Plum Blossom

2.4K 357 68
                                    

Yan Zi berjalan mondar mandir di dalam kamar sebuah hotel yang berbeda dengan hotel yang ditempati oleh Xiao Zhan dan YiBo. Entah apa yang dipikirkan ibunya itu, Xiao Zhan hanya bisa berlutut ketakutan di samping jendela. Sembari menggumamkan kata maaf berkali-kali, medali perak dicengkeramnya kuat hingga membuat buku-buku jarinya memutih.

Terlambat sudah. Ibunya mengetahui bahwa kedua saudara kembar itu bertukar identitas.

Setelah 5 menit dalam keheningan yang mencekam, Yan Zi berhenti berjalan tepat di depan Xiao Zhan untuk memencet layar ponsel dan menelpon seseorang. Begitu tersambung, Yan Zi berteriak, "Kau membohongiku, Arthur!! Hak asuh Xiao Zhan harusnya di tanganku. Bagaimana bisa kau menukarnya seperti ini?"

"...."

Yan Zi kemudian menoleh pada Xiao Zhan, "Tidak usah pura-pura tidak tahu! Pantas saja dia harus belajar keras untuk memenangkan olimpiade. Itu pun hanya mendapat satu medali perak. Jika itu Xiao Zhan yang asli, dia pasti bisa mengerjakannya dengan sempurna. Kau harus tahu betapa malunya aku di depan profesor-profesor lain. Belum lagi prestasinya selama tiga tahun ini. Dia bukan yang terbaik."

"...."

"Arthur? Arthur!! Jangan menutup telponnya! Aku belum selesai bi ...."

Nada dering telepon putus terdengar samar dari ponsel yang dilempar Yan Zi ke tempat tidur. Amarahnya memuncak. Dahi Yan Zi berkerut selagi matanya membelalak kesal.

Xiao Zhan menunduk dan memejamkan mata saat berkata lirih, "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku."

Dengan desahan panjang, Yan Zi menjawab, "Kau tahu sendiri bahwa kata maaf tidak akan memperbaiki keadaan."

"Maafkan aku."

"Cukup!! Yang kau butuhkan hanyalah sebuah hukuman."

Yan Zi memandang sekeliling kamar hotel seakan mencari sesuatu sampai akhirnya membuka sabuk kulit yang dikenakannya. "Kau beruntung ini di Jepang. Tidak ada rotan yang biasa kita pakai. Sekarang, apa yang harus kau lakukan?"

Perlahan, Xiao Zhan mengulurkan kedua lengannya.

"Gulung!"

Xiao Zhan menggulung lengan pakaiannya menampakkan luka-luka terdahulu. Ibunya mendesis melihat banyaknya bekas luka yang tentu hanya dimiliki oleh anaknya yang bernama Sean. Xiao Zhan yang asli memiliki jauh lebih sedikit luka.

"Apa kesalahanmu?"

"Berbohong pada Ibu."

"Apa lagi?"

"Tidak mendapatkan medali emas."

"Hahaha kau hanya mengulang perkataanku pada Arthur barusan," lanjut ibunya berteriak, "kesalahanmu lebih dari itu, bodoh!" Satu cambukan melayang ke kedua lengan Xiao Zhan.

"Berapa yang harusnya kau terima agar kau jera?"

Ini tidak sesakit biasanya. Xiao Zhan biasanya mendapat 1 cambukan rotan setiap satu kesalahan yang dia lakukan. Cambukan yang sekali tebas dapat merobek kulit Xiao Zhan hingga darah mengalir deras. Kali ini hanya sabuk kulit. Memang nyeri, tapi tidak sampai berdarah. Pikirnya, mungkin 1 cambukan rotan setara dengan 10 cambukan sabuk kulit.

"Umm. 20 cambukan untuk dua kesalahan."

"Dikali 3 untuk 3 tahun kau membohongiku."

"Ba ... Baik, Bu. AAamgh ...." Xiao Zhan menahan jeritan sakitnya saat sabuk kulit mengenai kedua lengannya lagi.

Cambukan demi cambukan Xiao Zhan terima hingga menbuat air mata keluar dari sudut matanya. Bukan karena dia ingin menangis. Itu semata-mata karena reflek ketika menahan rasa sakit. Rasanya Xiao Zhan ingin mengerang dan menjatuhkan diri saja. Namun dia harus tetap duduk dan fokus menghitung, yaitu menghitung dengan lantang berapa cambukan yang telah ia terima.

Flower Languange [YiZhan]Where stories live. Discover now