SINTA DEWI PUTRI ARUMI.
Tidak pernah menyangka seumur hidupnya akan bertemu dengan pria yang begitu sombong dan Angkuh seperti DEWA HARJODININGRAT.
Pria yang sudah sukses membuatnya kesal setengah mati karena sikapnya yang benar-benar membuatnya...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Teriakan dari luar ruangannya membuat Sinta langsung berjenggit dan kini melirik Bu Rina. Salah satu guru BK yang juga menjadi partnernya ini.
"Ada apa bu?" Bu Rina menggelengkan kepala dan beranjak dari duduknya, sedangkan Sinta juga segera beranjak dan mengikuti Bu Rina untuk keluar dari ruangan mereka. Di koridor ruang guru mereka bisa melihat kerumunan siswa. Ada kegaduhan di sana. Sinta langsung berlari diikuti oleh Bu Rina.
"Minggir"
Dia langsung menguak kerumunan siswa. Menerobos masuk ke lingkaran yang kini membuat dia dan Bu Rina langsung berpandangan. Di depan mereka, Dewa Harjodiningrat sedang membersihkan kemeja warna putihnya yang kini sudah tidak berwarna putih lagi karena ternoda oleh noda berwarna merah. Di depan mereka ada Radit, salah satu siswa kelas 11 yang memang terkenal bandel. Bahkan Radit kini tampak menantang dan tidak merasa bersalah sedikitpun. Di bawah mereka ada pecahan es sirup yang juga berwarna merah.
"Radit apa yang kamu lakukan?"
Sinta langsung menatap Radit yang kini tampaknya malah bersiul ke arah teman-teman yang sedang menatap mereka.
"Halo Bu Sinta yang cantik."
"Kamu kurang ajar. Minta maaf sekarang juga."
Dewa sudah melangkah maju dan menghardik Radit. Sinta langsung berada di depan Dewa.
"Maaf pak, biar saya dan Bu Rina yang menangani."
Saat itu juga dua pria yang menjadi bodyguard Dewa melangkah masuk dan segera membersihkan kemeja Dewa, sedangkan pria itu hanya menganggukkan kepala dengan angkuh.
"Radit, ikut ke ruangan ibu sekarang juga."
"Dengan senang hati Bu Sinta cantik."
*****
2 jam Sinta menasehati Radit, dia sudah tahu siswa itu tidak bisa diajak berbicara dengan keras. Maka Sinta mengajaknya berdiskusi, karena Radit itu hanya mencari perhatian sebenarnya. Sinta tahu karena kedua orang tua Radit sibuk bekerja dan hanya memenuhi semua keinginan Radit, tapi anak itu kurang kasih sayang. Akhirnya Radit mau berbicara dari hati ke hati dengan Sinta. Akhirnya Sinta juga bisa membujuk Radit untuk meminta maaf kepada Dewa. Semua sudah selesai sebenarnya, hanya saja Dewa sepertinya sedang ingin mencari masalah dengannya.
"Jadi anak itu hanya mencari perhatianmu?" Sinta menatap Dewa yang kini sudah berganti pakaian. Tampak sangat angkuh saat duduk di ruangannya. Entah apalagi yang dikerjakan pria itu karena sejak kemarin Dewa selalu ke sekolah ini.
"Bukan mencari perhatian saya pak Dewa, tapi Radit itu memang siswa yang harus kita bimbing dengan kasih sayang. Dia kurang kasih sayang dari orang tuanya."
Dewa menatapnya tajam dan kini bersedekap dengan kaku. Bu Rina sejak tadi juga tidak berani menemani Sinta, dia memilih untuk menyingkir dari ruangan itu.
"Itu kan alasanmu saja. Jelas sudah dia itu bandel, harusnya dikeluarkan saja. Tindakannya sudah kriminal."
Sinta menghela nafasnya dan mencoba untuk bersabar.
"Dia anak pintar kok pak. Bahkan tahun kemarin dia mewakili sekolahan ini maju olimpiade matematika tingkat nasional dan mendapatkan juara 2."
Dewa berdecak lagi kini menggelengkan kepala.
"Papa ku terlalu lunak dalam memberikan aturan di sekolah ini. Besok aku akan memberikan peraturan yang baru, yang harus dipatuhi oleh semua siswa di sini."
Sinta kembali menghela nafasnya dan berusaha untuk tetap berkepala dingin, meski rasanya dia sudah tidak tahan berbicara dengan Dewa.
"Maaf pak, tidak ada yang salah dengan peraturan di sini."
"Kamu atau saya yang mempunyai sekolahan ini?" Mendengar pertanyaan seperti itu Sinta langsung terdiam. Dia sudah kalah telak kalau Dewa mengatakan hal itu. Kali ini senyum puas tersungging di wajah Dewa. Senyum kemenangan.
"Besok lagi kalau ada siswa yang kurang ajar kepada saya, langsung keluarkan saja. Tidak perlu ada bimbingan segala. Toh kamu juga tidak bisa mendidik mereka menjadi baik. Aku tidak percaya dengan kamu."
Sinta hanya kembali menghela nafas. Mau bagaimanapun dia tetap tidak akan menang berdebat dengan Dewa yang sombong ini.
"Tapi sekolahan ini butuh saya pak."
Akhirnya dia mengatakan hal itu, membuat Dewa menatapnya dengan alis terangkat.
"For what?" Rasanya Sinta ingin melemparkan vas bunga di depannya ke depan wajah Dewa. Pria di depannya ini terlalu menjengkelkan.
"Buat membimbing orang seperti bapak. Biar tingkat kesombongannya bisa turun beberapa oktaf."
Mata Dewa membelalak mendengar penuturannya, tapi Sinta tidak mau menyerah.
"Dan sepertinya jadwal saya ada yang kosong minggu ini bapak buat berkonsultasi. Mau dua jam atau 3 jam sekalian bapak?"
****
BERSAMBUNG
Yuhuuuu si DEWA SONGONG KEMBALI HADIIR YAA RAMEEIN DULUUU