08. Masalah besar

102 9 0
                                    

Aku berjalan menuju ke sebuah kedai kopi yang tak jauh dari gedung tempatku bekerja. Sejin eonni menyuruhku untuk memesankan minuman kopi ditempat tersebut, entahlah kenapa ia tidak memesannya melalui via online. Bukankah sekarang ini sudah memasuki zaman dimana masing-masing negara mempunyai keahlian teknologi yang begitu canggih, semua serba bisa dengan hanya bermodalkan smartphone benar?

Cuaca diluar lumayan dingin, membuatku spontan merapatkan mantel yang kukenakan.
Aku cukup telat saat datang ke gedung ini dikarenakan kejadian semalam yang membuatku harus menstabilkan diri untuk menghilangkan pening.
Sang pemilik kedai tersenyum ramah saat melayaniku, sebab aku sering membeli kopi saat waktu senggang. Jadi bisa dibilang lumayan akrab.

"Ah, Noona. Kau kesini."

"Ne, Sejin eonni yang menyuruhku. Kau disini juga untuk membelinya?"
Aku berjengit, membalas sapaannya dan membungkuk tanda salam. Ternyata Mark juga ada disini.

"Ah, ne. Aku juga membeli kopi."
Jelasnya sembari memperlihatkan gelas plastik berisikan minuman kopi

Pria itu begitu manis, meski ia bukanlah asli orang korea namun wajahnya tidak ada bedanya dengan wajah orang korea asli pada umumnya. Mungkinkah karena sudah lama menetap di negara gingseng jadi wajahnya bisa menyesuaikan diri. Heol, kenapa aku berpikiran sampai situ.

"Noona, kau membeli sebanyak ini?"
Aku tersenyum lalu mengangguk membenarkan. Wajah Mark tampak tak percaya.

"Gamsahabnida," ucapku saat kopi yang kupesan sudah selesai dibuat. terdapat tiga kotak wadah kopi yang masing-masing berisikan enam gelas plastik berisikan varian rasa kopi.

Aku mengulurkan tangan untuk memberikan uang untuk membayar, setelahnya sang pelayan memberikan kembalian kepadaku. Ucapan terimakasih kembali kulontarkan kepadanya.

Mark menarik dua kotak yang ada di meja, menyisakan satu kotak sontak membuatku mengkerutkan kening.
"Aku akan membantu membawakan dua box ini."

"Ah, gwencanha. Noona bisa membawanya sendiri."

"Aku sendiri tidak yakin. Aku rasa Noona akan menjatuhkannya sebelum sampai ke dalam gedung." Mark tersenyum lugu, membuatku ikutan tertawa bersamanya.

"Kajja!"
Mark berjalan mendahuluiku dan Aku mengekorinya dibelakang.

Kurasa, siapa saja yang menjadi pacar Mark akan menjadi wanita paling bahagia di dunia. Jelas saja, Ia mempunyai jiwa tanggungjawab tinggi, perhatian, pribadi yang lembut bahkan senyumnya membuat siapa saja akan merasa hangat. Tenang, aku berkata seperti ini bukan berarti menyukai Mark. Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri.

Aku mengucapkan terimakasih kepada Mark setelah pria itu meletakkan kopi yang ia bawa di atas meja. Dan seperti biasa, ia selalu tersenyum dan bersikap baik-baik saja, padahal aku sendiri merasa direpotkan olehnya.

"Ah, Mora kau sudah membelinya?"
Aku menoleh saat Sejin eonni datang dari pintu depan. Tidak biasanya ia bersikap sesibuk ini, bahkan keningnya sudah mengeluarkan keringat.

"Mian, aku menyuruhmu untuk mengambilkannya."
Buru-buru aku melambaikan tangan menolak ucapan Sejin eonni barusan.
"Aniya-aniya. gwencanha-yo." Ucapku membenarkan.

Lalu didetik berikutnya Sejin eonni menatapku dengan wajah serius. ia berjalan mendekatiku dan membawaku kebagian pojok ruangan, kurasa dia akan mengatakan hal penting.
"Kau sudah melihat berita hari ini?"
Aku mengekerutkan kening tidak paham. Kenapa Sejin eonni menanyakan hal seperti itu. Lalu aku menggeleng tanda belum melihat satu berita pun.

Your Eyes [Taeyong]Where stories live. Discover now