"Hentikan, Suga!" kepala ini sudah tidak bisa ingat bahwa penting membubuhi kata 'Prince' sebelum namanya.
"Kau sudah berani memanggil namaku, Nara?" tanyanya dengan napas pelan menyapu wajahku.
Aku mendorong tubuhnya tapi dia justru menarikku, me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
"Kau sempurna Nara, aku hanya takutwaktumencurimudariku..."
"I need time..."
.
.
Langit-langit kamarku terlihat membosankan. Aku terus menatapnya akhir-akhir ini sebelum tidur. Atap yang membosankan ini cukup mampu membuat mataku lelah lalu terpejam sendiri. Ya aku mengalami susah tidur akhir-akhir ini. Tubuhku kadang terasa sangat lemas, tapi anehnya tidak bisa diistirahatkan karena jantungku seringkali berdetak tidak wajar. Aku pikir perlu memeriksakan diri ke dokter tapi seorang klan tidak mungkin sakit. Ini aneh.
Aku meraba dadaku usai menyimpan ponsel ke atas nakas. Satu jam mendengar suara Prince, berbicara dengannya, diselingi mendengar tawanya atau suara paraunya yang mengantuk. Aku ingin membuat kesimpulan kalau kegelisahan ini terjadi akibat telepon rutinnya sebelum tidur. Tapi sungguh sangat tidak ilmiah.
Beberapa hari berlalu sejak ungkapan perasaannya yang sangat mengejutkan dan terjadi dalam tempo waktu secepat yang tidak bisa aku sangka. Bahkan satu kali pun dalam hidup ini aku tidak pernah berpikir akan disukai seorang Prince. Antara percaya dan tidak percaya. Perasaanku masih didominasi keraguan. Hal apa dalam diriku yang membuatnya jatuh hati secepat ini? Astaga! Meski dia seorang Prince aku tetap harus waspada.