19

906 49 0
                                    

Arkan membelalakan matanya. Darah yang keluar dari hidung Nesa tak bisa berhenti. Bahkan sekarang Nesa harus bernapas menggunakan mulutnya.

Arkan dan Daffa benar-benar tersiksa jika terus melihat Nesa. Nesa mengambil tisu sebanyak-banyaknya. Dia memejamkan matanya walau beberapa kali dia meringis kesakitan.

Saat Nesa masih memejamkan matanya sambil memegang hidung, tiba-tiba bu Winda datang. Dia langsung terkejut melihat wajah Nesa yang pucat dan darah yang mengalir dari hidungnya.

"Daffa, cepat panggil ambulance. Nesa harus segera dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin dan hubungi orang tuanya." ucap Nesa. Daffa mengangguk cepat, dia langsung menjalankannya.

"Bu Winda, ambulance sudah hampir sampai. Supaya cepat lebih baik Nesa dibawa ke parkiran bu," ucap Daffa. Bu Winda mengangguk.

"Arkan, bisakah kamu gendong Nesa ke parkiran depan?" tanya bu Winda. Arkan mengangguk.

Di koridor saat ini tengah ramai karena sedang jam istirahat. Arkan menggendong Nesa dengan sangat terburu-buru.

Dia bahkan tak memperdulikan baju putihnya yang terdapat banyak bercak darah karena mimisan Nesa yang tak dapat berhenti.

Di depan Arkan terdapat Daffa dan bu Winda untuk memberikan mereka jalan. Nesa di rebahkan diatas brankar yang dapat di dorong. Nesa menatap lemah ke arah Arkan.

Dengan gerak cepat, petugas memberikan pertolongan pertama pada Nesa.

*****

"Pasti ada hal lain yang disembunyiin tante Fani, nggak mungkin penderita penyakit itu juga bisa membuat dia mimisan separah itu. Itu nggak mungkin," ucap Daffa dengan yakin.

Arkan hanya menatap kosong. Dia sedang berdiri sambil menyenderkan badannya di permukaan tembok. Dia sedang menunggu dokter untuk keluar.

Tak lama, tante Fani datang sendirian.

"Gimana keadaan Nesa?" tanya bunda Nesa. Arkan hanya menunduk dan Daffa hanya diam. Bu Winda sudah kembali ke sekolah untuk meminta izin.

"Tante, sebenarnya apa yang tante rahasiakan dari kami?" tanya Daffa.

Bunda Nesa gelagapan. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan dari dua laki-laki di hadapannya.

"Jawab tante, jawab yang jujur," paksa Arkan. Bunda Nesa semakin terdesak. Dia hampir mengucapkannya. Tapi, bunda Nesa terselamatkan karena panggilan dokter.

"Keluarga Anesa?" panggil dokter yang menangani Nesa. Bunda Nesa langsung mendekat.

"Bisakah kita bicara sebentar di ruangan saya?" tanya dokter. Bunda mengangguk, lalu dia menatap Arkan dan Daffa.

"Jaga Nesa." setelah itu, bunda Nesa mengikuti dokter ke ruangannya.

Arkan dan Daffa memasuki ruangan serba putih itu. Mereka menatap Nesa dengan pandangan sedih dan iba.

Arkan duduk di kursi yang berada di samping tempat Nesa berbaring. Dia menatap wajah Nesa lamat-lamat.

Arkan menyentuh tangan Nesa. Nesa yang merasakan ada sesorang yang memegang tangannya langsung terbangun.

Keadaan Nesa sekarang sangatlah mengenaskan. Wajah yang pucat dan badan yang kurus. Dia seperti orang yang tak terawat.

Mata Nesa menatap Arkan dengan sayu. Alat pernapasan yang tertutup itu membuat Nesa sedikit sulit untuk bernapas. Napasnya amatlah sangat berat.

"Nesa, kamu kenapa? Apa yang terjadi sama kamu?" tanya Arkan dengan nada sedih ples khawatir.

Nesa menggerakan tangannya. Tangan dinginnya memegang tangan Arkan.

"A-aku baik-baik sa-saja, jangan sedih. Atau kepopuleranmu di sekolah akan luntur nanti, " ucap Nesa. Daffa terkekeh. Sebenarnya dia lebih menertawakan dirinya. Nesa yang sedang sakit saja masih bisa bercanda.

"Ayo Nesa, kalau kamu sakit terus, kamu nanti nggak bisa lulus loh. Nanti aku nggak punya saingan, nggak asik ah," ucap Arkan. Nesa terkekeh mendengarnya.

Mata Nesa sangat berat, dia tersenyum ke arah Arkan lalu memejamkan matanya.

Arkan duduk di sofa yang sama bersama Arkan. Untuk kedua kalinya, mereka datang di tempat yang sama dengan orang yang sama.

"Gimana bisa? Nesa yang lagi sakit parah sempet-sempetnya dia bercanda? Gue nggak nyangka kalau dia temen gue," ucap Daffa. Arkan mengangguk.

Lalu, bunda Nesa datang. Matanya merah, tak bisa ditutupi walau dengan senyuman di wajahnya.

"Kalian bisa pulanh atau kembali ke sekolah. Biar tante yang jagain Nesa," ucap bunda Nesa sambil tersenyum.

Sebenarnya Arkan dan Daffa ingin menagih jawaban dari pertanyaan tadi. Tapi, melihat wajah bunda Nesa yang tampak murung, Arkan dan Daffa menundanya. Mereka akan bertanya lain waktu.

Mereka lebih memilih untuk pulang ke rumah, karena bu Winda sudah meminta izin untuk Arkan dan Daffa.

Best Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang