Kun tersenyum miring.
"Bodoh sekali sih kamu, Jaehyun," kata Kun. Dia menggeleng-geleng sambil tertawa. Jeno dan Jaehyun sampai ngeri melihatnya.
"Sudah ah, bicara dengan orang bodoh memang begini, ya," kata Kun lagi. Dia kemudian bangkit. "Aku mau ke kelas dulu, ya. Saran dariku, asah otakmu agar lebih pintar."
Lalu, Kun berlalu dari situ. Jaehyun memandang Kun dengan kesal.
"Itu dia mengiyakan perkataanku tadi apa tidak, sih?!"
"Mana disebut bodoh lagi," gerutu Jeno.
Doyoung tetap diam.
"Doyoung, kamu tidak mau bicara sesuatu?" tanya Jaehyun yang sadar bahwa Doyoung sedari tadi diam.
"Tidak ada yang perlu kubicarakan," jawab Doyoung. Dia kemudian pergi tanpa basa-basi.
"Loh, Doyoung!" panggil Jeno. Namun, Doyoung tetap berjalan pergi.
Jeno mendengus kesal. Ada apa sih dengan mereka berdua? Jeno mengumpat pelan.
"Jeno," panggil Jaehyun. "Kok dua-duanya mencurigakan?"
•••
Jeno dan Jaehyun janjian di cafe malam itu. Mereka ingin mendiskusikan kecurigaan lagi berdua.
"Sumpah, Jaehyun, kepalaku sakit," keluh Jeno. Dia memasang ekspresi sedih. "Aku tidak ada melihat Saera lagi akhir-akhir ini."
"Kamu merindukannya?" tanya Jaehyun.
"Tiap hari aku rindu pada dia, Jaehyun," jawab Jeno. "Tapi, aku bisa melakukan apa? Walaupun aku bisa memanggil dia, tapi aku tidak bisa bersatu dengan dia."
Jaehyun terdiam.
"Satu-satunya hal yang aku mau adalah membuat dia kembali padaku lagi," sambung Jeno.
"Tapi kamu tidak bisa," kata Jaehyun.
"Iya, aku tahu," sahut Jeno. "Itulah kenapa rasanya sakit sekali. Aku menyesal karena terlambat mengetahui bahwa dia berniat untuk membalas perasaanku."
Jaehyun menunduk sedih. "Ada satu hal juga yang aku sesali, Jeno."
Jeno tak mengerti.
"Apa?"
Jaehyun menggeleng. "Lebih baik kita lanjut diskusi," katanya.
Jeno ingin mendebat Jaehyun, namun ketika melihat ekspresi wajah Jaehyun yang sedih, Jeno akhirnya mengangguk.
"Jadi, mulai dari mana?"
Jaehyun menghela napas. "Kita mulai dari orang yang mesti kita curigai dulu."
"Kita kan bukan detektif, Jaehyun," kata Jeno.
"Iya, tapi aku curiga pada Kun dan Doyoung," sahut Jaehyun. "Dan ... Mark."
"Hah?"
"Kun, sepertinya dia tahu sesuatu yang tidak kita ketahui. Lalu Doyoung, dia kebanyakan menuduh orang. Kan aneh, dia dengan Kun masih dekat padahal katanya dia mencurigai Kun."
"Mungkin Doyoung ingin memastikan sesuatu?" tebak Jeno.
"Tidak, lo tidak mengerti, Jeno," kata Jaehyun. "Dia dan Kun itu sudah berteman lama. Kalau Kun tahu sesuatu, kemungkinan besar Doyoung juga diberitahu."
Jeno terdiam sebentar.
"Kalau Mark?"
"Dia bilang dia menyuruh Saera untuk bunuh diri," jawab Jaehyun.
Mata Jeno melotot. "A-apa?!"
"Dia bilang begitu kepadaku, Jeno," kata Jaehyun. "Tapi ternyata, Saera itu dibunuh, bukannya bunuh diri karena suruhan Mark."
Jeno memijit pelipisnya. "Kita stop dulu boleh tidak? Kepalaku sakit."
Jaehyun menghela napas, kemudian mengangguk. Dia memandangi Jeno. Tanpa sadar, dia tiba-tiba tertawa.
"Gila kamu, Jaehyun?" tanya Jeno heran.
"Tidak, lucu saja, sih," jawab Jaehyun. "Aku merasa bersahabat denganmu."
"Kita kan memang mantan sahabat," kata Jeno. "Tapi, aku keluar dari gengmu karena kesal perempuan yang kusuka dijadikan bahan cacian."
"Dan perempuan itu adalah adikku," timpal Jaehyun. Dia tersenyum miris. "Setelah itu, kita tidak dekat lagi."
"Lagipula aku kesal padamu," kata Jeno. "Ya sudah aku pura-pura tidak terjadi apa-apa."
Kemudian, Jeno dan Jaehyun tertawa bersama-sama, mengingat persahabatan mereka sewaktu SMP dulu, sebelum mereka berpura-pura tidak saling kenal di SMA.
"Jaehyun," kata Jeno.
"Hm?"
"Menurutku, kita harus ke kantor polisi lagi."
•••hayo gimana wkwk

YOU ARE READING
LILILI YABBAY • NCT✔
FanfictionJiwaku surut Hatiku porak-poranda Aku memanggilmu Untukmu, Lilili Yabbay Mereka tak pernah menyangka bahwa memanggil orang yang sudah meninggal membuat mereka dalam bahaya.