0.2 | KOPI| 02 ☕

28 6 0
                                    

[Sebelum <-- RAIN|01]


[.....]


Luna membalikkan status cafe, dari open menjadi close pada badan pintu. Ia kembali menuju konter kasir untuk kembali mengamati segerombolan remaja pria di meja nomor 7.

CHAPTER 02| COFFEE ☕

Ia menampung air pada tangannya kemudian ia basuh wajahnya agar merasa lebih baik. Waktu menunjukkan angka 10 lewat 35 menit. Sejak beberapa jam lalu, hatinya merasa mengganjal. Namun, ia terus membuang pikiran buruknya.

Bergegas menuju konter untuk persiapan sebelum toko tutup. Langkahnya pelan serta kening terkerut begitu melihat Luna rekan kerjanya sedang melamun dengan menopangkan kepalanya. Serta, terlihat olehnya status cafe sudah tutup. Ia semakin merasa bingung.


"Lun!" serunya, kemudian langsung terdengar suara. "Sssttt ..." Seperti ular.

"Lun. Kok dah tutup sih? Kan lima belas menit lagi." protes Vannie. Lagi-lagi ia mendengar suara ular, "Ssttt ..., jangan banyak tanya ah. Kan kalau kita tutup sekarang, kita ga bakal ada pelanggan lagi." Ia tidak memalingkan pandangannya. Gadis terikat pony tail bernama Vannie memilih untuk persiapan tutup. Ia mulai menghitung persediaan barang tersisa. Diliriknya lagi Luna. Gadis tembem itu masih sama dengan posisi tadi.

Merasa penasaran, ia mengikuti arah pandang Luna. Meninggalkan pekerjaan, beralih berdiri seraya mendongakkan kepalanya seperti Luna. Matanya lantas terbeliak begitu melihat siluet Jimi sekilas dari belakang. Ia buang jauh-jauh pemikiran itu. Laki-laki bersiluet Jimi sontak berbalik dan mata mereka bertemu. Vannie lantas mengalihkan pandangannya asal. Berharap Jimi tidak mengenalinya. Wajahnya langsung kusut, begitu teringat atas semua kebohongannya selama ini.


Ia menundukkan pandangannya, di panggilnya Luna yang juga mengalihkan pandangannya dan mata mereka bertemu.

"Lun. Aku ijin kebelakang lagi, ya." Alisnya naik-turun seakan ia memang sedang menghindar dari suatu hal. Bibir Luna membentuk bulat seakan menunjukan sesuatu di belakangnya.

Dan, dugaannya benar. Seseorang bersuara mirip dengan Jimi terdengar dari belakangnya. "Ada yang bisa saya bantu?" Vannie lantas unjuk gigi, sedangkan wajah pelanggannya terlihat bengong.

"Van-vannie?" panggilnya terbata-bata disertai jari telunjuknya mengacung tak percaya. "Ngapain kamu di sini?" Samar terlihat kedua alisnya saling beradu.

"Seperti yang kamu lihat, maaf ya Jim." Wajahnya tampak cemberut menyesal. Jimi menarik napas dalam. Tak ingin memperpanjang di saat-saat seperti ini.

"Aku pesan pumpkin cake, cheese cake sama 2 hot coffe late. Di meja 7, ya," ujarnya tanpa nada-alias datar. Vannie menyentuh nama pesanannya pada layar computer. Diliriknya Jimi sedang merogoh dompet, tanpa melirik hangat padanya.

Kemudian, "Ini." Jimi menyerahkan beberapa lembar uang tanpa berucap hal lainnya. Ia langsung berbalik begitu menyerahkan beberapa lembar uang pas.

Luna sedang menyiapkan 2 cup coffee dan menaruhnya pada nampan. Luna tiba-tiba berdiri disamping Vannie, "Apakah itu pacarmu yang asli?" bisik Luna amat hati-hati.

"Luna ...," ringis Vannie merasa kesal, "bisa gak sih? Gak usah ngomongin pacar?" Tanpa sengaja nadanya amat tidak bersahabat pada Luna, membuat anak itu langsung terdiam merasa bersalah. Vannie berdecak kesal, memijit pelipisnya. Sungguh kehabisan akal.

THIGA VEENơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ