Sinta kembali menutup mulutnya dengan tangan. Kantuk terus menderanya, padahal ini baru pukul 10 pagi. Sejak kemarin dia memang merasa sangat mengantuk, semalam saja dia tertidur terlebih dahulu setelah shalat isya, entah Dewa menyusul ke atas kasur jam berapa. Tadi pagi juga dia sempat tidur kembali setelah shalat subuh, baru bangun saat Dewa mengecup pipinya.
"Bu Sinta kenapa? Sakit?"
Pertanyaan itu langsung membuat Sinta menggelengkan kepala dan tersenyum. Ada Bu Retno rekannya yang kini mengamatinya."Pucet gitu loh. Udah ijin pulang aja gak apa-apa. Habis ini soalnya kita memberi bimbingan anak-anak yang berkumpul di lapangan. Panas lagi."
Ucapan Bu Retno membuat Sinta malah kini beranjak dari duduknya. Dia meregangkan ototnya.
"Wah malah kebetulan Bu, kena panas jadi semangat."
Sinta menatap halaman luas di depan ruangannya yang sudah penuh dengan anak-anak yang sudah berkumpul."Beneran? Pucet gitu. Nanti kalau terasa pusing mundur aja ya bu?"
Sinta mengacungkan jempolnya dan menganggukkan kepala."Siap bu."
***
Tapi apa yang dirasakan Sinta saat ini berbanding terbalik dengan semangatnya tadi. Padahal baru 30 menit dia berdiri di lapangan, kepalanya sudah terasa berdenyut.
"Sinta.."
Panggilan itu membuat Sinta yang sedang memijat pelipisnya membuatnya mendongak. Ada Ferdinan di depannya yang siang ini memakai kaos dan training sekolahan. Sinta menatap anak-anak yang sedang diberikan bimbingan oleh Bu Retno. Dia memang akhirnya menepi dan berlindung di bawah pohon agar tidak kepanasan.
"Woii..."
Sinta menyapa Ferdinan dan pria itu membuka topi yang baru saja dikenakannya. Topi kesayangan Ferdinan, Sinta masih hafal betul. Topi baseball memang kegemaran Ferdinan tapi topi yang satu ini merupakan kesayangan Ferdinan sejak dulu. Meski sudah sangat lama tapi topi dengan lambang huruf N itu, yang tentu saja tidak murah harganya masih tampak bagus untuk saat ini.
"Kamu pakai ini tuh.."
Ferdinan malah memasangkan topi ke kepala Sinta, membuat Sinta sedikit terkejut.
"Biar kamu gak kepanasan."
"Eh tapi..."
"Udah pakai aja, aku mau nganterin kelas 11 outbond nih. Suruh nemenin Pak Arif guru olahraga. Bye.."
Sebelum Sinta bisa menolak, Ferdinan sudah berlari meninggalkan dirinya. Sinta hanya mengangkat bahu, dan memegang topi yang diberikan Ferdinan. Setidaknya dia tidak akan kepanasan, pikirnya.
Sinta kembali melangkah ke tengah lapangan dan mensejajari Bu Retno. Dia tidak boleh mengabaikan tugasnya hanya karena badannya sedikit terasa tidak enak.
"Bu Sinta gak apa-apa?"
Bu Retno kembali menatap Sinta, karena khawatir. Tapi Sinta langsung menggelengkan kepala.
"Iya gak apa-apa."
Sinta akhirnya mencoba untuk menguatkan dirinya. Dia tidak mau dikira manja karena istri dari pemilik yayasan ini.
*****
Peluh mengucur dari pelipisnya, membasahi hijab yang dikenakannya. Panas semakin menyengat saat bimbingan selesai dan anak-anak sudah istirahat. Sinta sendiri merasakan pusingnya makin menjadi-jadi. Dia baru saja akan melangkah ke arah kantin saat tiba-tiba semuanya berputar. Mencoba mencari pegangan tapi tidak ada apapun di sampingnya, Sinta mencoba menegakkan diri lagi. Tapi kegelapan sudah menyambutnya.

YOU ARE READING
DEWA CINTA
RomanceSINTA DEWI PUTRI ARUMI. Tidak pernah menyangka seumur hidupnya akan bertemu dengan pria yang begitu sombong dan Angkuh seperti DEWA HARJODININGRAT. Pria yang sudah sukses membuatnya kesal setengah mati karena sikapnya yang benar-benar membuatnya...