15 - Hah?

3.1K 549 34
                                    

"Kemana kamu? Mama udah di ruangan Doyoung. Cepet kesini!!!"

Menarik nafas pun belum, Nana sudah dikejutkan oleh suara melengking Mamanya. Sedang patah hati, Mamanya dengan tak berdosa menyuruhnya menuju ruangan Doyoung. Ini Mamanya tidak tahu jika anaknya sedang merana sekali?

Terpaksa sekali Nana mengikuti keinginan Baginda Ratu Maharaja tercinta. Lagipula pekerjaannya juga sudah selesai. Dan yang ingin ditanyakannya sekarang, Mamanya tahu keadaan Doyoung? Namun satu fakta menyadarkannya, Mamanya kan bertetangga dengan Bunda Doyoung.

"Mau kemana, Na?" Resi, rekan satu profesi dengannya bertanya. Nana menyunggingkan senyum, hendak menjawab namun kedatangan Tari yang tiba-tiba membuatnya mencibir.

"Biasa, dia akhir-akhir ini sering ngilang. Sok iye banget jomblo yang satu ini." astaghfirullah, suka tidak sadar, dirinya sendiri juga jomblo.

"Ke mekdi nya sekarang kan?" tanya Nana tersenyum manis.

Ekspresi Tari berubah dalam sekejap, "Ah, cinta Nana, muah."

Resi melihatnya, mengerutkan dahinya heran. "Gak jelas." gumamnya.

Nana mengabaikannya, melanjutkan langkahnya setelah sebelumnya membawa tasnya. "Aku duluan, ada urusan."

"Ke mekdi nya kapan, Na?" Tari berteriak.

"Ntar malem, aku sms." Nana ikut berteriak, membuatnya ditegur oleh beberapa perawat senior yang lewat. Ia hanya tersenyun dengan polosnya.

Pada akhirnya, setelah sebelumnya berusaha menghindari-- tidak, lebih tepatnya memulihkan hati pasca patah hati yang menimpanya, Nana kembali ke ruangan ini.

Sebelumnya, Nana mengintip dari jendela. Setelah itu matanya membulat begitu menyadari bila Mama dan Adiknya bisa saja mengatakan hal yang seharusnya belum boleh dikatakan. Duh, terlebih Adiknya itu mempunyai mulut yang setara dengan ember bocor, gawat!

Lantas Nana langsung membuka pintu ruang rawat Doyoung dengan bar-barnya.

"Ah, panggil Mama aja. Biasanya juga-"

"Mama," Nana menginterupsi dengan memanggil Mamanya. Begini, Nana tidak ingin Mamanya berkata macam-macam terlebih dahulu.

"Astaghfirullah, anak siapa kamu? Assalamualaikum dulu kek, ini langsung nyelonong aja. Diajarin siapa?" Nana meringis, salahnya juga sih yang langsung masuk tanpa mengetuk pimtu terlebih dahulu.

"Yaudah, diulangin." ucap Nana, lalu keluar ruangan dan mengetuk pintu.

"Assalamualaikum, Mamaku tercinta, Adikku tercinta, Doyoungku terc- Doyoung maksudnya."

"Wa'alaikumsalam."

"Malu-maluin." Ricky mencibir, membuat Nana gemas melihatnya. Adiknya itu, semakin besar semakin kurang ajar padanya.

"Mamaku tercinta, apakah Baginda Maharaja Ayahanda tidak ikut kesini?" Nana bertanya alay, sembari mencium punggung tangan Mamanya.

Lengannya dicubit, ia melotot mengira pelakunya adalah Sang Adik. "Apa sih kamu cubit-cubit, hah? Berani kamu?" pelototnya garang.

"Mama yang cubit. Kenapa? Berani kamu?" menciut, namun tatapan kesalnya tak berpindah pada Ricky yang kini bersembunyi di balik badan Mamanya.

"Kenapa kamu?"

"Astaghfirullah salah lagi." Nana meringis, namun pada akhirnya diam dengan wajah kalem.

Oke, santai.

"Tante, Makasih udah jengukin Doyoung. Jauh-jauh dateng kesini, Doyoung jadi gak enak."

"Aduh, gak papa. By the way, panggil Mama aja, biasanya juga begitu kan?"

Feeling [LENGKAP]Where stories live. Discover now