, dek," ujarnya yang tampaknya tidak benar-benar terlihat menyesali perkataannya. Dia berkata begitu sambil tersenyum manis. Senyum palsu.

Aku mendengus. "Sudahlah! Besok aku sekolah, jadi harus pulang cepat. Takutnya ngantuk...besok 'kan taman kanak-kanak sedang ada lomba makan-makan!" Ucapku sambil lalu, aku langsung berlari pulang menuju ke rumahku yang harmonis.

***
Anu....maap ya kalo banyak unsur yang mengganggu, hihi.

Oke, pos ke sepuluh sudah selesai!

Next, pos ke sebelas!

See you! (~'-')~♡

Island : 30 Daily Writing Challenge NPC 2019Where stories live. Discover now