Bab Tigabelas

4.4K 294 1
                                    

Rama POV

Gue sukses dibikin penasaran sampai mau mati sama Kak Reta. Gue ga ngerti lagi kenapa punya tiga orang kakak yang bisa bersekongkol membuat gue ga bisa tidur semalaman?!

Akhirnya gue mogok bicara sama ketiga orang itu sampai gue udah ada di kampus dan berkeliling buat mencari Sinta. Akhirnya gue masuk ke perpustakaan dan menemukan Sinta duduk di kursi yang ada di pojokan perpustakaan, tempat favoritnya.

"Sin..." panggil gue.

Sinta ga menjawab. Dia masih dalam posisi yang sama, menempelkan pipinya ke tangannya yang terlipat di atas meja. Gue berjalan mendekati Sinta. Gue menggoyangkan badannya, dan Sinta hanya bergumam. Dia tidur ya?

Gue menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi mukanya. Sekarang dengan jelas, gue bisa melihat wajah Sinta yang sedang tertidur. Matanya terpejam, nafasnya teratur dan bibir merahnya terbuka sedikit. Lucu sekali!

Entah perasaan apa yang tiba-tiba masuk dan menyergap gue, tapi gue merasa tenang dan nyaman hanya dengan melihat Sinta.

Pernahkah gue bilang kalau Sinta itu cantik? Rambut hitamnya yang panjang. Badannya yang proporsional. Dia cantik dengan hal-hal yang menurut gue pas! Make up pun ga berlebihan. Dengan apa adanya pun dia luar biasa!

Akhirnya gue duduk di sebelah Sinta, dan terus memperhatikannya. Mungkin gue bolos kuliah aja dan menemani Sinta di sini.

***

Sinta POV

Saat gue membuka mata, gue kaget setengah mati karena melihat wajah Rama tepat di depan gue. Untunglah gue tidak sempat menjerit dan langsung terduduk. Sejak kapan Rama di sini? Astaga! Sejak kapan gue tertidur di sini?

Ah, malunyaaa! Rama pasti melihat gue tertidur di sini.

Gue melihat ke arah jam dan tersenyum. Sepertinya gue dan Rama sama-sama bolos kuliah. Gue segera membereskan buku dan alat tulis gue, lalu duduk menyamping menatap Rama. Wajah tidurnya terlihat tenang sekali.

Ada perasaan di hati gue yang sangat bahagia karena Rama sudah baik-baik saja. Gue merasa bersyukur karena kejadian hari Sabtu kemarin.

Tanpa sadar tangan gue terulur ke arah kepala Rama. Gue jadi bertanya-tanya. Wanita mana yang tidak akan jatuh cinta kepada Rama? Dia tampan. Tinggi. Tubuh atletisnya tercetak jelas saat dia memakai baju yang pas badan. Bagaimana mungkin perasaan gue tidak meluap setiap kali melihatnya!

Gue mengelus rambutnya, kemudian terus turun ke arah dahinya, matanya, hidungnya, dan bibirnya. Bibir Rama yang tipis dan merah. Bibir yang sudah lama tidak gue cium sejak Rama berhenti minum alcohol.

Bolehkah gue menciumnya untuk yang terakhir kali?

"Maaf ya Ram, tapi ini untuk yang terakhir kalinya..." kata gue pelan.

Lalu gue mendekatkan bibir gue ke arah bibir Rama yang sedang tertidur. Dengan lembut, gue menyentuhkan bibir gue ke bibir Rama. Walau hanya sebentar, tapi cukup membuat hati gue bergetar. Rasa bahagia, malu, gugup segera bercampur dengan rasa sedih dan perih.

Andai saja Rama ...

Sudahlah. Lupakan saja. Jangan berharap hal yang tidak-tidak. Gue segera menata hati gue dan membangunkan Rama. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Rama bangun dan tersadar sepenuhnya.

"Lu dari kapan di sini? Kenapa ga bangunin gue aja? Sekarang kita jadi telat kuliah kan?!" omel gue.

"Lu ngantuk, gue ngantuk. Ya mending bolos aja!" kata Rama sambil mengusap wajahnya.

Gue hanya bisa geleng-geleng kepala. Rama benar-benar deh!

"Lagipula lu dan gue kan pinter. Lu juga jarang masuk kelas karena jadi asisten Pak Leo. Ga perlu kuliah juga bisa! Hehe..." kata Rama sambil nyengir.

Loving You #4 : Rama & SintaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora