PROLOG

45.4K 2.5K 159
                                        


Hiruk pikuk suara siswa yang kini tengah berdesakan untuk memilih barisan paling belakang sendiri terdengar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hiruk pikuk suara siswa yang kini tengah berdesakan untuk memilih barisan paling belakang sendiri terdengar. Pagi ini, tidak seperti biasanya hari Senin, dimana tiap hari senin pasti semua akan berkumpul di lapangan untuk melaksanakan upacara. Tapi ada yang istimewa di SMA ANGKASA BIRU kali ini. Meski memang akan diadakan upacara, tapi kabar yang dihembuskan sejak kemarin, sekolahan ini akan kedatangan seorang tamu istimewa. Dari kelas 10-A sampai kelas 12 IPA 3 dan 12 IPS 3 semua ramai membacarakan hal itu. Bahkan ada yang sudah bersiap sejak pagi agar tidak terlewat untuk melihat tamu yang datang. 

"Test..test.. harap tenang. Semua segera di barisan kelasnya masing-masing. Upacara segera dimulai."

Suara Pak Irawan, salah satu guru yang mengumumkan melalui microfone membuat dengungan itu malah makin keras. Para siswa yang kini tampak berdesakan makin memilih barisan yang paling aman agar tidak terlihat. Dan akhirnya wajah-wajah kecewa dan memberengut ada di barisan depan.  

"Bu Sinta, catatan yang saya minta mana?"
Terdengar suara di belakang Sinta. Wanita yang kini memang baru saja ikut bergabung di deretan barisan guru-guru. Sinta Dewi Putri Arumi, memang menjadi guru Bimbingan Konseling di SMA ANGKASA BIRU ini baru 2 tahun. Tapi dia dengan cepat merasa nyaman berada di lingkungan sekolah dan para siswanya. Sinta merogoh saku blazernya dan memberikan catatan yang semalam sudah dia buat. 

"Ini pak. Jangan grogi lagi. Baru jadi instruktur upacara di hari istimewa loh."

Pak Agung, salah satu wali kelas 12 IPA 1 kini tersenyum malu. Memang sudah bukan rahasia umum, kalau ada yang meminta bantuannya memberikan beberapa tulisan yang berupa wejangan kepada para siswa saat ditunjuk sebagai intsruktur upacara. Sebagai guru BK dan juga sarjana psikologi dia memang yang berwenang untuk memberikan nasehat yang baik untuk perlilaku para siswa di sekolahan ini.

"Saya ndak grogi bu, tapi mau kedatangan pemilik sekolahan ini kan harus spesial to?"

Sinta tersenyum mendengar celetukan pak Agung. "Siapa? Pak Dewa itu to? Kok semuanya pada takut sama dia kayaknya. Sama-sama makan nasi loh pak. Gak ada yang perlu ditakutkan."

"Hust, ngawur kamu. Pak Dewa gak makan nasi Bu Sinta, makannya roti gandum. Dia besar di Amerika sana, gak tahu itu apa nasi."

Kali ini Sinta menoleh ke arah sampingnya. Bu Reni, guru matematika ikut menimpali. Guru berbadan tambun itu kini tampak terkikik sendiri karena membicarakan orang yang benar-benar dianggap 'DEWA ' di sekolahan ini. Karena memang yang akan datang itu pemilik SMA ANGKASA BIRU yang tak lain atasan mereka.

"Ndak yo gak tahu nasi to buk, wong dia aja lahirnya di Yogya sini to? baru ke Amerika pas udah lulus SMP katanya. Saya aja yang lahirnya di Jerman aja tetep doyan nasi."

Ucapan Sinta membuat mata Bu Reni membulat, sedangkan Pak Agung sudah berpamitan untuk berada di posisi.

"Jenengan kelahiran Jerman beneran po?"

DEWA CINTAWhere stories live. Discover now