0.4 |VANNIE'S FLASHBACK [ 1 / 2 ] | 04⏪

13 5 0
                                    

[Sebelum <-- LIE | 03]

CHAPTER 4 VANNIE'S FLASHBACK [1 / 2 ]

[.....]


Otaknya masih saja bekerja untuk memikirkan hal yang sama. Berkali-kali ia melontarkan pertanyaan seiras pada dirinya sendiri. Apakah aku menyukainya dalam sekejap? Ia berusaha untuk menjawab Tidak. Namun, entah kenapa hatinya bersikukuh untuk mengatakan "Iya."

Vannie menghela napasnya kasar sebelum beranjak dari bangkunya. Langkahnya terhenti begitu Sellyn dan Ivanka lebih dulu menghadang langkahnya. "Ikuti kami," ujar Ivanka dengan tatapan tajam serta wajah datar. Sellyn pun memegang bahu Vannie agar mengikuti apakata gadis rambut tergerai itu.

Hingga, langkah mereka terhenti di pojok koridor. Jantungnya mendadak berdegub, seakan-akan ada sesuatu yang salah.

"Sellyn, ada apa sih?" Vannie tampak cemas. Sellyn hanya menggeleng.

Ivanka membalikkan badannya, matanya menatap lurus pada gadis itu. "Kenapa bisa?" Nadanya datar membuat Vannie kembali berdengit ngeri.

"Woi. Kalian ngapa sih? Kita kawan'kan??" Vannie mulai memberontak, dadanya naik turun, ketakutannya kembali.

"Van. Lo jangan gitu ngapa. Kan aku jadi takut." Ivanka meraih pergelangan tangan Vannie. "Kita masih kawan lah, aku cuman mau nanya aja sih, tapi ragu."

Lagi-lagi Vannie menghela napas lega. "Apa? Jangan gini juga kali. Kan aku takut." Protesnya tidak terima.

"Iya iya, maaf. Kok bisa? Antara Kak Varel dan ...." Ia menggantungkan kalimatnya, kemudian menunjuk Vannie dengan jari telunjuknya. Gadis ditunjuk malah tertawa sebagai respon awal.

"Astaga, aku kirain ada apa."
"Kok bisa? Dia itu cowok kedua tercuek seantaro sekolah loh. Kok bisa?" Nadanya terdengar tidak menyetujui hal ini.

"Masa sih?"

"Haduh, awalnya sih dia punya aku. Tapi, yaudah deh. Apa boleh buat. Aku hanyalah sebongkah upil." Diakhir ucapannya ia berusaha tersenyum tegar.

"Kedua? Memang yang pertama siapa?" Vannie mulai merasa penasaran.

"Pokoknya, mereka itu enggak jauh-jauh namanya. Kami mau ke kantin, ikut?"

Vannie merogoh sakunya begitu merasakan getar. Terdapat dua notifikasi pesan. Ia pun, segera membuka pesannya.

Varemon
Jangan kaget sama namanya.
Ini aku, Varel.

Begitu membaca nama itu, terlintas senyum tipis dengan sendirinya.

Vannie
Masuk

Varemon
Aku enggak ganggu 'kan?

Vannie
Engga.
Kami jamkos kok.
Ada apa?

Varemon
Kami juga jamkos.
Nanti mau pulang bareng?

Ia terdiam begitu selesai membaca pesan terakhir kali masuk padanya. Perasaan senang dan syok bercampur menjadi satu. Ditekannya tombol daya hingga layarnya menggelap. Tidak tahu harus apa, ia memilih untuk melanjutkan langkahnya keluar kelas.

Cahaya mentari bersinar terang sewajarnya. Mengusik pandangan siapa saja begitu mereka menengadah keatas untuk melihat lukisan langit berawan indah di atasnya. Di bawah pohon Flamboyan bewarna pink soft berhasil menghindarinya dari teriknya mentari. Ia sandarkan tubuhnya pada bangku, memejamkan matanya seperti orang tidur seraya mengatur napas teratur.

Tanaman Boksus tumbuh lebat mengitari area taman beralih fungsi seperti pagar, berbentuk balok bewarna hijau. Tanaman rose berbagai jenis tumbuh menjadi beberapa kelompok warna. Ada yang bewarna merah, merah muda, hitam, bercorak seperti batik, dan putih. Tak sampai di situ, beberapa pohon flamboyan tumbuh besar serta disetiapnya ada bangku panjang dibawahnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 23, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THIGA VEEWhere stories live. Discover now