9 - Waktu

978 217 10
                                    

4 Januari 2020

Perlahan (Name) membuka matanya, menyadari bahwa dia berada di ruangan yang tidak dia kenali.

Semuanya serba putih.

'Ini terlihat seperti—'

"(Name)!?"

Mendengar namanya dipanggil, perempuan itu menoleh ke sumber suara, dan irisnya langsung bertemu dengan iris biru yang sudah dia kenali sejak dulu.

"Naru ... hiko?"

(Name) mencoba bangkit, namun sang laki-laki langsung menahan bahunya.

"Akan aku tegakkan kasurmu," sahut Naruhiko.

"Apa yang terjadi?" tanya (Name) saat kasurnya sudah mulai tegak.

"Kau tidak ingat?" tanya Naruhiko memberikan segelas air untuk (Name), kemudian menekan tombol yang ada di dekat kasur (Name)—memanggil perawat.

(Name) menggeleng.

"Setelah kita keluar dari Kuil Suwa, kau kembali batuk darah dan pingsan."

(Name) berkedip beberapa kali.

"Aku ... pingsan?"

Naruhiko mengangguk.

"Berapa lama?"

"Tiga hari."

"Lalu, ini ada di mana?"

"Saat kau pingsan, aku membawamu ke rumah sakit yang ada di Yokohama, dan aku memberitahu Sasara," jelas Naruhiko, "keesokan harinya kau dipindah ke Osaka, atas saran dokter yang sepertinya adalah konselormu, dari penjelasan Sasara."

"Begitu ... ya?" gumam (Name) memandang kedua tangannya yang berpaut di atas pangkuannya lalu menoleh ke arah Naruhiko, "apa Samatoki mengetahui ini?"

Naruhiko menggeleng. Kemudian sang laki-laki melipat kedua tangan di depan dadanya, menatap (Name) yang menyadari perubahan sikap sang laki-laki.

"Sepertinya kau tidak terlalu terkejut," komentar Naruhiko.

"Eh, iya ya, hehe," sahut (Name) cengengesan.

"Hehe, kepalamu. Jelaskan semuanya padaku setelah perawat selesai memeriksamu."

[][][]

"Jadi," Naruhiko menutup matanya sejenak setelah mendengar penjelasan (Name), "kau menderita Hanahaki karena kembali jatuh hati pada Samatoki?"

(Name) mengangguk, kembali memandang kedua tangannya.

"Siapa saja yang tahu penyakitmu?"

"Hanya kau dan Sasara, jika dokter yang menjadi konsulerku tidak dihitung," jawab (Name), "dan juga, aku berencana tidak memberitahu siapa pun selain kalian."

"Termasuk Samatoki sendiri? Yang logikanya adalah penyebab dari penyakitmu?"

"Naruhiko," (Name) tersenyum sedih, "aku menderita penyakit ini karena Samatoki tidak memiliki perasaan yang sama denganku, apa yang kuharapkan dengan memberitahu penyakit ini padanya?"

"Itu hanya mind set-mu sendiri, kan?" tanya Naruhiko, "kau tidak akan tahu jika kau belum memberitahunya, kan?"

"Dan jika aku memberitahunya, Samatoki akan menyukaiku?" tanya (Name), "pada akhirnya, dia suka padaku karena kasihan, benar?"

(Name) terkekeh pelan, memandang tangannya dengan sedih.

"Tapi, jika dia menyukaiku karena itu, aku akan sangat bahagia. Setidaknya, dia tidak membenciku, benar?"

(Name) menutup mata, lalu bersandar pada kasurnya.

"Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Jangankan untuk menyukaiku, asal dia tidak membenciku, sebenarnya itu saja sudah cukup bagiku."

Suasana menjadi hening. (Name) yang mulai tidak tahan dengan suasana sunyi itu melirik ke arah Naruhiko.

"Naruhiko?"

"Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

(Name) berkedip beberapa kali, lalu mengangkat kedua tangan dan bahunya.

(Name) berkedip beberapa kali, lalu mengangkat kedua tangan dan bahunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Er, guess I will die?"

Sebelah mata Naruhiko berkedut, dan satu perempatan muncul di kepalanya.

"Jangan menjawab pertanyaan serius dengan meme, (Name)!"

"Maaf! Maaf!" sahut (Name) tertawa.

Tawa (Name) memudar, lalu dia menutup matanya.

"Apa kau marah jika aku bilang kalau aku ingin mati saja?"

"Ya, aku akan marah," jawab Naruhiko.

(Name) tersenyum kecil.

"Kalau begitu, kumohon, beri aku waktu untuk memikirkannya, ya?"

Petunias » Aohitsugi Samatoki [DISCONTINUE]Where stories live. Discover now